#13 Let's Dance

839 86 58
                                    

Hidup adalah seni melukis tanpa penghapus. Lukislah sesuka kamu, tidak perlu takut. Tunjukkan warna-warnimu karena ini lukisan milikmu, kanvasmu, tintamu, bukan hak mereka mendikte hidupmu.

Ingat kau tidak punya penghapus hidup, tidak ada yang bisa kau hapus di lukisanmu. Bagaimana jika terlihat buruk di mata mereka? Tertawalah, itu tidak apa.

Bahkan, lukisan terbaik sedunia pun mempunyai pembenci dan pengkritik.

[][][]

Matahari dengan malu-malu pergi meninggalkan langit. Tak luput dari ingatannya untuk menyisakan siluet senja, bagai perpisahan singkat.

Gema suara adzan menjadi lantunan indah melebihi melodi apapun yang ada di dunia ini, suara yang mengiringi kepergian surya itu sakral tiada tanding milik pencipta Yang Maha Esa.

Alvaro tak hentinya melirik arloji hitam merk rolex yang melingkar sempurna di pergelangan tangan kirinya. Di lihat jelas melalui mata hitam itu rentetan mobil berbaris memanjang, sahut-sahutan klakson menenuhi jalanan kala itu, suaranya begitu menggaung disana-sini, lalu lalang pejalan kaki sungguh semakin memperkeruh keadaan jalan saat ini.

Alvaro mengumpat ketika menyadari moge kesayangannya tak lagi mampu menyalip kendaraan apapun di hadapannya, menyempil pun sulit dilakukan besi besar itu.

"Kita mau kemana sih, Dek?" Tanya Alvaro sedikit emosi pada gadis yang tengah diboncengnya.

"Stt... ikutin aja mapsnya, Kak!" Titah Kay tak berdosa.

"Siap laksanakan My Queen! Apapun gue lakuin demi lo Kay." Sahut Al dengan senyum terpaksanya karena Kayla sudah menggangu jadwalnya bersenang-senang dengan Alexis.

"Hoek!" Kayla bergidik geli.

"Setelah 100 meter belok kanan," racau ponsel Alvaro yang menggantung di atas motornya, persis pengemudi ojek online.

"Bacot lo ah! Siapa lo nyuruh-nyuruh gue belok kanan? Macet Maemun kayak mana gue mau belok?!" Caci Al spontan menarik perhatian orang di sekitarnya.

"Ganteng-ganteng stress, cuih!" cibir tante-tante yang sedari tadi memerhatikan Alvaro.

Tampaknya Al tidak begitu peduli, ia hanya memasang wajah datar, dan kembali memacu motornya.

☆☆☆

"Ganesha Operation!" Alvaro terkejut melihat plang yang terpampang di atas sana.

"Lo mau les tambahan, Kay? Sejak kapan lo rajin hah?" Tanyanya serius.

"Nggak kok, gue bukan mau les di sini." Jawab Kayla terdengar yakin.

"Terus, ngapain lo ngajak gue ke sini? Al bingung.

"Lihat plang di sebelahnya Kak, gue mau itu." Telunjuk Kayla menuntun mata kakaknya ke arah plang yang terpajang tepat di samping bimbel tadi.

"Let's dance with Velia," tulisan itu membuat Alvaro berpikir sejenak, bukankah ini tempat latihan dance milik Velia, guru seni di SMA-nya.

"Lo yakin mau ini? Gue rasa Mama gak bakal setuju sama keputusan lo, Kay." Alvaro mulai serius.

"Gue yakin kok. Urusan Mama, kan gue punya lo Kak Alvaro. Lo pasti di pihak gue kan? Lo dukung gue kan buat ngelakuin hal yang gue suka." Kay membulatkan matanya, sangat memohon untuk ini.

QueenshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang