Devan POV
Di lengannya malam yang menjemput subuh ini, langkahku menuntun untuk pulang, menyambangi rumah besar yang genap tiga tahun dipenuhi oleh bayang laki-laki yang dijemput kematian.
Aku akan bercerita perihal dia. Pria bernama Galen. Pria yang ku panggil dengan sebutan Abang. Satu-satunya tumpuan hidupku, harus raib digulung waktu, lenyap bagai abu, dan kini dilupakan oleh keluargaku.
Telunjukku terulur pada bel rumah asing itu. Aku terpaksa membunyikannya demi memanggil wanita berkursi roda yang ku sebut bunda. Tak lama setelah dering kedua, wanita itu datang dan membuka pintu, lantas menyapaku haru.
"Bunda khawatir Dev, kamu pergi ke mana aja seharian ini? Ke rumah sakit itu lagi?" Tanyanya menebak apa yang baru saja aku lakukan.
Tanpa kata aku menjawabnya. Hanya anggukan, ku rasa itu sudah cukup. Aku tidak suka berbasa-basi meski dengan Fani, malaikat pemilik rahim yang menghadirkanku dalam pangkuan semesta.
"Cukup Dev! Galen udah gak ada! Kamu harus bisa ikhlas." Ucapnya menggelora. Digenggam erat pegangan pada kursi roda hitam itu, duka menyelimuti lagi, nestapa kembali mengisi, sepertinya karena ulah diriku sendiri.
"Kamu lihat kan, bunda lumpuh karena Galen, kakak kamu yang udah bawa kesialan di rumah ini, dia pantas dilupakan Dev," rintihnya membuatku seakan ingin mati.
Hentikan, jangan menghujani umpatan untuk perempuan seperti bundaku, dia hanya belum bisa berdamai dan menerima semuanya, kehilangan putra dan jatuh lumpuh karenanya di satu waktu yang sama bukan hal yang mudah diterima.
***
Di sini, aku membaringkan tubuh dengan jiwa yang tak lagi utuh. Di ruang kubus hitam legam, tempat di mana jiwaku tenggelam. Aku mengingat-ingat kejadian beberapa jam lalu, saat gadis manja itu, yang entah siapa namanya, menangis sejadi-jadinya ketika Alvaro akan mati hari ini.
Asal kalian tahu, aku adalah orang yang akan pertama kali dan paling bahagia melihat Alvaro mati. Aku menginginkan itu sejak tiga tahun yang lalu. Apa dosa Alvaro kepadaku? Tidak ada. Berdosa atau tidak itu hak Tuhan untuk menentukan. Hanya saja, aku yakin Alvaro dan Rey Rafardan adalah penyebab utama kematian Galen.
Gadis itu harus bernasib sama denganku, berduka tanpa henti. Ah, aku ingat namanya, Kayla. Bagaimana jika hari ini dia benar-benar kehilangan kakaknya? Bisakah dia berpura-pura kuat sepertiku? Ku rasa tidak. Dasar gadis manja! Tanpa kakakmu, kau bukanlah apa-apa.
Lamunanku makin menjadi di ruang ini. Gelap dan pengap mengisi di sini, di kamar ini. Aku menyimpan semuanya, cerita lawas yang tak kunjung lekas. Aku akan menceritakannya padamu. Tentangku, Galen, Gwen, Alvaro, dan Rey Rafardan.
***
Tiga tahun silam....
Aku hanyalah siswa SMP dengan duniaku yang sederhana. Hari-hariku dimotivasi oleh Galen Alexis Wijaya. Kakak laki-lakiku. Ia adalah sosok yang amat sempurna terutama di mata keluarga, piagam dan piala itu camilan baginya setiap hari, barisan universitas mengantre di hadapannya meminta untuk dihampiri, dan Si Kecil ini harus mampu menandinginya. Itu impianku, untuk berada di atas kesempurnaan Galen. Paling tidak, harus bisa setara dengan laki-laki kelas tiga SMA itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queensha
Teen FictionKayla, gadis anggun yang terpaksa harus masuk SMA Texas di Bandung. SMA yang tidak benar-benar ia inginkan dan memaksanya melupakan cita-cita terpendam itu untuk menjadi siswa di SMA internasional Jakarta. Akankah ia menyesal atas kepindahannya? Gad...