Fate XI.2

106 13 1
                                    

"Silahkan masuk Tuan" seorang maid mempersilahkan Baekhyun masuk ke dalam sebuah ruangan yang diketahui sebagai kamar Park Chanyeol.

"Terimakasih Nona."

Baekhyun melangkah memasuki ruangan itu dan semerbak aroma kopilah yang menyambutnya pertama kali. Bukan aroma yang menyengat, tetapi aroma yang lembut dan menenangkan. Sekarang Baekhyun tahu dari mana asal aroma yang sering diciumnya ketika Ia sedang bersama dengan Chanyeol. Ketika netranya berkeliling mengamati setiap sudut kamar, terblesit dalam pikiranya bahwa kamar itu memiliki kesan yang hangat dan menenangkan sangat berbeda dengan kepribadian Chanyeol yang menurutnya terlihat Angkuh dan monoton.

Baekhyun berjalan menuju satu – satunya sofa single berwarna merah mencolok yang berada di dalam ruangan itu. Ia dudukan tubuhnya di sana sambil mengamati beberapa buku yang tertumpuk rapih di atas sebuah meja kaca tepat di samping sofa. Ia mengambil satu buku teratas, karena cukup tebal dan berat ia letakkan buku itu di atas pangkuanya. Ia buka lembar demi lembar buku yang berisi barisan kalimat yang menurut Baekhyun sangat sulit dipahami. Tetapi entah mengapa jemarinya tidak mau berhenti berinteraksi dengan buku itu. Hingga atensinya beralih dari barisan huruf yang tertata rapih ke sebuah bercak kecokelatan di tepi halaman. Itu terlihat seperti noda darah yang mengering. Ketika Ia tengah fokus pada noda itu, sebuah suara yang barasal dari pintu kamar mengagetkanya.

"Hey.." sapa Chanyeol yang baru saja menutup kembali pintu kayu dengan tinggi kurang lebih 3 meter.

"Apa yang sedang kau lakukan dengan buku bacaanku?" Ia berjalan menghampiri Baekhyun yang masih duduk dengan manis di sofa merahnya.

"aahh.. tidak, aku hanya penasaran dengan jenis buku apa yang dibaca oleh seorang Putera Mahkota." Jawabnya sambil menutup buku yang berada di pangkuanya.

Chanyeol tertawa kecil "yang jelas bukan komik atau novel fantasi."

Baekhyun ikut tertawa kecil mendengar penuturan Chanyeol. Tentu saja, tidak ada waktu luang yang bisa digunakan untuk bermain atau membaca buku semacam itu oleh lelaki bertitel calon pemimpin negara itu.

"Bagaimana perasaanmu setelah medengar cerita dari paman?" tanya Chanyeol yang sekarang tengah duduk di lengan sofa yang sedang Baekhyun duduki.

"Entahlah... aku merasakan sedih dan iba di waktu yang sama." Baekhyun menggeserkan tubuhnya agar dapat melihat wajah lawan bicaranya dengan jelas. "Aku sedih karena leluhur - leluhur kita meninggal karena kesalahan yang dilakukan oleh leluhurnya sendiri. Dan di waktu yang sama aku juga merasa iba dengan kenyataan bahwa untuk saling bersama dan memiliki menjadi hal yang sangat sulit untuk dilakukan." Baekhyun mengucapkan kalimat terakhirnya sambil mengusap cover buku yang dipegangnya, seakan sedang membersihkan debu imajinatif yang menempel di sana.

Ketika hening dirasakan, Baekhyun mengembalikan atensinya pada lawan bicaranya. Kedua emerald itu saling bertatapan, gerakan halus manik mata mereka menandakan bahwa keduanya tengah membaca pikiran masing – masing. Hingga puluhan detik berlalu, belum ada jawaban atas pernyataan yang disampaikan oleh lelaki yang lebih kecil. Sosok yang sedang dinanti responya itu tengah menyusun kata demi kata agar kalimat yang diucapkanya tidak menyinggung atau menyakiti hati lawan bicaranya. Tiba – tiba atensi lelaki yang duduk lebih rendah itu berpindah pada telapak tanganya yang kini tengah digenggam oleh dua telapak tangan lain yang ukuranya jauh lebih bersar darinya.

"Baekhyun, kau percaya padaku kan?" atensi Baekhyun kemabali pada manik emerald Chanyeol.

"maksudmu apa Chanyeol?"

Baekhyun merasakan genggaman di telapak tanganya mengencang "Aku berjanji padamu dan pada diriku sendiri, aku akan menyelesaikan kutukan ini. Sudah cukup kutukan ini memakan banyak korban Baek, kita harus menyelesaikanya."

The Cursed DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang