±04. Janjian

983 97 7
                                    

"Bagun tidur kuterus.."

"Buka hape."

"Tidak lupa.."

"Mengecek wepe."

"Abis itu, kulangsung.."

"Vece.."

"Sama doi."

"Yang udah kere.."

"Anjir mata duitan lu!" Taeyong menjitak kepala Haechan dengan tidak berperikemanusiaan, hingga membuat anak itu mendesah kesakitan. Merasa tidak terima, anak itu mendelik ke arah Taeyong yang hanya dibalas tak acuh.

Perdebatan di antara keduanya tak akan kunjung berhenti jika saja Ten tidak datang dengan segelas Thai tea dan chiki taro berukuran besar di dekapannya.

Pemuda itu lebih memilih duduk di antara kedua manusia yang sedang asik berdebat, mengakibatkan perdebatan tidak jelas dikedua manusia itu terhenti.

Menyeruput tehnya sampai bunyi 'blurb' terdengar, sesekali memasukkan satu atau dua buah chiki taro ke dalam mulutnya. Mengunyahnya tanpa menghiraukan tatapan ingin Haechan sedari tadi.

"Bang, mau dong Ecan.." mohon Haechan, menatap penuh harap kepada Ten yang justru jatuhnya minta ditampol, bukan kasihan.

Sekali lagi, Ten menyeruput thai teanya hingga tandas, tidak menghiraukan Haechan yang masih menatapnya dengan tatapan memohon.

"Ahhh.. segerrr.."

Haechan mendelik. Dia itu juga mau teh dan chiki yang sedang dinikmati Ten, apa pemuda itu tidak mengerti tatapannya? Jika iya, cetek sekali otak pemuda itu, sama persis seperti air ikan cupang punya Haechan yang tinggal seperempat dari gelas plastik bekas air pit.

"Pelit najis!" daripada Haechan harus melihat pemandangan memuakkan yang ditunjukkan Ten, lebih baik dia bangkit dan melenggang pergi mencari mangsa—maksudnya cewek-cewek cantik yang siap ia gombali. Mampung hari masih sore, jadi masih ada kesempatan untuknya.

"Mau kemana lu?" tanya Ten setengah teriak. Padahal jelas-jelas Haechan masih berdiri tak jauh darinya.

"Berisik amat bacot lu, heran gua." Taeyong yang merasa terganggu, mendelik tak suka kepada Ten yang tampak tak acuh dengan tatapan tajam mata elang milik Taeyong. Dia lebih memilih menatap nasib chiki taronya yang tinggal seuprit daripada menatap orang tak penting—opininya.

"Cari mangsa, lah. Daripada gabung sama orang pelit gak ada untungnya." Sindir Haechan.

Ten memutar mata malas mendengar sindiran Haechan. Yaelah tuh anak baperan banget, cuma gara-gara chiki dan teh aja ngambek.

"Nih." Ten menyodorkan tangannya yang menggenggam chiki, bermaksud memberi sisa makanannya kepada Haechan.

Mata Haechan berbinar. Diambilnya chiki tersebut dengan senang hati, namun sesaat wajahnya kembali merengut, matanya menyipit memperhatikan isi dari chiki milik Ten yang sudah berpindah alih menjadi miliknya.

"Sialan lo, bang!" pekiknya gak terima. Dilemparnya chiki tersebut ke muka Ten, membuat pemuda itu terkejut akan serangan tiba-tiba Haechan.

Haechan melenggang pergi dengan segala umpatannya. Menyayangkan wajah tampan Ten yang tampak sia-sia saja hanya karena kepelitannya.

"Dih.. dikasih gak mao ya udah." Dan Ten pun melanjutkan acara makan chikinya yang tinggal beberapa buah. Meski begitu, jari-jari lentiknya tetap mencari kepuasan di dalam sana. Mencari sejumput benda asin lalu dijilatnya dengan nikmat.

ᴷᵃᵐᵖᵘⁿᵍ ᴹᵉʳᵃʰ ᴶᵃᵐᵇᵘ || ᵒᵗ²¹Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang