Binar 22

5 4 1
                                    

Mudik telah tiba. Sepuluh hari menjelang lebaran semua kendaraan berbondong-bindong menenuhi jalan. Petugas lalu lintas sampai kewalahan menertibkan pengemudi yang tidak patuh aturan.

"Pak, mau minum?" tanya seorang pemudik pada petugas lalulintas, karena wajahnya terlihat letih srkali.

"Terimakasih, Pak, saya puasa." jelasnya.

Aku sampai terkagum mrlihat semangat Bapak tersebut, panas-panasan di tengah jalan raya tapi dia masih semangat berpuasa, sedangkan aku yang duduk di dalam bus saja sengaja tidak puasa karena takut tidak kuat.

"Ayok! Ayok!  Ayok!  Buruan masuk istirahan sudah cukup, kita lanjutkan perjalanan!" seru kenek sopir pada kami yang sedang menikmati udara sejuk dibawah pohon tepi jalan.

Mobil telah melaju, tapi pandanganku masih tertuju kagum pada sosok petugas lalulintas tersebut, bibirnya kering, wajahnya kotor sekali terkena debu, tapi senyum dan kata-kata agar hati-hati, keluar indah dari mulutnya.

Sdangkan seorang lelaki disampingku terus saja menoceh pada wanita cantik cukup dewasa yang duduk di depanku. Dandananya bak artis FTV; rok mini, lengan bajunya tidak ada, juga gelang kakinya yang berisik itu, sering sekali dimainkannya sehingga mengeluarkan suara bising ditelingaku.

"Masnya, puasa?" tanya Mbak cantik.

"Hehe, iya ... alhamdulillah ..."

Aku sontak meliriknya, lelaki itu sedang bercanda atau sungguhan berkata begitu pada Mbak cantik itu? Padahal tadi saat turun untuk istirahat dan mencari makan, aku melihatnya sedang merokok di warung.

Alih-alih, aku mulai merasa tidak suka dengan lelaki disampingku ini, pembicaraanya seperti Ustadz, semuanya terasa dia yang paling tahu tentang aturan berpuasa.

"Mbaknya, mau tukeran duduk nggak?  Kasihan itu kepalanya nengok kebelakang mulu. Bahaya nanti gak bisa nengok balik?" aku terkekeh pelan, menetralkan suasana agar tidak mencurigakan.

"Ohh,  boleh banget,  saya paling gak bisa naek mobil, terus gak ngobrol tuh, yang ada nanti pusing." jelasnya.

"soalnya ini,  ibu yang disebelah saya tidur mulu dari tadi." lanjutnya sembari bangkit dari tempat duduk untuk bertukar tempat denganku.

Kali ini, kesabaran tidak bisa ditahan. Bagaimana tidak?  Lekaki itu berbicara semakin melantur, berbohong sana sini. Modus!

Bus terpaksa berhenti di pom bebsin, karena beberapa penumpang mengeluh ingin buang hajat, buang air kecil, juga ingin muntah karena mabuk perjalanan. Termasuk Mbak cantik juga ikut keluar dari bus, karena mual katanya.

"Mas, mohon maaf sebelumnya, kalau memang gak puasa bilang saja 'tidak'. Udah modusin cewek, bohong lagi. Saya kasihan to sama masnya. Ini bulan puasa, satu kebaikan aja dibalas berlipat-lipat ganda,  apa lagi berbohong,  mungkin dosanya juga berlipat-lipat ganda juga kan?"

Ekspresi lelaki itu terlihat ingin berucap tapi, setelah aku mengatakan dosa yang berlipat, tiba-tiba dia bungkam. Menatap keluar jendela, malu.

"Bulan Ramadhan itu suci, tapi terkadang kita lalai sehingga sering sekali mengotorinya dengan kebohongan, gibah, dan hal buruk lainya."

_Nabintang_

Binar RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang