Binar 1

58 8 8
                                    


Assalamualaikum Ramadhan
Namamu menggetarkan jiwa
Hari-harimu mengajarkanku arti bersabar
Perisai  kerasnya dunia
Dari kelamnya hati, bermuram durja
Jiwa nelangsa  yang terlalu berharap pada dunia

Nabintang Libra


"Dul, gak pulang ke Banten? Sahur pertama bareng keluarga!" ucap Jodi dari dapur.

"Kamu gak kangen sama adikmu Mirna, Dul!" lanjutnya.

Tidak ada jawaban. Dul hanya menatap kosong ke arah dapur yang tidak memiliki daun pintu.

"Lebih baik pulang, Dul. Tengok kabar adikmu!" Jodi memberikan semangkuk mie dan sepiring nasi di atas pangkuan Dul, yang sedari tadi sedang melamun.

"Habiskan nasinya, yak, Dul!" serunya,  sembari menarik kursi yang terbuat dari rotan untuk dia duduki.

"Bang, kenapa nasinya sebanyak ini? Mie saja sudah cukup, Bang!" Dul memandangi nasinya lekat-lekat.

Jodi, geram menatapnya. " Dul, jangan coba-coba mengalihkan topik pembicaraanku!"

"Yang mana, Bang?" Suapan nasi pertama nyaris melintas sempurna ke mulutnya. tapi, Jodi menepisnya.

Dul menarik napas panjang mendapat perbuatan Jodi. "Aku tidak mau pulang ke Banten, Bang. Lagi pula kemarin Mirna menelpon, dia bilang baik-baik saja!"

"Tapi,  kan adikmu itu hanya menumpang pada bibimu, manalah tau dia sedang sakit atau sedang merindukan abangnya. Kau jangan memikirkan dirimu sendiri, kasihan Mirna."

"Kau tahu apa tentangku, Bang? Kita baru kenal kurang lebih dua bulan, kau masih orang asing bagiku!" ujarnya.

Jodi beranjak dari kursi, membawa sepiring nasi dan semangkuk mie miliknya untuk pergi ke dapur.

"Habiskan sarapannya Dul, tidak baik kau teriak-teriak di depan makanan!"

"Dia duluan yang membuatku berbicara keras, kenapa dia yang mengajariku untuk diam? Dasar aneh ..." gumamnya.

Ruang kontrakan yang sempit itu lenggang seketika, hanya terdengar suara sendok yang beradu pada mangkuk kramik milik Dul.

Dul melambatkan kunyahan di mulutnya. Merenungi perkataan singkat Jodi yang menampar batinnya. Dul terlalu emosioanl menanggapi Jodi yang keras. Keras bukan berarti, Jodi orang yang jahat, justru dia lah yang menolong kelamnya hidup Dul.

Dua bulan lalu saat di keroyok oleh masa karena ketahuan mencuri uang dalam kotak amal di Masjid.

Kalau saja Jodi dan Ustadz tidak sedang berada di sana, mungkin hidupnya sekarang berada di dalam jeruji besi penjara. Bersama para penjahat yang profesinya berbeda-beda, mungkin pembunuh, pencuri, penipu, pembegal bahkan koruptor.

Jodi adalah non-Muslim. Perantau dari kota Medan. Sudah tiga tahun dia berada di  kota Jakarta. Jodi di usir saudara-saudaranya.

Di usia dua puluh empat tahun. Tiga hari setelah ibunya meninggal karena penyakit stroke yang di deritanya selama lima tahun terakhir.

Jodi diusir karena alasan masih saja menganggur. Ke empat kakak lelakinya merasa iri, karena Jodi enak-enakan menganggur di rumah sedangkan ke empat kakaknya banting tulang mencari uang untuk pengobatan sang ibu.

Padahal selama bertahun-tahun Jodi lah yang mengurus ibunya yang sakit dan pekerjaan rumah.

Dua bulan Jodi menjadi gelandang,  yang akhirnya di temukan oleh marbut Masjid dalam keadaan demam tinggi di jalan dekat pasar.

Binar RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang