21. Threatened Pascal (3)

2.1K 231 110
                                    

"Astagfirulloh! Maaaaaaa! Ya Allah, Nesh! Maaaaaa! Calling ambulans sekarang!"

Teriakan Hendra menggema di kamar atas saat dengan sengaja ia pergi ke kamar putrinya. Awalnya sempat ditahan oleh Vina karena alasan bahwa Anesh sedang istirahat. Namun, feeling seorang Ayah membuat Hendra berkeinginan kuat untuk menengok Anesh. Lagi pula sejak pulang dari luar kota, Hendra belum melihat anaknya barang sejenak.

Pemandangan yang terlihat saat Hendra membuka pintu sungguh mengagetkan. Balok besi seakan dilesakkan ke dada ketika melihat putri semata wayangnya tergeletak di lantai dengan bercak merah di piyama. Di sekeliling tubuh lemas itu terdapat genangan air juga pecahan beling. Hendra tidak dapat menahan kepanikan ketika mendapati pergelangan kanan dan telapak tangan kiri putrinya berlumuran darah.

Tergesa Hendra meraih tubuh putrinya. Jemari lelaki ini reflek menekan sumber perdarahan Anesh, sedangkan matanya memindai isi kamar mencari sesuatu untuk mengendalikan darah yang masih keluar. Entah sudah berapa lama Anesh seperti ini, yang jelas Hendra merasa sangat ketakutan, karena Sandra juga meregang nyawa salah satunya karena perdarahan pasca persalinan.

Saat dengan kasar Hendra mengobrak-abrik laci meja belajar Anesh, ia menemukan sebuah sapu tangan lebar berwarna biru. Tanpa pikir panjang lagi, Hendra menggunakan sapu tangan itu untuk mengikat pergelangan tangan Anesh.

"Maaaaaaa! Ambulans!" teriak Hendra lagi sambil menahan sesak di dada. Vina lalu tergopoh menghampiri kamar. Ekspresi kaget terlukis di paras wanita ini saat sampai di kamar atas. Vina menutup mulut yang menganga, matanya membelalak, lalu sedetik kemudian tersadar dan segera berlari ke kamar sendiri untuk mengambil ponsel.

Hendra lalu menggendong tubuh Anesh, berlari menuju lantai bawah. Sempat berteriak lagi saat melewati kamarnya. "Siapin mobil aja, Ma! Ambulans lama."

Vina yang masih shocked segera meraih kunci Jazz putihnya lalu berlari ke garasi. "Tancap gas ke rumah sakit!" Dengan suara gemetar Hendra buru-buru naik ke jok penumpang, wajah pucat Anesh terlihat damai di pelukan Ayahnya. Goncangan yang dirasa saat sang Ayah membawanya dari kamar ke mobil, membuat Anesh kembali mendapatkan kesadaran meski terbatas.

Aroma keringat Hendra melesak memenuhi indra penciuman Anesh, kemudian mengirimkan sinyal ke otak untuk mencipta kehangatan. Senyum lemah terbit di sudut bibir gadis berkumis tipis ini. Hendra yang sibuk memberikan instruksi rute kemudi pada Vina tak dapat menahan sedih tatkala mendapati mata putrinya membuka perlahan.

"Nesh...." Bibir Hendra masih gemetar, hasil paduan kepanikan akut serta khawatir berlebih ditambah rasa bersalah, juga lega karena Anesh masih terjaga.

"Papa bilang, Anesh nggak boleh nemuin Papa kalau belum ngerasa salah. Anesh nurut, Pa." Suara sangat lirih dan terbata keluar dari bibir pucat Anesh, membuat Hendra makin tertekan.

Tapi Anesh nggak salah, Pa, tambah Anesh dalam hati.

"Anesh mau mati aja, biar Papa nggak kecewa sama Anesh." Mata Anesh memejam, sebulir air lalu muncul dari ujungnya, mengaliri pelipis, bermuara ke telinga. Desiran tak nyaman kembali menyapa hati gadis ini. Rasa perih fisik seakan tak berarti bila disandingkan dengan terlukanya hati. Anesh tidak kuat menerima kenyataan bahwa sang Papa diliputi perasaan kecewa karena kelakuannya.

Hendra menggeleng pelan lalu membenamkan tubuh putrinya lebih dalam ke pelukan. Lidahnya kelu, seakan tak bisa memproduksi kata-kata. Hati Hendra hancur sehancur-hancurnya. Rasa kecewa yang teramat dalam terlibas oleh rasa bersalah atas keputusan bodoh putrinya. Anesh melakukan itu karena Hendra terlalu keras memberinya pelajaran. Perubahan sikap yang ekstrim membuat Anesh terjun bebas ke titik terendah dalam hidupnya.

Dalam diam tapi penuh kepanikan, Vina yang sedang sibuk dengan kemudi ikut teriris hatinya. Ia tak menyangka bahwa luka anak tirinya sebegini dalam dan membawa kefatalan. Ingin rasanya mengakhiri semua tapi ia juga tak siap dengan konsekuensi terburuk yang mungkin menimpa. Vina terlalu menyayangi Hendra.

(im)Perfect Stuntman (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang