Family Time

47 11 10
                                    

Ah, senangnya! Setelah sekian lama tidak pernah berkumpul, malam ini kami berkumpul lagi. Kami sudah sepakat akan memasak bersama, kemudian menghidangkan masakan terbaik satu sama lain. Tadi sore, aku sudah berbelanja bahan-bahan masakan yang akan kubuat. Kurasa opor ayam buatanku masih yang paling enak di antara yang lain.

***

Meja makan telah penuh. Ada opor ayam hasil masakanku, ada puding buatan istriku, ada sup jagung racikan anak pertamaku serta es buah spesial yang dihidangkan anak bungsuku. Semuanya telah lengkap.

Kuputarkan pandangan, mengitari meja makan berbentuk segi empat yang pas dengan jumlah kami yang memang hanya berempat. Istriku yang selalu ber-lipstick merah tersenyum padaku. Kulit kencangnya di umur 45 tahun selalu menakjubkanku. Rambut ikalnya yang selalu tergerai rapi dipadukan dengan tubuh sintalnya selalu memukauku. Sungguh wanita yang luar biasa cantik.

Di sisi kanan ada anak pertamaku. Dia juga tersenyum ketika mata kita beradu. Kecantikan istriku menurun padanya. Matanya yang hitam membulat dinaungi bulu mata lentik nan menawan, rambut panjangnya yang tergerai berantakan serta bibir tipisnya yang berkilau membuatnya tampak sensual.

Di sisi lain anak bungsuku, pemuda pendiam yang hanya menatap dingin ketika kami saling pandang. Dia tidak banyak bicara, tetapi kecantikan ibunya yang bermetamorfosis memberikan definisi ketampanan di wajahnya yang dingin tapi rupawan. Tubuhnya yang tegap dengan proporsi otot yang pas membuatnya tampak begitu menggoda para wanita.

Ah, sungguh istimewa. Malam ini kita berkumpul setelah akhir-akhir ini kita mulai kehilangan kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama.

"Jadi bagaimana?" tanyaku memecah keheningan.

"Semuanya sudah siap, Pa," jawab istriku seraya mengedipkan sebelah matanya.

Anak bungsuku diam. Anakku yang lain asik dengan santapannya.

"Setelah makan malam kita mulai upacaranya," ucapku sambil mengunyah opor ayam buatanku.

"Ya, setelahnya, kesempurnaan kita akan abadi." Istriku terkekeh, "kita hanya harus segera mencari tumbal berikutnya. Setiap bulan tidak boleh terlewat!" lanjutnya setelah sayup-sayup terdengar erangan orang terbekap dari gudang.

Cemara Tunggu (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang