Segera setelah ucapan itu terlontar dari mulut Linkan, tanpa ragu aku membimbingnya menuju gedung Kaiyukan Aquarium di sebelah Bianglala. Salah satu akuarium terkenal di Jepang—selain Hakeijiema Sea Paradise di Yokohama dan Shinagawa Aquarium—itu sudah ramai, tapi untungnya tidak terlalu berdesakan. Pengunjung masih bisa berjalan menikmati keindahan akuarium dengan nyaman.
Aku mengikuti Linkan berjalan dengan semangat melewati tangki-tangki kaca berukuran jumbo habitat hiu paus raksasa, lumba-lumba, manta, pinguin, ubur-ubur, dan ribuan spesies ikan dan hewan laut lainnya. Kaiyukan Aquarium semacam Sea World Ancol di Jakarta, tapi gedungnya lebih besar dan canggih, koleksi spesies lautnya lebih beragam, dan wahana interaktif yang tersedia juga lebih lengkap.
Linkan tak henti-hentinya memekik kegirangan seperti anak kecil. Terutama saat melewati terowongan panjang menembus dasar akuarium super besar berisi ribuan ikan dan biota laut yang hilir mudik di atas kami. Serasa berjalan di dasar lautan.
Aku menatap lekat-lekat tampilan Linkan melalui layar kamera di tanganku. Ia tentu saja heboh minta difoto dalam berbagai pose dan latar belakang. Rautnya cerah tanpa beban. Aku merasakan segunung syukur berkejaran menyusup rongga dada. Langkahku meminta maaf terlebih dulu membuat hubungan kami berubah seratus delapan puluh derajat. Tak ada lagi canggung yang membuat suasana kaku. Aku dan Linkan selayak sahabat karib yang sudah lama tak bersua. Tawa Linkan berderai setiap kali aku mencandainya. Kami menikmati keindahan akuarium sembari bergurau sepanjang waktu. Seakan ingin mengganti waktu perpisahan empat tahun yang telah berlalu.
Selepas dari Kaiyukan, Linkan masih antusias ingin tahu seluk tempat yang bisa dikunjungi di sekitaran Tempozan Harbour Village daripada makan siang lebih dulu. Aku mengalah, lalu mengajaknya ke dermaga. Dari anjungan dengan angin yang bertiup kencang, terlihat kesibukan pelabuhan dengan ratusan kapal hilir mudik. Termasuk Santa Maria Cruise yang dibuka untuk wisata dan mempunyai rute berlayar selama lima puluh menit mengelilingi teluk Osaka.
Kami tak lama berada di dermaga karena naga-naga di perutku sudah hampir lemas kelaparan. Tanpa banyak debat, Linkan mengangguk patuh tatkala aku mengajaknya makan siang yang terlambat di Tempozan Market Place. Untungnya tempat makan yang ramai gila itu masih berada di lokasi yang sama dengan kincir ria dan akuarium. Cukup sepuluh menit berjalan kaki menuju pusat perbelanjaan terlengkap di daerah pelabuhan itu.
-*-
"Kamu sejak kapan pakai hijab?" tanyaku mulai menginterogasi Linkan saat menunggu pesanan kami terhidang. Rasa penasaran yang bercokol dalam benak mengenai perubahan drastis dalam penampilannya membuatku ingin mengorek lebih jauh.
Malam ini, kami duduk berdampingan di meja bar kedai ramen halal di Dotonbori. Mengamati koki di depan kami yang sibuk berjibaku mengolah makanan di tengah kepungan uap panas air rebusan ramen dan desisan gorengan di wajan. Aroma gurih dan lezat otomatis menguasai indera penciuman saat kami memasuki kedai sempit dengan desain kayu khas kedai Jepang lima menit yang lalu.
"Hmmm ..." Linkan berdeham tak segera menjawab. Ia masih asyik mengamati hasil jepretan kamera berwarna kayu di tangannya sambil sesekali terpekik lirih saat menemukan foto yang dirasa bagus. Di bawah kaki kursi tinggi yang kami duduki tergeletak rapi berkantong-kantong paper bag-nya yang tadi kubantu bawakan.
Aku meringis menyadari Linkan masih tergolong makhluk setipe Khawla dan Mami, yang tidak tahan melihat barang bagus terpampang di etalase toko. Apalagi barang-barang macam pakaian dan suvenir yang dijual di Dotonbori tergolong murah untuk ukuran Jepang.
Aku sengaja mengajaknya menghabiskan malam di tengah kota setelah sesiangan menjelajahi pinggiran Osaka. Kedai aneka penganan khas Jepang yang terkenal oishi(1) di Dotonbori seperti takoyaki(2), taiyaki(3), sampai tamagoyaki(4) tak lupa kami datangi. Untungnya pemerintah Jepang sekarang sudah aware pada wisatawan muslim yang mengunjungi negaranya. Mereka menyediakan secara daring buklet panduan wisata halal di seantero negeri. Dengan begitu, wisatawan muslim tidak perlu was-was sedikitpun berwisata kuliner di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Anomaly [ON GOING] - Seri: Love Will Find a Way (2)
RomanceNagata memilih pergi sambil meniupi egonya yang terluka. Meski tak mudah, setidaknya jauh membuat Nagata semakin memahami jika ia tak boleh menyerah pada garis hidup. Nagata berusaha mencari cinta lain. Yang sama sekali berbeda dari cinta milik Lin...