Nadi dan jantungku sepakat untuk mencintaimu. Jiwa yang akan jatuh cinta padamu di setiap detik, menit, jam, hari, bulan, dan tahunnya.
Tapi, ada satu hal yang aku lupa. Ya, hanya satu hal saja. Aku melupakan kenyataan bahwa jatuh itu pasti sakit 'kan? Dan itu yang kurasa, benar-benar rasa itu.
Rasa sakit mencintaimu.Mengapa tidak menyerah saja? Bahkan jika ada jalan keluar bagiku untuk meninggalkan rasa ini, aku tidak menginginkannya. Karena apa? Tepat sekali, kini aku menikmati semua hal mengenai kau di setiap detik demi detik yang ku punya.
[][][]
Matahari telah kembali menemani birunya langit hari itu, menampakkan jingga, cahayanya. Terdengar sahutan burung yang bernyanyi riuh, pohon rindang turut bergoyang bersama angin yang membelai lembut daun-daun di tubuhnya, warna-warni bunga yang merekah mulai menarik perhatian, merayu makhluk bersayap itu untuk hinggap walau hanya sejenak, sungguh sapaan alam yang begitu indah.
Sinar sang mentari memaksa masuk tanpa seizin pemilik rumah itu, menyelinap melalui celah di antara tirai yang menjuntai panjang, memantulkan cahaya terangnya untuk membangunkan sosok yang masih tergeletak di atas ranjang empuk nan lembut bak sutra tersebut.
Surya mengeluh pada penciptanya saat ia tiba di ufuk timur, mengapa begitu sulit baginya membangunkan manusia? Andaikan mereka semua seekor ayam, maka tidak akan terasa berat lagi tugasku ini. Begitu kira-kira ratapan surya pada-Ku.
Tring.... tring...
Jam weker itu sudah berteriak sejak tadi, suara bising yang memekakkan telinga bagi setiap orang yang mendengarnya, kecuali gadis itu. Entah kapan ia akan sadar dari tidur panjangnya.
Evaza berlari menaiki anak tangga, langkah kaki itu menuntunnya ke kamar bernuansa pink milik ratu tidur di rumah ini, nampak geram mendengar jam yang sedari tadi berbunyi hingga terdengar sampai lantai bawah kediaman keluarga Handoko.
"Kayla! Bangun Dek, ini udah siang!" Ucap Nyonya Handoko terdengar pelan namun penuh penekanan. Ia mengoyang-goyangkan tubuh perempuan itu, membujuknya untuk menyudahi mimpi yang berada di bawah alam sadar dan konon indah tersebut.
"5 menit lagi Ma, ini kan hari libur." Kalimat yang sama persis seperti yang Evaza dengar dua jam lalu. Gadis itu berbicara dengan mata yang masih tertutup rapat, menarik selimut, dan menutupi tubuhnya dengan sempurna tanpa celah sedikit pun. Serupa ulat dalam kepompong, terbungkus rapi.
Mungkin kasur Kayla memiliki gaya gravitasi kuat melebihi sepuluh meter per sekon kuadrat. Hingga terasa menyulitkan untuk membuat tubuh ringan itu terangkat.
Eva berkacak pinggang melihat kelakuan putri semata wayangnya, jemarinya mulai bergerak menggeser tirai hingga tersudut, dan menarik secara paksa bed cover dari tubuh mungil tersebut.
"Bangun Kay! Masa kamu kalah sama ayam Pak Udin. Gak baik ya, anak gadis bangun jam segini." Omelan yang bisa disebut nasehat.
"Mama... itu kan ayam, dia gak tau namanya weekend. Jadi wajar kalo ayam bangun pagi terus." Gerutu Kay.
"Sekarang kamu mandi, Mama gak mau denger ocehan itu lagi! Hari ini Papa pulang, malu kan nanti kalo Papa sampe tau kayak gini." Titahnya.
"Males ah, paling Mama bohong lagi." Gadis itu tidak terlalu memercayai kata-kata Evaza karena sudah berulang kali ia tertipu oleh lontaran kalimat manis mulut tersebut.
Ting... tong....
Suara denting bel yang terdengar begitu nyaring, berulang kali memanggil penghuni rumah untuk keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queensha
Teen FictionKayla, gadis anggun yang terpaksa harus masuk SMA Texas di Bandung. SMA yang tidak benar-benar ia inginkan dan memaksanya melupakan cita-cita terpendam itu untuk menjadi siswa di SMA internasional Jakarta. Akankah ia menyesal atas kepindahannya? Gad...