PROLOG

531 41 22
                                    

"Aku mencintaimu, Kan."

Satu tanganku segera meraih tengkuk Linkan, membenamkan jemari pada pangkal rambut ikal chesnut brown sepundaknya, lalu menghirup dalam-dalam jejak Bvlgari Omnia Shappire yang menguar dari tubuh langsing berjarak sejengkal dari tubuhku. Tanganku yang lain memegang lembut bahu kakunya yang tertutup t-shirt pressed body setengah basah oleh keringat. Aku merasakan napas tertahan Linkan saat jariku pertama kali menyentuh kulit lembap lehernya.

"Ga."

Mata Linkan menatapku lekat. Jarak yang semakin memendek membuatku melihat dengan jelas refleksi wajahku di manik gelap bola matanya. Selain merasakan aura Linkan yang memanas, aku juga merasakan detak jantungku semakin berdebum.

"This is so wrong," Linkan berbisik lirih.

"There's nothing wrong if related to you."

Pelan-pelan bibirku membuka. Otakku memerintah untuk terus menunduk mendekati bibir Linkan.

"Bernapas, Kan," aku mengingatkan. "Aku tidak akan mundur."

Sedetik kemudian bibirku sudah menempel pada ujung bibir Linkan. Saat merasakan tak ada sedikit pun penolakan dari pemilik bibir manis itu, aku makin menjelajah jauh. Bibirku merangsek ke tengah bidang lengkung yang terbuka seperti telah bersiap untuk menyambut. Lidahku semakin aktif menginvasi seluk kenyal dan lembap bibir Linkan, menuntut agar pemilik bibir lembut itu melakukan hal sama sepertiku.

Jiwaku seperti melayang ketika Linkan akhirnya membalas tanpa ragu. Kedua tanganku meraup lembut wajahnya, membawa kepala mungil Linkan agar semakin menempel ke wajahku. Linkan berjinjit untuk mempermudah akses. Tangannya otomatis mengalungi leherku, mencoba bertumpu penuh pada tubuhku. Seperti ingin menyalurkan segala gemuruh dalam dadanya.

Selalu tidak ada yang biasa jika sudah berkaitan dengan Linkan, batinku tak hendak mengeluh. She's always be an anomaly. My sweet anomaly.

"Kamu manis, Kan." Aku menarik napas di sela ciuman. Aku tidak mau berhenti. Batinku melarang untuk berhenti.

Linkan tak menjawab. Napasnya terengah. Matanya menutup sempurna. Ia seolah ingin merasai sepenuh jiwa ciuman membakarku yang mungkin tidak akan pernah dicicipinya lagi. Esok, lusa, atau kapan pun itu.

"I love you too, Ga," balas Linkan lirih.

Ucapan Linkan membuatku makin semangat mengecupi bibirnya, memagut lembut, menggigit pelan, mengulum sepenuh hati hingga panas terasa menggelenyar di sekujur tubuhku. Telingaku seperti ditulikan, tak ingin mendengar samar gemertak hujan yang mulai berirama. Linkan tampaknya juga tak peduli. Ia dengan lincah mengimbangi manuver yang kulontarkan. Ah, good girl.

Aku segera tersadar saat bau semerbak tanah basah yang selalu kusukai menusuk indra penciuman. Jiwaku mulai menapak kembali ke bumi. Kabut nafsu yang melingkupi perlahan mulai luruh. Dengan enggan aku mengambil jarak. Selintas kurasakan gerakan Linkan sedikit memprotes. Bibirnya sedikit bengkak.

Bodoh! Aku menyumpah dalam hati. Mataku mengerjap cepat. Tampaknya akal sehat sudah bersemayam kembali ke tempatnya. Aku sudah melewati batas dengan mengobrak-abrik basis pertama pertahanan Linkan. Bibirku mencoba bergerak, tapi kali ini tanpa mencari lawan. Aku hanya ingin Linkan tahu. "Jadi milikku, Kan. Sepenuhnya."

Seketika badan Linkan menegang. Matanya mengerjap cepat. Secepat kedua tangannya yang kembali memelukku erat. Tanpa ragu ia menempelkan kepalanya ke dadaku yang sudah lembap oleh keringat. Isakan perlahan keluar dari bibir yang barusan kupagut kuat. Aku tersentak saat merasakan kaus yang kukenakan semakin basah.

"Aku takut."

"Hei." Aku menghapus cairan bening yang sudah menganak sungai di pipi Linkan. "Jangan menangis. Aku tak sanggup mendengarnya."

Linkan tak menjawab. Pipi kanannya mengimpit rapat dadaku. Aku membiarkan Linkan sampai isakannya mereda.

"Jangan pergi, Ga!"

Hatiku menghangat. Secercah harapan mulai membayang di pelupuk.

"Kamu yakin?" Kutajamkan telinga berharap Linkan segera mengiakan, "Aku tak akan pergi. Jika kamu mau melepaskan dia."

Linkan masih saja tak bersuara. Hanya curahan hujan bagai ditumpahkan dari langit yang riuh terdengar. Aku masih setia menunggu Linkan bersuara. Namun, sepotong kata pun tak kunjung terucap dari bibirnya. Hingga aku yakin hati perempuan itu masih saja meragu.

Geraman kesal terlepas dari bibirku. Jadi begini akhir cerita kami? Seketika egoku terasa perih. Sial! Ingin rasanya aku menendang gunung, merutuki nasib yang tidak berpihak kepadaku. "Seandainya aku bisa memutar waktu, dan bertemu denganmu sebelum Bangsat itu menyelipkan cincin sialan di jari manismu, Kan."

_______________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_______________________________

Hallo, ketemu lagiiii .... gimana udah gerah belum? Wakakaka...
Sekarang giliran Babang Nagata is in da'house

Ohiya, buat readers yang mau lanjutin cerita Babang Nagata sila baca Hanami di Sumida dulu yaaa.... ada di work-ku satu lagi. Biar lebih nendang dan semangat lanjutinnya.

Satu lagi, update nggak bisa tiap hari nih ... dunia nyata sedang perlu perhatian lebih soalnya. Tapi jangan khawatir, targetnya seminggu sekali, kok. Semoga eike mampu. Semangka!

Biar lebih semangat, dinanti selalu banjir vote dan comment-nya yaaa... Maturtengkyuuu

Happy reading, gaes!

Salam ketjup mesra dari Babang Nagata❤,
A
21.08.2019
____________________________

Sweet Anomaly [ON GOING] - Seri: Love Will Find a Way (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang