Forgive the mistakes
Remember the lesson-*-
Aku melirik Linkan di sebelahku. Pandangannya dibuang ke luar jendela bis menuju Tempozan Harbor Village yang kami tumpangi. Syal yang mengalungi lehernya diurai longgar. Badannya terlihat sedikit rileks setelah masuk dan duduk di dalam bis yang hangat. Menjelang musim semi seperti sekarang, suhu di luar sedikit dingin untuk orang yang belum terbiasa seperti Linkan. Meski sebenarnya sudah tidak terlalu dingin dibandingkan bulan lalu.
"Kan," panggilku pelan.
Sejak meninggalkan hotel tadi, Linkan tak juga bersuara. Dia juga tidak bertanya kemana aku akan mengajaknya pergi. Saat aku menjelaskan dengan singkat bahwa kami akan menuju pelabuhan, Linkan hanya mengangkat bahu tak peduli. Wajahnya tidak menampilkan raut marah, namun bibirnya terkunci rapat. Ia dengan patuh menjejeri langkahku menuju halte di seberang blok dalam diam. Aku sengaja mengajaknya naik bis, karena menurutku suasananya lebih tenang selama berbincang. Cukup sekali naik, langsung turun di tujuan. Berbeda jika kami menggunakan kereta. Memang lebih cepat, tapi harus ganti dua kali. Belum lagi kalau kereta penuh dan tidak mendapat tempat duduk. Aku malas kalau harus berdiri berdesakan dengan penumpang lain. Keburu Linkan semakin ilfil berada di di dekatku dan momen untuk menjernihkan kesalah pahaman di antara kami akan menguap hilang.
Linkan tak menjawab. Badannya sedikit miring menghadap jendela. Terlihat jelas jika ia enggan menatapku dan serius mengamati pemandangan di luar bis. Seakan suasana sekitar halte tempat kami menunggu tadi lebih menarik dibandingkan dengan wajahku.
Aku menarik napas panjang. Sampai kapanpun Linkan jelas tidak bakal mau membuka mulut, jadi kemungkinan aku yang akan lebih banyak bicara. Lagipula aku tidak ingin terus berdebat dengannya, maka aku harus mengalah dan membuatnya merasa nyaman bersamaku.
"Maafkan aku," ujarku membuka percakapan.
Badan Linkan sedikit menegang. Sepertinya ia sama sekali tak menyangka kalimat pembuka pembicaraan serius kami adalah permohonan maaf dariku. Seketika badannya berpaling. Hidung mungilnya bergerak mengembang kempis. Dalam hati aku bersyukur melihat reaksinya. Dengan semangat, aku melanjutkan, menumpahkan segala ganjalan agar otakku tidak kram lagi. "Maafkan aku yang tiba-tiba menghilang dari hidupmu. Maafkan aku yang tidak sabar menunggumu. Maafkan aku yang pengecut. Maafkan aku yang brengsek dan tidak tahu diri. Maafkan aku sudah menyakitimu."
Linkan masih termangu tidak menjawab. Warna pipi dan cuping hidungnya telah kembali normal setelah memerah terkena udara dingin selama sepuluh menit berdiri menunggu di halte. Dadaku menderu, seakan ikut berpacu seiring dengan bis yang mulai melaju merambah jalanan meninggalkan deretan gedung-gedung tinggi menuju ke Selatan kota.
"Aku tahu kamu pasti membenciku. Dan lebih parahnya, kamu menganggap kalau aku sengaja mempermainkanmu, lalu meninggalkanmu saat-,"
"Dan itu benar," sergah Linkan tak sabar menungguku menyelesaikan kalimat. Embun pagi yang sempat singgah seketika lenyap dari wajahnya, berganti dengan riak-riak mendung yang mulai bergayutan. "Kamu mempermainkanku, Ga. Aku-"
"Tidak." Ganti aku menyela Linkan. Dengan tegas aku menggeleng tak setuju. "Tidak pernah sedikitpun terlintas dalam pikiranku untuk mempermainkanmu. Aku begitu mencintaimu sampai rasanya sakit karena tidak bisa memilikimu."
Linkan langsung terdiam.
"Aku memang salah," ujarku. "Harusnya aku tidak terpikat denganmu, alih-alih menganggapmu sebagai sahabat. Harusnya aku menjauhimu saja meski hatiku jelas-jelas tidak akan setuju. Atau harusnya dari awal kita tidak pernah bertemu saja? Agar kita berhenti saling menyakiti dan tidak harus merasakan perih?" tanyaku terus mencerocos. Bis yang kami naiki tidak terlalu penuh, beberapa kursi di depan kami masih kosong. Aku masih leluasa berbincang tanpa takut mengganggu orang-orang di sekitar tempat duduk. Hari belum terlalu siang, jarum pendek jam di tanganku belum mencapai angka sepuluh. Orang-orang pasti masih beraktifitas domestik di dalam rumah masing-masing. Namun aku yakin sebentar lagi mereka akan mulai memenuhi berbagai moda transportasi publik untuk menghabiskan akhir pekan menuju seluruh penjuru Osaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Anomaly [ON GOING] - Seri: Love Will Find a Way (2)
RomanceNagata memilih pergi sambil meniupi egonya yang terluka. Meski tak mudah, setidaknya jauh membuat Nagata semakin memahami jika ia tak boleh menyerah pada garis hidup. Nagata berusaha mencari cinta lain. Yang sama sekali berbeda dari cinta milik Lin...