Han Jisung mencebikkan bibirnya saat mendengar kabar duka dari keluarga besar Lee Yoora. Baru saja mereka menjalami kehidupan seperti biasa selama 5 tahun, kejadian dimana ia harus kehilangan temannya kembali terulang.
Han tidak habis pikir, manusia mana yang tega melakukan pembunuhan terhadap gadis secantik dan sebaik Yoora? Han juga tak habis pikir, manusia mana yang tega melalukan pembunuhan dengan menusuk beberapa kali dada dan punggung si gadis dengan sangat keji? Bahkan merobek mulut sang gadis tanpa rasa kasihan.
Ah persetan.
Beberapa hari sebelum kejadian pembunuhan itu, Han sama sekali tak menemukan keganjilan apapun terhadap Yoora. Gadis itu masih seperti biasanya saat itu.
Tapi sekarang? Yoora tak ada lagi di sini.
"Han, udahlah. Gak usah mikirin Yoora lagi. Dia udah tenang di sana." Lee Haechan, teman terdekatnya meletakkan sebuah kaleng lemon tea di hadapan Han.
Han meringis. Bagaimana mungkin dia bisa melupakan Yoora yang bahkan meninggal dengan tidak wajar itu? Lee Yoora tak akan tenang, Han yakin itu.
Tidak selama pembunuhnya belum tertangkap.
"Lee Yoora itu cewek yang sering jalan sama lo bukan sih?" pertanyaan dari Kim Hyunjin, perempuan paling cantik sekampus ini terdengar. Ia mengambil duduk di samping Haechan, diikuti oleh Hwang Hyunjin yang juga duduk di samping kekasihnya itu.
Haechan mengangguk, lantas mengedikkan bahu sebelum akhirnya menyenggol tubuh Han pelan agar pemuda itu kembali dari lamunannya. Han meringis. Ia menaruh kepalanya pada lipatan tangan yang ada di atas meja.
Ah, tidak tahu.
Ia pusing, hatinya sakit, pikirannya gelisah.
"Sedeket itukah lo sama Yoora sampe dia mati aja lo frustasi gini?"
Han melirik sinis ke arah gadis bernama lengkap Ahn Somyi ini. Apapun itu, pertanyaan yang diucapkan oleh si gadis benar-benar membuatnya kesal.
Bagaimana mungkin Somyi bisa mengatakan 'mati' dengan mudah untuk seorang manusia?
"Lo pikir dia hewan sampe nyebut dia gitu?" celetuk Han, menggertakkan giginya kesal.
"Kenapa lo semarah itu?" Somyi memicingkan kedua matanya, tak terima dengan nada suara Han yang terdengar begitu menyalahkannya.
"Karena lo kayak ngerendahin dia tau gak sih?"
Somyi mendengus. "Bukannya bagus untuk orang yang udah ngerebut gebetan temennya sendiri?"
"Maks--"
"Han, Som, udah. Gak ada guna nya ributin gitu." Bae Jinyoung, manusia yang paling waras di antara mereka menengahi perdebatan tersebut yang mungkin tak akan selesai dalam waktu dekat. "Emangnya dengan lo ngebela dia, dia bakal tenang di sana?"
"Tapi Young--"
"Tanpa kalian ngomongin dia pun, dia gak akan pernah bisa tenang."
Sosok gadis berjalan melewati mereka semua dengan ekspresi datar terlukis jelas di wajah cantiknya. Ia melewati kumpulan tersebut begitu saja tanpa mempedulikan sorot mata mereka yang sarat akan kebingungan.
Mereka tidak tahu pasti siapa nama gadis itu, tapi seantero kampus sudah mengenalnya. Seorang gadis yang di anggap aneh oleh semua orang. Seorang gadis yang kerap kali berbicara atau bahkan berteriak seorang diri, seakan-akan ia sedang berinteraksi dengan sosok yang tak bisa mereka lihat dengan mata telanjang.
Han merengut, menyadari keganjalan ucapan gadis itu tadi. Namun saat ia hendak memanggil sang gadis, sosoknya telah hilang dari pandangan. Han bergidik, begitupula dengan yang lainnya.
Bagaimana mungkin dia bisa berjalan secepat itu?
"Mau ngelayat gak?" usul Sanha yang baru saja menyelesaikan mata kuliah siangnya.
"Gue nggak. Ada keperluan." Hyun terkekeh menatap Hyunjin yang juga sedang menatapnya.
"Gue juga nggak. Udah janji main sama Hyun." Disusul dengan ucapan Hyunjin yang tampak menarik gemas hidung sang kekasih.
"Gue sama Somyi nggak deh. Mau beli keperluan buat di kosan." Chaewon ikut membuka suaranya. Ia menatap Somyi yang tampak tak terlalu peduli dengan topik pembahasan kali ini.
"Gue mau ikut sih, tapi masa gue cewek sendiri? Ogah ah." Rachel merengut. Ia ingin ikut, tapi rasanya tak mungkin mengingat hanya dia satu-satunya gadis yang ikut.
Aneh rasanya bagi Rachel jika harus pergi bersama kumpulan laki-laki seorang diri.
"Gak apa-apa sih. Sekalian pdkt sama Jeno." Chaewon mengerling jahil ke arah gadis itu, sesekali menyikut pelan pinggang sang gadis.
Sedangkan yang dimaksud hanya merotasikan bola matanya malas.
Demi apapun,
Jeno. Masih. Menyukai. Park. Siyeon.
"Yang mau ikut, gue tunggu di halte bus deket kampus."
KAMU SEDANG MEMBACA
DGS ( 2 ) - Death or Death? [ ✔ ]
TerrorBook two of Death Game Series; Death or Death? Sosok mengerikan itu kembali, membawa mimpi buruk yang tiada akhir. Pilihan satu-satunya hanyalah mati, atau mereka akan tetap dikelilingi oleh rasa takut yang begitu menyesakkan dada.