14: Kebenaran

1.2K 275 34
                                    

Taehyung mengunci pintu rumahnya rapat-rapat segera setelah dia masuk. Pikirannya masih kacau. Hatinya masih menolak untuk mempercayai kalimat Jeongguk, perkataan anak laki-laki bergigi kelinci itu sama sekali tidak masuk di akal.

"Jimin-hyung!" Taehyung menyerukan nama Jimin keras-keras. "Jimin-hyung!"

Jimin menuruni tangga rumah keluarga Kim dengan terburu-buru karena mendengar suara parau penuh emosi Taehyung yang sangat dikenalinya sebagai suara bocah itu kalau sedang sangat marah sampai menangis. 

Benar saja, ketika Jimin sampai di bawah, Taehyung sedang terduduk dengan punggung menempel pada pintu depan rumah, meringkuk dan sesenggukan. Sesekali kepalan tangannya menghantam lantai keramik yang didudukinya, teriakan keras mengiringi lengkap tangisan Taehyung.

"Tae!" Jimin berlari menuju pintu depan rumah keluarga Kim, langsung berlutut untuk mengecek Taehyung. Kedua tangan kecil Taehyung yang terkepal digenggam, berusaha mencegah Taehyung memukulkannya lagi ke lantai dan menyakiti dirinya sendiri.

"Apa kau jatuh? Terserempet kendaraan? Ayolah, kau sudah besar, jangan menangis lagi...." Jimin menepuk-nepuk helai kelam Taehyung dengan tangannya yang tidak menggenggam kedua pergelangan Taehyung.

Sambil mengelus-elus rambut Taehyung, Jimin mengamat-amati lagi lutut dan siku Taehyung, berusaha mencari luka yang membuat Taehyung sesenggukan seperti ini. Nihil. Tidak ada lecet atau lebam, tidak ada juga bekas gigitan serangga yang sekiranya berbahaya dan perih di kulit Taehyung.

"Tidak ada luka, kenapa Taehyung-ie menangis?"

Taehyung menarik salah satu tangannya agar terlepas dari pegangan Jimin, lalu menyeka air matanya sendiri. "Jeongguk," Taehyung memulai, "Jeongguk bilang kau tidak ada, hyung."

"Tidak ada bagaimana? Aku ada di sini, Tae," Jimin memeluk Taehyung, mendekap kepala bocah itu pada dadanya.

"Jeongguk bilang kau sudah meninggal. Dia bilang kau hantu."

Tubuh Jimin menegang seketika. Kalau Jimin masih memilikinya, Taehyung mungkin akan mendengar detak jantung Jimin kehilangan ritmenya untuk sejenak, lalu berdebar tiga kali lebih cepat. Sayangnya mustahil bagi Taehyung untuk bisa mendengarnya, meskipun telinga anak itu menempel pada tubuh Jimin.

"Tapi aku tidak percaya padanya, hyung," lanjutan kalimat Taehyung tidak membawa efek menenangkan bagi Jimin sama sekali.

"K-Kenapa Taehyung tidak percaya Jeongguk? Bukannya Jeongguk sahabatmu?" Jimin bertanya, sedikit terbata di awal. Jimin tidak tahu mengapa dari semua reaksi yang mungkin diberikannya untuk menjawab pernyataan Taehyung, malah pertanyaan ini yang meluncur mulus dari mulutnya. Tidak dipungkiri, Jimin malah merasa semakin takut kalau-kalau Taehyung curiga dengan pertanyaannya yang cenderung seperti membenarkan pernyataan Jeongguk.

"K-karena hyung di sini," Taehyung mengeratkan pelukannya pada tubuh Jimin. "Aku bisa lihat hyung. Aku tidak seperti Jeongguk yang bisa lihat monster."

Helaan napas Jimin tertahan--waktu yang dibicarakannya dengan Yoongi dulu waktu Taehyung dan Jeongguk masih di taman kanak-kanak sudah tiba. Jeongguk sudah menyadari keistimewaannya.

"Hyung ini temanku, kan?" Taehyung melepaskan pelukannya dari Jimin, mendorong sedikit tubuh Jimin untuk menatap mata pemuda itu. "K-Katakan padaku, hyung adalah teman imajinasiku," lanjut Taehyung.

Jimin terdiam. Ditatapnya sendu mata berair Taehyung yang penuh harap, hati Jimin bimbang. Kebenaran tentang siapa dirinya sudah diungkap oleh Jeongguk, hanya perlu konfirmasi dari dirinya saja dan Taehyung tidak punya alasan apapun untuk menyangkal.

✔️| imaginary friend [kth x pjm]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang