7. Rewind (2)

195 25 5
                                    

Kadang cinta menyergap tak terduga
saat simpati kerap datang menghampiri
-arundra-

Remember the old time ....

"Psst ... Bang!" bisik Khawla menyenggol sikuku pelan, "Ada yang cakep tuh!"

"Mana?" aku menoleh ke belakang mengikuti arah pandangan mata Khawla. Resto di dalam hotel daerah bundaran HI yang menjadi tempat kami sekeluarga makan malam lebih penuh dari biasa. Hanya ada beberapa meja yang kosong dari sekitar 40 meja yang tersedia.

"Arah jam sepuluh gue. Sendirian aja dari tadi mainin ponsel." Khawla menunjuk selintas menggunakan dagu ke pojok ruangan dekat jendela besar yang mengarah ke taman. Sedangkan Mami dan Papi masih terlibat perbincangan sambil menikmati sup asparagus kepiting sebagai hidangan pembuka. "Yang pakai baju pink."

"Aya naon(1), Dek?" Mami ikut penasaran melihat kami berdua tiba-tiba terdiam mengacuhkannya.

"Enggak, Mi. Nggak ada apa-apa," ujar Khawla mengangkat bahu. "Khawla cuma penasaran. Cewek di pojokan sebelah kiri itu dari tadi cuma duduk anteng. Kalau Khawla perhatiin belum wara-wiri sedikit pun nyicipin hidangan buffet di sini."

Aku menyipitkan mata mencoba memperjelas sosok gadis yang dimaksud Khawla. Ia tampak serius memandang ponsel di genggaman. Wajahnya tak sedikit pun terangkat untuk turut menikmati hidangan ataupun suasana resto berdesain rustic barn ini. Tunggu! Sepertinya aku tidak asing dengannya.

Linkan. What a small world!

"Kayaknya dia udah ada waktu kita masuk tadi, deh," tambah Khawla lagi. "Tapi ya gitu, diem aja di mejanya. Nggak heboh kayak kita atau orang lain yang langsung menyerbu makanan."

"Mungkin nungguin temennya?" sahut Papi sambil mulai menyuap potongan sirloin steak yang dipilih beliau sebagai hidangan utama.

"Tapi kasihan gitu, Pi. Cuma dia sendiri yang sorangan bae(2). Beda banget dengan sekelilingnya," ujar Khawla.

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan resto. Benar kata Khawla, kehadiran Linkan sangat kontras dengan suasana saat ini. Semua tamu terlihat duduk berkelompok menikmati hidangan buffet yang tersedia. Minimal dari mereka berpasangan dua orang. Hanya Linkan yang terlihat duduk sendiri di pojok. Terlihat kesepian dan gelisah. Sesekali Linkan menoleh ke arah pintu masuk. Saat tidak menemukan yang dicari, ia kembali menunduk menekuni ponselnya. Sepertinya ia sedang menunggu seseorang yang tidak kunjung tiba.

Aku segera menatap Papi dan Mami bergantian. "Eh, Abang ijin ngajak temen buat gabung, bolehkah?"

"Hmm, siapa?" tanya Mami menatapku heran. Beliau juga mulai menikmati hidangan di piringnya. "Emang Abang ada janjian dengan temennya di sini?"

"Kayaknya Abang kenal dengan gadis yang dimaksud Khawla. Kalau dia mau, Abang akan ajak gabung dengan kita di sini, ya Mi?" pintaku sekali lagi dengan ragu. Bagaimanapun juga, makan malam ini merupakan acara rutin setiap minggu yang khusus diagendakan agar kami bisa berkumpul dalam formasi lengkap. Di tengah kesibukan Papi yang padat, juga Mami dengan kegiatannya yang tak henti, atau aku dengan segala tenggat pekerjaan yang harus diselesaikan, menyebabkan kami berempat jarang berkumpul dalam satu frame. Apalagi sejak aku memutuskan tinggal sendiri di apartemen dekat kantor, kuantitas pertemuan kami semakin berkurang. Papi kemudian membuat peraturan supaya kami menyisihkan waktu minimal sekali seminggu untuk menikmati makan malam berempat agar bisa saling bertukar kabar.

Papi dan Mami tersenyum sambil menggeleng bersamaan.

"Nggak apa-apa, Bang. Ajak ke sini aja kalau mau," putus Mami cepat. "Kita lagi santai ini. Kasihan temennya kalau sendirian gitu."

Sweet Anomaly [ON GOING] - Seri: Love Will Find a Way (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang