23. Perfect Man

2.3K 235 85
                                    

Sempurna.

Satu kata yang muncul di otak Anesh ketika sosok Rendra menyapa pikiran. Tampan dan mapan. Sudah tidak dapat dimungkiri lagi dua hal itu ada pada Rendra. Bisa jadi dua kriteria utama itu dipakai seorang wanita untuk menjatuhkan hati pada lelaki. Mungkin juga sama dengan apa yang telah diputuskan Anesh. Ia tak sekedar nge-fans pada sosok Rendra, tapi sudah jatuh dan tenggelam dalam pesona guru kecenya ini.

Walau Anesh tahu pasti, sepertinya terlalu mustahil jika berharap bahwa Rendra akan membalas rasa di hatinya, usia mereka terpaut hampir sebelas tahun. Rendra adalah orang yang baik. Sikap lelaki ini pada semua orang pasti baik, termasuk pada Anesh. Pun militansi akan perjuangan hak Anesh yang ditunjukkan, gadis ini pikir hanya sebuah bentuk tanggung jawab. Ah, kriteria ini merobohkan satu lagi pilar di hati Anesh. Bertanggung jawab.

Kalau ada murid lain yang bernasib sama seperti dirinya, pasti Rendra akan melakukan hal serupa. Artinya, Anesh hanya seorang gadis biasa di mata Rendra, tidak ada yang spesial, sama seperti Salma, Sisil, Jeff, dan murid-muridnya yang lain. Terkadang Anesh bersyukur, bisa diberi kesempatan untuk mengenal sosok Rendra. Apa lagi bukan hanya sebagai Anesh, melainkan juga sebagai Acid.

Bimbang menyiksa ketika Anesh mengingat kata-kata manis Rendra, walau kadang kurang sinkron dengan gestur dan ekspresinya. Sedangkan Anesh tahu tidak semua murid bisa seberuntung dirinya. Gadis manis berkumis tipis ini tambah bingung memutuskan, akan bersikap seperti apa atas perasaannya. Mengingat hubungan Rendra dengan sang Papa juga sudah sangat baik. Tidak semua lelaki bisa seberuntung Rendra jika dilihat dari sisi ini.

Tetaplah berperilaku baik, maka kamu tidak akan merugi.

Kalimat Rendra itu selalu terngiang di telinga Anesh. Maka tak heran kalau selama ini Narendra memiliki track record yang baik di sekolah. Prinsip hidup yang pantas diacungi dua belas jempol. Hal selanjutnya yang membuat kebimbangan Anesh makin menjadi. Rendra baik pada semua makhluk hidup di bumi karena memang itulah pedomannya.

"Jadi kapan kamu mau cerita sama kita berdua, Nesh? Aku udah belain bolos kelas nari di keraton, lho, demi nengokin kamu." Lamunan Anesh buyar oleh suara dari bibir Salma yang mengerucut sebal. Sore ini sepulang sekolah—setelah mendapat informasi dari Rendra—Salma dan Sisil menengok Anesh di rumah sakit. Karena setahu mereka berdua, Anesh masih diskors dan tidak boleh ditemui oleh siapa pun di rumah.

"Tauk, tuh. What hapenned, sih, Nesh? Aku curious banget, nih. Nanya Pare nggak ada jawaban, nanya Jeff sama aja." Sisil ikut menimpali sembari sibuk menata kembali poni lempar yang berantakan karena angin saat perjalanan ke sini.

Anesh menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Hatinya masih porak-poranda karena kejadian bertubi sebelum dan sesudah ia masuk rumah sakit. Kehadiran Salma dan Sisil, seperti yang Rendra harapkan, seharusnya bisa menjadi suntikan semangat. Namun, dalam realita malah jadi momok yang memaksa Anesh menguliti kenangan buruk hidupnya.

Anesh memang pernah berjanji pada diri sendiri, akan menceritakan semua kepahitan yang dialami pada Salma dan Sisil. Bagaimana pun mereka berdua berhak mendapatkannya, tapi tidak sekarang, waktunya belum tepat. Anesh ingin semua selesai terlebih dahulu.

Dalam hatinya juga sangat sedih karena keputusan DO dari sekolah kemungkinan tidak bisa dibatalkan. Artinya kemungkinan untuk berpisah dengan Salma dan Sisil pun sama besarnya. Anesh sudah telanjur sayang dengan sahabat-sahabatnya.

"Maaf, ya, Salma, Sisil, aku belum bisa cerita sekarang. Nanti kalau udah pas waktunya, pasti bakal kuceritain sama kalian." Wajah sendu Anesh mewakili kegamangan yang masih tersisa. Ingatannya pun kembali melayang di sore ketika ia menangis tersedu di punggung Rendra.

(im)Perfect Stuntman (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang