BAB 1

206K 3.1K 70
                                    

Namaku Rena Larasati, 20 tahun, aku punya 1 adik laki laki, namanya Rino Indranata.

Kulit kuning, tapi tidak langsat. Malah kadang terlihat kusam. Sebenarnya ingin sekali merawat kulit, tapi kondisi perekonomian kami tidak sanggup untuk membeli handbody.

Berat badan 52kg, tinggi 150 cm, bisa dibilang pendek dan agak gendut he he he....
Ini karena kalo adek panti nggak mau makan, secara terpaksa aku yang menghabiskan.
Walaupun sedikit tapi bikin perut makin buncit.

Ayah kami meninggal karena kecelakaan, saat Rino masih dalam kandungan. Setelah kepergian ayah, aku sering melihat ibu melamun. Wajahnya tidak seperti dulu, senyum nya selalu terlihat di paksakan. Pasti ibu memikirkan keadaan kami. Tentu nya masalah perekonomian.

Sebenarnya kami bersyukur kami masih bisa hidup dari pensiunan ayah.
Tapi kami harus hemat dengan keras karena ibu tidak punya penghasilan dan tentunya untuk persiapan kelahiran.

Dari kejadian ini, aku menanamkan dalam hati aku harus menghasilkan uang. Aku harus bekerja.

Kehadiran Rino membuat kami lebih berwarna.
Ibu kembali tersenyum. Aku pun cukup terhibur dengan kehadiran adik kecil ini.
Kami merasa bahagia dengan kondisi kami yang serba kekurangan.

Tapi sayangnya kebahagiaan itu tak lama. Ibu kami meninggal setahun setelah Rino lahir, karena serangan jantung yang mendadak.
Kami seperti kehilangan arah. Hanya seperti debu yang mengikuti arah angin.

Sejak itu kami tinggal di panti asuhan. Karena ibu berpesan agar tidak merepotkan keluarga lain.
Ibu dan pemilik yayasan merupakan teman dekat. Setelah ayah tidak ada, teman ibu lah yang membantu perekonomian kami.

Saat awal, aku canggung tinggal di panti karena belum terbiasa. Tapi berbeda dengan Rino. Dia sangat gembira seolah menemukan teman baru. Namun makin lama, aku sudah terbiasa dan aku menyayangi mereka seperti keluarga ku sendiri.
Setelah lulus SMU, aku dianjurkan pemilik yayasan untuk mengikuti kursus perkantoran atau bisa disebut D1.

Sekarang ini aku merasa harus keluar dari panti asuhan. Aku ingin bekerja, dan menghasilkan uang, supaya Rino bisa kuliah, minimal S1.
Aku ingin Rino kuliah di Universitas yang terbaik, dan untuk kuliah tentunya harus mempersiapkan dana cukup banyak.

Sebenarnya orang tua kami menitipkan harta, tapi jika di hitung mungkin hanya sampai jenjang SMU saja.

Jangan tanya tentang dunia percintaan....karena aku belum punya pacar sama sekali.
Aku tau diri, siapa yang mau sama anak panti?

Hingga saat ini pun belum ada pria yang menggelitik hatiku.
Dan selain itu, tidak ada yang aku unggulkan dari diriku sendiri.

Aku tidak pintar.
Aku tidak cantik.
Aku tidak kaya.
Aku juga tidak pernah bermain dengan teman sekolah. Karena usai pulang sekolah, aku harus membantu menjaga adik yang ada di panti.

Dan saat ini aku juga tidak memikirkan lelaki. Tujuan utama ku adalah uang... Uang... Dan uang....
Bukan berarti Uang adalah segalanya.
Tapi jika kita memiliki Uang, hidup kita lebih bahagia. Benar begitu bukan?

Aku minta ijin kepada ketua pengasuh panti yang biasa aku panggil 'ibu' dan juga penanggung jawab panti yang biasa aku panggil 'ayah' untuk mengadu nasib di kota besar.

Mereka suami istri, namun belum dikaruniai anak. Dan mereka seperti orang tua kami.
Untuk menghemat biaya, aku memutuskan kos ditengah kota.

Aku adalah anak panti pertama yang nekad mengadu nasib ke kota.
Kakak panti yang dulu, cukup puas menjadi guru les, guru ngaji atau pegawai administrasi sekolah swasta yang ada di kota ini.
Mereka tidak mengeluh walaupun upah yang diberikan tidak terlalu banyak. Mungkin hanya cukup untuk biaya hidup.
Bahkan banyak diantara mbak dari panti memutuskan menikah agar ada yang membiayai hidupnya.

#2 Dongeng Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang