Alternate Ending 4

1.2K 167 195
                                    

"Hyung, kau baik?"

Taehyung cuma melirik Jeongguk sekilas, seperti enggan melepas terlalu banyak perhatian dari kanvas yang disandarkan pada easel lukis berbahan kayu di depannya. Tangannya belum berhenti bergerak untuk menyapukan cat minyak pada kain yang sebagian besar sudah tertutup warna selain putih tersebut.

"Seperti biasanya saja, Jeongguk-ie," jawab Taehyung cepat, seraya menjauhkan kuas dari kanvasnya, mengubah posisi kuas di antara jemari menjadi dalam genggamannya, lalu menyejajarkan batang kuas di depan lukisan, seperti hendak mengecek apakah proporsi dan perspektif lukisannya sudah benar.

Jeongguk kembali melanjutkan lukisannya sendiri sambil bergumam, "Tidak terlalu baik, kalau begitu."

"Kau sudah tahu jawabannya."

"Lebih baik ketika dia di sini, begitu, kan?" tanya Jeongguk, masih fokus mengoleskan warna cokelat muda di kanvasnya. Warna yang akan selalu mengingatkannya dan Taehyung tentang seorang pemuda--karena mendiang pemuda itu sangat khas dengan helaian cokelat terang di kepalanya.

Taehyung tidak memberikan jawaban lebih dari sebuah gumaman. Entah karena sedang fokus, atau hanya sedang malas bicara soal topik ini.

Dua tahun sudah lewat setelah Jimin benar-benar pergi, Taehyung dan Jeongguk sama-sama sudah menuntut ilmu jurusan seni rupa murni di kampus kota mereka. Tidak mengherankan untuk Jeongguk karena dia sudah menggambar selama sepuluh tahun lebih, tetapi agak janggal bagi Taehyung yang entah bagaimana tiba-tiba enggan masuk jurusan matematika atau ilmu statistik.

"Hari ini akan ada kegiatan," ucap Jeongguk.

"Klub atau perkumpulan aneh kampus ini lagi?"

"Kami tidak aneh, hyung. Kami hanya orang-orang berbakat yang berusaha melatih kelebihan kami supaya bisa membantu banyak orang. Aku akui memang sedikit tidak umum, tapi aku akan tersinggung kalau kau bilang kami aneh."

Taehyung tertawa satu kali, tidak dengan nada menghina tentu saja. "Dimana-mana yang tidak umum dan berbeda dari yang lain itu namanya aneh, Gguk."

"Aku lebih suka kalau kami disebut istimewa. Ngomong-ngomong, aku memberitahumu jadwal kami hari ini bukan tanpa alasan," Jeongguk mengaduk kuasnya pada gelas berisi air--akrilik memang menjadi media favorit Jeongguk karena jauh lebih cepat kering ketimbang cat minyak.

"Memangnya kalian mau ada apa?"

"Seance," sebut Jeongguk cepat. "Pemanggilan arwah, kalau kau tidak tahu artinya."

Taehyung nyaris membanting kuasnya ke meja tempatnya meletakkan tube cat minyaknya. "Aku paham arah bicaramu, Gguk. Tapi aku tidak mau kalau dia yang kau panggil. Aku sudah janji akan hidup tenang dan bahagia meskipun dia tidak ada. Aku cuma akan mencintainya dalam diam."

"Tidakkah kau ingin bertemu dengannya lagi, sekali ini, hyung?" bujuk Jeongguk. "Maksudku, dia juga seseorang yang kau dan aku kenal. Kita tahu dia tidak akan mengganggu, dan dai akan dengan senang hati diundang dan diminta pergi kembali. Hanya malam ini, satu sesi selama empat puluh menit, tidak lebih."

Taehyung termenung.

Jeongguk benar adanya, soal semuanya.

Ia memang merindukan Jimin, si dia yang dua tahun terakhir ini sama sekali tidak berkontak dengan Taehyung. Mungkin karena sama-sama menjaga janji untuk bahagia tanpa satu sama lain. Janji yang konyol, menurut Taehyung, setelah dua tahun janji itu ia jalani. Jeongguk bisa men-channel Jimin berulang kali sebanyak apapun yang ia mau selama kondisi tubuhnya baik, buat apa janji tidak terlalu penting seperti itu sampai terucap baik dari Jimin maupun Taehyung sendiri? Jimin juga tidak akan berbuat macam-macam ketika di-channel Jeongguk, pemuda indigo itu sudah bisa mengatur keistimewaannya lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semuanya akan baik-baik saja.

"Tawaran menarik. Aku terima."

.

.

.

"J-Jimin-hyung?" panggil Taehyung pada sosok pemuda sembilan belas tahun yang menggantikan isi tubuh Jeongguk sekarang ini. "Maaf karena kau harus datang, aku--"

"Jeongguk sudah jelaskan tadi," Jimin memotong kalimat Taehyung untuk membuat pemuda itu tidak merasa bersalah karena mengingkari janji. "Aku setuju karena tadi dia berhasil meyakinkanku ini bukan tindakan berbahaya," Jimin melempar pandangan satu persatu pada teman-teman satu perkumpulan Jeongguk yang lain, "ada banyak orang yang bisa menjaga nyala lilin Jeongguk sekarang ini. Lagipula aku juga tidak akan lama-lama di sini."

Taehyung menghela napas lega mendengar penuturan Jimin. Senyum tampan persegi panjang khas miliknya ia sunggingkan lebar-lebar, ditatapnya Jimin dengan teduh.

"Aku merindukanmu, hyung."

"Kurasa aku bisa bilang perasaan kita sama," Jimin terkekeh, nada bicaranya masih ringan seperti dulu. "Tidak usah panggil aku hyung lagi. Kita seumuran kan, sekarang?"

Taehyung tersipu, "Kurasa aku tidak akan bisa memanggilmu dengan sebutan lain selain'hyung'."

"Bagaimana kalau 'sayang'? Atau 'sweetheart'? Atau 'cutie'?"

Candaan Jimin membuat keduanya tertawa.

"Aku tidak sangka kau tipe yang seperti itu, hyung," balas Taehyung.

Taehyung dan Jimin masih asyik bertukar diskusi, sebagian besar Jimin menanyai Taehyung seputar kesehariannya pula keseharian Namjoon dan Seokjin. Hal-hal biasa yang sering dibicarakan teman lama yang baru bertemu kembali, tetapi ditambah dengan sedikit candaan-candaan yang cukup mesra. Taehyung dan Jimin terlalu sibuk dengan dunia mereka sendiri, sampai baru terlambat sekali menyadari bahwa teman-teman satu perkumpulan Jeongguk sudah ribut sendiri di sekitar mereka, yang perempuan mengoceh dengan nada panik bercampur khawatir, yang laki-laki kebingungan.

"Tunggu sebentar, hyung," Taehyung berdiri dari tempat duduknya, untuk kemudian berpaling pada teman-teman Jeongguk.

"Ada apa?"

Sekitar enam orang yang duduk langsung terlonjak kaget mendengar suara bariton Taehyung, mereka saling pandang cukup lama sampai akhirnya salah satu dari mereka berani membuka suara.

"Lilinnya.... Mati, sunbae."







Sumpah sebenernya aku pengen nulis sekuel dengan plot begini, di mana Jimin terjebak lagi di tubuh Jeongguk karena Jeongguk nggak bisa menemukan jalan pulang ke tubuhnya. Sekuel ini dulunya aku rencanakan bakal pakai pairing KookGa gitu, tapi habis itu aku abort mission karena aku merinding pas cari-cari tahu soal pemanggilan arwah itu gimana, soal konsekuensi dan lain-lainnya itu bagaimana. Beneran horor soalnya. And I'm such a coward kid. Makanya aku nggak berani tulis.

Mungkin dari antara kalian ada yang berani? Hehehe.

Ah, satu lagi. Aku lagi ada ide plot lagi untuk VMin. Lokal, tapi. Bakal aku kasih judul "Titik Nol". Gimana menurut kalian? Tulis nggak? Pada mau baca nggak? Hehehe.

✔️| imaginary friend [kth x pjm]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang