18: A Place

976 157 4
                                    

BRAK!

Ryujin mendobrak pintu dengan kasar. Mengambil langkah terburu-buru, ia memasuki rumah besar itu tanpa ada rasa takut sedikitpun. Menolehkan kepala ke kanan dan kiri, sang gadis mencoba mencari sesuatu yang menurutnya mengganjal.

Kedua manik hitam itu terhenti pada sebuah pintu ruangan yang terlihat tertutup rapat. Tanpa pikir panjang, Ryujin segera melangkahkan kakinya. Ditariknya handle pintu itu, mencoba untuk membuka sang pintu.

Namun tak dapat di buka. Hal itu semakin membuat rasa penasarannya muncul. Apalagi ada suara tetesan air yang berasal dari dalam sana. Sang gadis mengambil kuda-kuda untuk kembali mendobrak sang pintu agar terbuka. Namun apa yang ingin ia lakukan terhenti tepat ketika suara Siyeon menginterupsinya.

Ryujin berbalik, melihat wajah transparan Siyeon yang begitu pucat.

"Lo harus liat ini, gue serius."

Ryujin ingin bertanya lebih, namun ia urungkan dan lebih memilih mengikuti Siyeon yang menuntunnya menuju taman belakang.

Sesampainya di sana, Ryujin kembali terdiam. Kedua lututnya terasa begitu lemas saat melihat pemandangan mengerikan yang ada di hadapannya.

Rasa mual yang tak pernah muncul selama ia mengatasi kasus seperti ini kembali terasa, membuat perut ratanya sedikit bergejolak meminta isi dari sang lambung untuk dikeluarkan.

Sialan. Tiba-tiba saja Ryujin merasakan kepalanya berputar.

"Gila!" Haechan memekik nyaring saat telah sampai di belakang Ryujin. Wajahnya sangat pucat. Begitu pula dengan semua orang yang ada di sana.

Air mata Chaewon telah jatuh membasahi pipinya kala melihat Yoon Sanha, tergantung di sebuah salib dengan tubuh yang penuh dengan luka. Bahkan perutnya terbuka, memperlihatkan sebagian organ dalamnya yang tak lagi berfungsi.

Han jatuh terduduk, begitupun dengan Ranjun yang berlutut. Rasa mual merayapi tubuh mereka. Trauma yang mereka alami kembali muncul ke permukaan, membuat tubuh ketujuh pemuda itu bergetar hebat.

Ryujin mengacak rambutnya dengan kasar. Jujur, ia frustasi. Kasus ini lebih mengerikan dari banyaknya kasus yang seringkali ia tangani. Kasus ini adalah yang paling buruk dari kasus terburuk yang pernah ia temui.

Ryujin bersumpah, setelah ini selesai, ia akan berhenti untuk menjadi seorang Exorcist dan pergi menemui keluarganya di Kanada. Hidup tentram di sana tanpa ada gangguan dari hal semacam ini lagi.

"Manusia sinting," erang Ryujin seraya mendekati jasad Sanha yang masih tersalib pada kayu. Ia berniat menurunkan pemuda itu, namun di urungkan mengingat tenaganya tak jauh lebih kuat dari wanita pada umumnya.

Walau tadi ia bisa mendobrak pintu dengan satu kali tendangan saja.

PIIIPP---

Ryujin tersentak. Ia lantas menolehkan kepalanya ke arah sumber suara dan menangkap sebuah monitor yang menyala, menampilkan seseorang dengan topeng kelinci yang menutupi wajahnya. Orang tersebut terkikik ketika menyadari bahwa atensi kesembilan orang itu teralihkan terhadapnya.

"Selamat pagi, teman-teman." Sosok itu mulai berbicara. Ryujin rasanya mengenali suara ini, tapi ia tidak tahu pasti karena suaranya diganti menjadi sedikit lebih tinggi.

"Gimana dengan hadiah yang gue kasih? Kalian suka?"

"Sialan! Tunjukkin diri lo, bangsat!"

"Sstt, Han-ie~" Ia menggerakkan jari telunjukknya ke kiri dan kanan. "Stop talking, kay?"

"Oh ya, gue punya hadiah lain buat kalian."

Sosok itu memutar arah pandang kamera menjadi ke arah dinding. Mereka semua kembali terdiam, terutama Jeno yang telah mengepalkan tangannya.

"Siapa si manis yang ada di sini, hm?"

Ia memainkan sebilah pisau yang ada di genggamannya.

Cleb!

"Oops, maaf. Tangan gue licin."

Dan detik perikutnya, sang pisau telah menancap tepat pada jantung sang gadis.

Chaewon berteriak ngeri. "GILA LO! RACHEL GAK SALAH APA-APA!"

"Udah gue bilang, berhenti ngomong."

Bruk!

"Chaewon!"

Semuanya semakin panik.

Atmosfir di sana pun semakin panas.

Terutama saat melihat Rachel yang dilempari oleh benda-benda tajam dan Chaewon yang tiba-tiba jatuh ke sebuah lubang dimana di dalamnya terdapat jeruji besi yang tajam.

"Bangsat! Harusnya gue sendirian yang ke sini!" Ryujin sendiri ikut panik. Ia segera melangkah menuju pintu yang menghubungkan taman itu dengan rumah.

Persetan!

Kenapa di rumah tersebut dikelilingi dinding beton yang tinggi dengan kaca-kaca tajam di atasnya?!

BRAK! BRAK!

Ryujin mendecak. Pintu tidak dapat dibuka walaupun ia sudah memaksanya. Semuanya terasa semakin runyam bagi Ryujin.

Keadaan di sini yang terlihat sangat kacau, orang-orang yang ada di sini tanpak begitu memprihatinkan, dan Hwang Hyunjin yang sampai sekarang tidak kunjung ditemukan.

Ryujin memukul pintu besar itu dengan kasar. Amarahnya meluap mengingat betapa tidak becusnya dia dalam mencegah kasus pembunuhan ini terjadi. Ia merutuki betapa tololnya dia yang menganggap bahwa ini adalah perkara mudah dan dapat menyelesaikan semuanya sendirian. Namun faktanya, musuhnya kali ini lebih pintar. Ia merutuki keegoisan, dan harga dirinya yang terlalu tinggi.

"Hubungin pihak rumah sakit! Tanya keadaan Somyi!" perintah Ryujin yang terlihat masih berusaha untuk membuka pintu tersebut.

Namun sebuah suara menginterupsinya, "Baik banget, ya?"

"Nggak perlu tanyain keadaan Somyi kok--"

"--Karena dia di sini."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DGS ( 2 ) - Death or Death? [ ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang