#15 Pesan Duka Karangan Bunga

864 54 23
                                    

Rekaman itu masih memutar jelas dalam puing-puing ingatan di bawah sana
Akanmu, anak manusia yang menyapaku dengan tangisan pertama
Pesanku satu
Saat aku dengan teganya merenggut waktu
Saat aku dengan tanpa ragunya menghalang deru udara mengisi parumu
Saat aku dengan penuh ketidakrelaan merenggut degup jantungmu
Saat aku dengan kejamnya jauh menguburmu
Saat semua itu terjadi karena-Nya dan aku tiada daya, pintaku, masih satu
Tepat di denting terakhir mengetuk, hentikan membasahi pelupuk, tersenyumlah tak perlu merunduk, kemarilah biarku peluk

Tertanda,
Bumi yang menantimu kembali dalam abadi

[][][]

Bagaimana bisa aku menatap dunia setelah matamu tiada?
Bagaimana bisa aku berdiri melawan semesta seusai sandaranku menepi?
Bagaimana bisa aku membumi tatkala gravitasi yang menahanku tak lagi ada di sini?
Kau menyita begitu banyak tanya
Tanpa meninggali jawabnya
Sebab waktu membawamu padanya

Setelah kau pergi baru aku mengerti
Perihal sendiri ternyata aku tak ahli
Perihal rindu ternyata aku tak mampu

Teruntuk Tuhan pemilik Alvaro
Bawa dia kembali
Meski bukan dalam pangkuan bumi
Setidaknya dalam malam penuh mimpi
Tuhan, jangan buat aku patah lagi
Semesta, berhentilah bergurau tentang mati

-Kayla Anandita Queensha Raveena

***

Bandung, September 2018

Malam makin menyuntuk tatkala awan hitam menyeruput purnama malam, menghantar raut masam September untuk menemu seseorang di balik langit kelam. Sayup-sayup September berkata, pesan terakhir menurutnya. Esok, seusai September, surya tak lagi berkabar, bulan tak lagi bersinar, pun cahaya bintang enggan memancar. Sebab, satu anak manusia telah kembali ke peraduannya diiringi guguran kamboja.

Kayla masih menenggelamkan kepalanya di muka dada Devandra. Ia mencoba mencari kehangatan dengan memeluk erat laki-laki itu. Namun nihil, sang empu tak kunjung menghangat karena tak ada yang menyambut pelukannya. Devandra acuh meski peluh keringat dan air mata gadis itu sudah tumpah ruah membasahinya. Sedangkan Kay tetap tak bergeming, masa bodo salah sandaran.

Sementara itu, Kenzio yang berjarak paling dekat dari mereka hanya mampu melempar senyum kecut bak jeruk purut.

Lagi, Zio tersenyum dengan makna yang tak lagi sama. Ia terus memandangi ranjang yang berbaringkan Alvaro di atasnya.

"Terima kasih telah mati hari ini Alvaro...," gumamnya pelan diiringi cengiran.

Nahas, Farel masih mampu mendengar gumam laknatnya. Dengan menggebu-gebu Farel menghampiri Kenzio seraya menancapkan cekikan pada batang leher pria itu.

"Sahabat macam apa lo hah?! Lo bahagia lihat Alvaro mati?" Farel menyudutkan Kenzio hingga punggung sang empu merasakan dinginnya dinding rumah sakit. Pria itu membuat gaduh di tengah duka.

Kayla mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa sahabat terpercaya kakaknya sebusuk ini?

"L-lo cuma salah paham, Rel. G-ue bisa jelaskan semuanya. Gue nggak mungkin bahagia setelah kematian sahabat gue sendiri, sahabat kita Rel, Al-va-ro." Cicit Kenzio karena cengkeraman Farel semakin mempersempit pasokan udaranya.

QueenshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang