Sekeras-kerasnya batu bila tertimpa hujan terus menerus akan retak juga, apalagi hati
-*-
Sewaktu masih mengerjakan proyek di Arkatama Building, pernah suatu hari aku menemani Linkan menyelesaikan kerjaan sampai malam. Ia harus menyiapkan keperluan Om Ghani sebelum pergi ke Eropa dan pekerjaan yang di-handle selama bosnya itu tidak berada di Jakarta. Padahal seminggu sebelumnya kami sudah janjian ingin mencoba kafe baru di jalan Ampera sepulang kerja. Namun ternyata Linkan masih harus lembur karena besok sore Om Ghani sudah berangkat menuju London.
Ternyata kalau sudah berkaitan dengan Om Ghani, Linkan jadi super perfeksionis. Ia ingin memastikan semua sudah lengkap tanpa ada satupun yang terlewat. Akhirnya aku menunggu Linkan sambil ikut menyelesaikan pekerjaan di ruang sekretaris daripada kembali lagi ke ruang IT. Aku mengingat jelas saat itu Linkan sempat menyelutuk ketika kami meninggalkan ruangannya hampir jam sebelas malam.
"Suatu hari aku pengen ke London seperti Bapak, Ga," ujarnya sambil menguap. Janji makan malam terpaksa batal karena Linkan terlihat jelas sudah kelelahan. Untung naga-naga di perut sudah kujelali martabak manis berduet dengan martabak telur via pesan daring sembari menunggu Linkan.
"Mo ikut ngurusin kerjaan seperti Om Ghani?"
Bibirnya mencuat maju, "Ish! Ya nggak, lah! Aku pengen traveling mengelilingi London. Pengen ngerasain naik bus tingkat warna merah, mengunjungi Big Ben, Istana Buckingham. Terutama banget, aku pengen nyobain London Eye."
"Bianglala?"
Linkan mengangguk bersemangat. Mata ngantuknya seketika berpijar seperti lampu halogen. "Iya. Pasti seru sekali, Ga."
"Emang nggak takut?"
Linkan menggeleng sambil tertawa kecil. "Nggak. Waktu kecil aku suka naik Bianglala setiap kali ke Ancol. Bagiku bisa melihat pemandangan sekitar dari putaran tiga ratus enam puluh derajat sungguh menyenangkan. Kini, naik kincir ria seakan mengingatkanku kalau hidup seperti perputaran roda kincir, kadang di bawah, kadang di atas. Ia akan terus berputar entah kita sedang tertawa bahagia atau menangis sedih. Semua tergantung bagaimana kita memaknai perputaran tersebut," jelas Linkan.
"Di Marina Bay juga ada, kan?" alisku berkerut mengingat. "Kalau nggak salah itu termasuk salah satu kincir ria tertinggi di dunia."
Linkan tersenyum lebar mengiyakan. Matanya sekarang tidak tampak mengantuk lagi begitu membicarakan kincir ria raksasa. "Aku udah pernah naik Singapore Flyer. Seru banget, Ga. Makanya aku pengen lagi naik kincir ria raksasa lain, salah satunya yang ada di London itu."
"Kalau gitu sebagai pemanasan sebelum ke London Eye, besok-besok aku ajak kamu naik kincir mini portable yang sering lewat di perumahan kalau sore itu lho, Kan," ucapku berusaha terdengar memberikan dukungan.
Linkan langsung melotot sewot. Mata halogennya seketika menyipit. "Kamu pikir aku anak-anak, setua ini masih naik odong-odong?!"
Percakapan dengan Linkan tentang kincir ria terngiang setiap kali aku menatap Daikanransha di Odaiba, Tokyo. Meski tidak setinggi London Eye, kincir itu termasuk ketiga tertinggi di Jepang. Begitu pula yang ada di depan kami saat ini. Tempozan Ferris Wheel hanya 2,5 meter lebih pendek dibanding dengan Daikanransha. Namun tetap lebih tinggi dibandingkan dengan HEP Five di pusat kota Osaka. Hari ini aku sengaja mengajak Linkan melipir ke pinggiran kota, untuk mewujudkan keinginannya menaiki salah satu ferris wheel tertinggi di dunia.
"Ini memang bukan London Eye, Kan," aku berkata memecah kebisuan karena Linkan masih juga terlongong takjub menatap bangunan jentera yang menjulang gagah di atas kami. Tubuhnya beberapa saat lalu membeku tak bergerak ketika menapak trotoar depan halte. Aku sampai harus menarik tas yang ditentengnya agar mengikutiku menjauhi pintu bis karena menghalangi penumpang lain yang hendak turun. "Aku tidak tahu apakah kamu sudah mengunjungi London seperti yang dulu pernah kamu idamkan. Tapi ini juga bukan odong-odong. Di sini, kamu bisa memandangi pemandangan sekitar dari perspektif tiga ratus enam puluh derajat sepuasnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Anomaly [ON GOING] - Seri: Love Will Find a Way (2)
RomanceNagata memilih pergi sambil meniupi egonya yang terluka. Meski tak mudah, setidaknya jauh membuat Nagata semakin memahami jika ia tak boleh menyerah pada garis hidup. Nagata berusaha mencari cinta lain. Yang sama sekali berbeda dari cinta milik Lin...