chimon berjalan ke arah apotik untuk memberikan catatan persediaan obat yang dibutuhkan bagian anak. ketika sebuah foto meluncur keluar dari amplop dan berhenti tepat di depannya. untunglah dia belum sempat menginjaknya.
meski tidak begitu paham, tapi pengalaman chimon sering berkeliaran di rumah sakit dan kadang menganggu beberapa dokter kenalan nya saat melihat file pasien membuat chimon bisa mengenali ada yang salah pada hasil foto yang diambilnya dari lantai.
"f***!!!!!!!!"
chimon mendongak saat mendengar suara teriakan dari suara yang dikenalnya dan melihat pluem merosot turun sebelum akhirnya hanya duduk diam di lantai dengan pandangan kosong. perlahan chimon melangkah mendekati seniornya itu. chimon mengenali ekspresi putus asa yang tergambar jelas pada wajah pluem, dia sudah sering melihatnya pada wajah wajah pasien yang divonis dengan harapan tipis oleh dokter.
"kak?"
chimon berjongkok di depan pluem, melambaikan tangannya di depan wajah pluem untuk memastikan pluem menyadari keberadaannya atau tidak.
"kak pluem?"
tidak mendapat reaksi apapun, chimon mengedarkan pandangan di sekitarnya, menemukan amplop dengan nama pluem tertera di sana dan hp milik pluem yang terlempar agak jauh. chimon mengambil amolop dan memasukkan foto yang masih di pegangnya ke dalam amplop, kemudian berjalan untuk mengambil hp pluem
chimon bisa membaca pesan dari fiat yang masih tertera di notifikasi layar. menghela nafas karena tidak tahu harus bagaimana menanggapi situasi dimana dia berada saat ini. dia tidak tahu apa yang membuat pluem seperti sekarang, pesan dari fiat atau foto dalam amplop.
"sudah kuduga, jadi orang baik itu banyak ruginya" guman chimon pelan. seharusnya tadi dia tidak usah menawarkan diri untuk memberikan catatan ke bagian apotik.
berjalan kembali ke arah pluem, chimon akhirnya memilih duduk di samping seniornya itu. yang kemudian kembali di sesalinya saat merasakan berat di bahunya. samar samar chimon bisa mendengar pluem yang berusaha menahan tangisnya karena kaos yang di pakainya terasa basah.
tanpa tahu harus bagaimana, chimon hanya bisa diam dan meminjamkan bahunya pada salah satu senior yang cukup di segani di kampus karena wibawanya itu. merasa jika di balik ketenangan yang ditunjukkan pluem selama ini hanyalah sebuah usaha untuk menyembunyikan sosok yang sebaliknya.
🏸🏸🏸
pluem merutuki dirinya sendiri yang terpuruk saat di rumah sakit, terlebih saat chimon melihatnya. jika chimon bicara maka habislah wibawanya di kampus. suara fiat yang separuh marah separuh bercerita padanya mengenai oaujun hanya menjadi angin lalu di telinga pluem.
"heh, daritadi dengerin orang ngomong nggak sih?!" tegur fiat
"nggak" sahut pluem reflek yang segera mendapat pukulan di kepala "heh, kamu bisa jadian sama kak oaujun berkat siapa, bukannya terima kasih malah mukul" seru pluem tidak terima
"iya, makasih" kata fiat malas "kalau bukan karena doronganmu aku nggak bakalan berani"
"kalau nggak niat bilang makasih nggak usah sekalian"
"kamu kenapa sih, sensi amat" fiat mengerutkan kening mendengar nada kalimat pluem
sepanjang mengenal pluem, tidak pernah ada kamusnya anak itu marah. saat kesal pun, pluem hanya akan diam dan tersenyum, yang mana justru terlihat sangat menakutkan. karenanya fiat tidak tahu apa yang menyebabkan sahabatnya itu mengeluarkan nada ketus.
"nggak apa apa, sorry" kata pluem setelah menghela nafas "terus gimana tadi kalian jadinya?"
"daripada itu, giliranmu" fiat menggelengkan kepala, menolak untuk bercerita ulang
KAMU SEDANG MEMBACA
square
Fanfictionpluem have a crush on his bestfriend who already like someone else. Knowing how hard it's feel, as a good friend, he decided to buried his feelings and help his friends to pursue his love. another au short story with pluem.