FATE XIV.1

69 8 0
                                    

Seoul 11 a.m.

Di sebuah ruangan berbentuk persegi pajang dengan nuansa putih dengan salah satu dinding yang terbuat dari kaca menampakan pemandangan kota Seoul yang dipenuhi dengan gedung - gedung tinggi. Ruangan itu terletak di lantai atas dari salah satu gedung ternama di Ibu kota Korea Selatan. Seorang lelaki berpenampilan rapih dengan setelas jas berwarna dark grey dan tatanan rambut hair up tengah duduk di salah satu kursi yang menghadap ke sebuah meja panjang. Ia menatap dengan serius, memperhatikan setiap kalimat yang disampaikan oleh pemapar materi pada rapat yang dilaksanan siang itu. Terdapat sepuluh orang dengan status pemegang jabatan penting di bidang Perbisnisan Pariwisata Korea Selatan ikut bergabung dalam rapat itu.

" ... Jadi PR untuk kita saat ini adalah, Bagaimana cara untuk menarik wisatawan mancanegara agar mau berkunjung ke berbagai destinasi wisata di Korea Selatan. Selama ini hanya tempat tertentu saja yang banyak dikunjungi, padahal kita masih memiliki banyak tempat yang tidak kalah menarik untuk menjadi destinasi wisata."

Pemapar materi menyampaikan kesimpulan permasalahan yang akan dibahas dalam rapat siang itu. Setelah mendengar pernyataan tersebut, para peserta rapat tampak memikirkan berbagai macam ide untuk menjawab permasalahan itu. Seorang lelaki berpostur jangkung dengan tatanan rambut hair up tengah sibuk menuliskan idenya di atas sebuah kertas hingga getaran handphonya mengalihkan fokusnya. Manik matanya terlihat membola tatkala melihat identitas dari orang yang meneleponya. Itu karena orang tersebut jarang sekali menghubunginya jika bukan karena hal - hal yang mendesak saja.

"Maaf bolehkan saya izin keluar ruangan sebentar, Saya ingin ke toilet." Lelaki jangkung itu meminta izin kepada pimpinan rapat untuk mengangkat panggilan teleponya.

"Ah, tentu saja. Silahkan Putera Mahkota." Jawab lelaki paruh baya dengan name tag meja yang bertuliskan Choi Siwon.

Lelaki jangkung itu bergegas keluar dari ruangan itu dan mecari tempat yang cukup sepi untuk mengangkat teleponya.

"Halo Baek? ada apa?." Tanya lelaki jangkung itu setelah menekan tombol hijau di handphonya.

"... Chan-hiks.. nenek.. " Penelpon itu terdengar terisak dengan suara yang bergetar.

"Ada apa Baek?! Kenapa kau menagis?!" raut wajah lelaki jangkung itu mendadak berubah panik setelah mendengar suara di ujung sambungan telponya.

"Nenek Chan.. Nenek-hiks.. Nenek meninggal dunia tadi pagi. Bibi baru saja mengabariku lewat telepon." Jelas lelaki di ujung sambungan sambil menahan isakanya.

"Ya Tuhan.. Baekhyun kau di mana sekarang?" tanya lelaki jangkung itu khawatir.

"A-aku masih di kampus-hiks.. aku berniat pergi ke Daegu siang ini dengan kereta." Jawab lelaki di ujung sambungan sesenggukan.

"Jangan!" pekik lelaki jangkung itu setelah mendengar ucapan lelaki diunjung sambungan. "Aku akan mengantarmu, beri aku waktu lima belas menit, tunggulah di gerbang kampus. Okey?" pinta Chanyeol dengan suara tergesa.

Selain tidak tega membiarkan orang yang tengah berduka berpergian seorang diri, Ia juga ingin mengunjungi makan nenek yang baru saja ia kunjungi seminggu yang lalu. Ia ingin memberikan penghormatan terkahir padanya.

"hiks- hiks.. baiklah." Jawab lelaki di ujung sambungan tanpa tenaga.

"Bersabarlah Baek, nenek sudah tenang di sana.. doakan saja beliau." Ucap lelaki jangkung itu berusaha menenangkan lawan bicaranya yang masih terdengar terisak.

"hum.. terimakasih." Ucap lelaki di ujung telepon sebelum memutuskan sambunganya.

Lelaki Jangkung itu kini sudah berada di kursinya. Ia hanya memiliki waktu kurang dari lima belas menit untuk menyelesaikan rapat siang itu. Ia terlihat melanjutkan kembali tulisanya tentang ide untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang di bahas dalam rapat itu.

The Cursed DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang