Binar 12

17 4 0
                                    

Muhamad Arman. Panggil saja aku Arman. Hari ini, keempat sahabat yang kutingggalkan hampir tiga tahun, mengajak buka dan sahur bersama,  di rumah Karina. Satu-satunya wanita yang masuk dalam persahabatan kami.

Sebenarnya aku enggan mengiyakan ajakan, Adam, Dimas, dan Karina, karena Aldi pasti akan ikut. Bukanya aku takut dengannya, tapi hatiku masih sakit. Tiga tahun yang lalu, tega-teganya dia berselingkuh dengan istriku.

"Hey, Man! Akhirnya datang juga. Duduk, lima belas menit lagi adzan maghrib." ucap Karina antusias, dengan sorak-sorak bahagia dari Adam dan Dimas.

Aku berlaga santai saat melihat  Aldi, datang menggunakan motor gede, diambang pintu gerbang yang kelihatannya sudah sedikit reyot. Jantungku berdebar hebat, panas sekali rasanya.

Sorak-Sorak bahagia terucap dari mulut ketiga sahabatku. Saling berpelukan sembari menanyakan kabar.

"Man, apa kabar?!" katanya dengan nada antusias.

"Alhamdulillah." aku menerima pelukan dari Aldi.

Usai tarawih, kami duduk diatas karpet, sengaja karina siapkan, di pelataran rumah yang terbuka. Kami saling bertukar pengalaman suka maupun duka. Terlebih kisah yang paling menarik adalah kisah karina yang sampai saat ini masih menjomblo. Sebenarnya aku pun jomblo tapi setidaknya aku pernah menikah.

Rasa sakit hatiku terhadap Aldi terasa biasa saja dihadapan yang lain. Mungkin jika kami hanya bertemu empat mata, aku tidak akan berucap sepatah kata pun padanya.

Suasana lenggang untuk beberapa menit, kami sibuk dengan ponsel yang sesekali berbunyi. pesan dari rekan kerja.

"Untuk sahur nanti, bahan masakannya sudah ada, Rin?" ucap Adam memecah keheningan.

"Udah dong! Ahh lu mah kayak gak inget dulu aja, siapa yang paling rajin soal acara masak-memasak buat berbuka atau sahur bersama. Makanya sering ngumpul dong, gak kasihan apa sama gua yang masih menjomblo! Hahaha."

"Santai Rin, gua juga jomblo kali! Haha." sambung, Aldi hampir berseru.

Adam, Karina, Dimas, saling menatap syok, begitu pun aku, yang tak kalalah syoknya dengan mereka. Bagaimana tidak? Tiga tahun yang lalu dia telah menikahi istriku, manamungkin sekarang dia menjomblo. Tidak mungkin dia bercerai, Aldi tipikal orang yang setia.

"Ngakak, Di, jangan ngehibur gua kayak gitu, bisa-bisa gua jantungan. Gak bersyukur, udah punya istri masih bilang jomblo!" Aldi hanya tersenyum getir.

"Tapi, gue serius, Rin!"

"G-gue, disuruh cerai sama ortu, karena Adin mandul ..." lirihnya.

"Aldi... Lu serius?" ucap Karina prihatin.

Aku menepuk-nepuk pundaknya, seakan sakit hati yang aku rasakan kini Aldi yang merasakannya. "Sabar, Di ... turut prihatin atas musibahmu,"

"Tapi, Lu masih cinta 'kan sama Adin?" ucap adam penasaran.

"Masih! Tapi, gua gak bisa ngelanggar permintaan ortu, pasalnya, pas nikah juga mereka gak ngerestuin karena dia istrinya Arman. Ditambah setelah dua bulan menikah, dia ketahuan mandul, saat diperiksa sama adek ipar gua,"

"Dia 'kan Dokter, kandungan ..." lanjutnya lirih

Mendengar itu, hatiku terasa teriris-iris. Perih sekali. Tuhan, tahu mana yang terbaik sehingga aku dipisahkan dengan Adin, dan kembali dipersatukan dengan sahabat-sahabat terbaikku.

Langit malam Ramadhan, yang cerah, bertabur bintang dan binar terang rembulan, menjadi saksi atas bersatunya kembali jarak antara aku dan Aldi, yang lama terpisah. Dalam kata maaf dan saling memaafkan.

Binar RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang