35: Keputusan

968 233 94
                                    

Taehyung masih sibuk mengobrol dengan Hoseok tentang keadaan sekolah dan kelas mereka selama Taehyung koma dan tidak masuk ketika Jeongguk tiba-tiba memotong pembicaraan mereka.

"Tae-hyung, ada yang mau menemuimu."

Taehyung mengarahkan pandangannya ke arah pintu, mencari siapa kira-kira yang dimaksud oleh Jeongguk. Di sana Taehyung menjumpai Jimin, berdiri kaku dengan jemari saling bertaut satu sama lain.

"Jimin-hyung?"

Senyum tipis terlukis di bibir penuh Jimin seraya pemuda itu berjalan mendekati ranjang Taehyung.

"Aku dan Hoseok-hyung akan keluar dulu kalau kalian butuh waktu untuk bicara sendiri," pamit Jeongguk sambil mengisyaratkan Hoseok yang memasang wajah kebingungan untuk berdiri.

Taehyung mengangguk, menggumamkan terimakasihnya pada Jeongguk dan Hoseok sebelum dua sahabatnya itu menutup pintu kamar rawat inapnya dari luar.

Sekarang hanya tinggal Taehyung dan Jimin di ruangan empat kali tiga meter tersebut. Mungkin ada 'orang-orang' yang lain, tetapi di mata Taehyung hanya ada Jimin yang berdiri di sebelahnya dalam diam.

"Maafkan aku, hyung," gumam Taehyung sambil meraih tangan Jimin yang sudah dibiarkan menggantung di sisi tubuhnya. Taehyung mengelus permukaan tangan Jimin dengan sangat hati-hati. "Tapi aku sungguh-sungguh tidak mau kehilanganmu--"

"Hentikan, Taehyung," Jimin menepis tangan Taehyung yang menggenggam tangannya. "Alasanmu tidak bisa aku terima. Sebuah tindakan yang idiot dan kekanak-kanakan kalau kau berpikir kita bisa bersama dengan mengambil jalan pintas seperti itu."

Taehyung menundukkan kepalanya, sudah menduga Jimin akan marah atas apa yang sudah ia lakukan.

Tetapi tanpa Taehyung duga, sebuah kecupan mendarat di pipinya setelah kedua tangan selain miliknya meraih wajahnya dari arah samping tempat tidur. Mata Taehyung membelalak lebar, tidak percaya Jimin-lah yang benar-benar mengecupnya barusan.

"Jangan buat aku cemas lagi, anak nakal. Yang barusan itu hukumanmu."

Wajah Jimin kelihatan sangat merah karena malu ketika mengucapkan kalimatnya di depan Taehyung. Tolong ingatkan Taehyung untuk berhenti terpesona pada Jimin dan memuji pemuda manis di depannya ini karena berhasil membuat jantungnya nyaris melompat keluar dengan begitu mudahnya.

Taehyung terkekeh, tangannya yang sedang tidak diinfus bergerak untuk menggenggam pula tangan Jimin yang masih menangkup pipinya.

"Kalau hukumannya manis begitu aku maunya nakal terus, hyung," goda Taehyung, membuat Jimin salah tingkah dan berakhir dengan menarik pipi Taehyung dengan tangannya yang tidak digenggam.

Taehyung mengaduh-aduh, tapi tetap tersenyum pada Jimin. Jimin-hyung-nya.

"Aku seharusnya sangat bersyukur aku masih hidup sekarang ini," gumam Taehyung setelah beberapa saat Taehyung dan Jimin lalui tanpa bertukar kata. "Tapi rasanya masih sedih karena itu berarti suatu saat aku tetap harus kehilanganmu, hyung. Tidakkah ada suatu cara supaya kita bisa bertemu lagi, kalau kau pergi nanti?"

Jimin menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Entahlah, Taehyung-ah."

"Tapi kurasa ada bagusnya juga kau jadi 'teman imajinasi'-ku, hyung," Taehyung memberi tanda kutip dengan dua jarinya ketika menyebut kata 'teman imajinasi'. "Paling tidak kita bisa bertemu. Kita bisa bersama, meskipun bukan seperti yang aku harapkan. Aku belajar banyak darimu."

Jimin tidak menjawab. Bukan karena tidak mau ataupun tidak punya respons lain yang bisa disampaikan pada Taehyung, Jimin hanya ingin menunggu Taehyung melanjutkan kata-katanya tanpa diinterupsi. Satu minggu menyaksikan Taehyung terbaring di antara hidup dan mati membuat Jimin terlalu merindukan Taehyung untuk menghentikan remaja itu untuk menyuarakan bariton yang entah sejak kapan menjadi favorit Jimin.

"Aku teringat kata-kata Jeongguk," Taehyung memulai lagi.

"Katanya sampai batas waktu tertentu orang yang sudah meninggal akan tetap terlihat sama seperti bagaimana mereka terlihat saat masih hidup. Tetapi lama kelamaan akan berubah menjadi seperti bagaimana mereka saat meninggal, lalu tetap ada di kondisi itu sampai tujuan mereka di dunia tercapai. Sampai mereka dianggap layak untuk menyeberang ke alam sana."

Jimin mengangguk, mengiyakan penjelasan Taehyung.

"Aku tidak tahu sampai kapan kau akan terlihat seperti ini, hyung," Taehyung membalik tangan Jimin yang sejak tari digenggamnya, mengelus telapak tangan Jimin dan jari-jarinya yang pendek dengan hati-hati.

"Aku tidak tahu sampai kapan jarimu tidak menampakkan bekas luka bakar, sampai kapan wajahmu akan tetap tampan dan manis dengan senyum yang membuatku bahagia juga hanya dengan melihatnya, sampai kapan tubuhmu tetap utuh. Aku tidak tahu bagaimana kau terlihat ketika kau meninggal, tetapi berdasarkan penjelasan Ayah kecelakaan waktu itu cukup hebat untuk membuat wajahmu tidak bisa dikenali."

Jimin menarik tangannya menjauh dari Taehyung, sedikit tidak nyaman karena pembicaraan ini. Beruntung Taehyung bisa mendeteksi ketidaknyamanan itu, Taehyung memanggil Jimin untuk mendekatkan wajahnya.

"Apapun yang terjadi padamu, Park Jimin-hyung, aku akan tetap mencintaimu. Kau boleh bilang aku terlalu muda untuk jatuh cinta atau suatu saat aku akan menemukan orang lain, tetapi yang aku tahu sekarang aku cuma jatuh untukmu. Untuk teman imajinasiku," bisik Taehyung lembut di depan wajah Jimin yang berjarak kurang dari dua puluh sentimeter dari wajahnya sendiri.

"Aku akan mencintaimu sampai detik terakhir di mana kita harus berpisah. Dan aku pasti akan terus berusaha mencintaimu untuk waktu yang lama, bahkan setelah perpisahan itu terjadi," Taehyung tersenyum. "Katakan sesuatu padaku, hyung, aku menunggu--umph!"

Taehyung yakin dia sedang tidak bermimpi sekarang, sensasi bibir penuh Jimin yang menempel di bibirnya dan menggigit bibir bawahnya lamat-lamat terasa begitu nyata untuk dianggap mimpi. Kemarahan dan emosi Jimin yang disalurkan dengan tiba-tiba menggigit bibirnya keras juga terasa sangat nyata. Taehyung tidak sedang bermimpi.

Sekitar tiga puluh detik kemudian Jimin melepaskan diri dari Taehyung, matanya berkaca-kaca karena menjaga jangan sampai ada yang meleleh dari sana.

"Aku meninggal dengan keadaan hatiku hancur berantakan, Taehyung-ah. Jangan membuatku marah pada takdirku karena aku begitu mencintaimu," bahu Jimin naik-turun dengan cepat supaya dirinya sendiri tidak pecah ke dalam tangisan. "Aku mencintaimu, sampai rasanya sangat sakit karena aku tahu aku tidak akan bersama denganmu selamanya. Aku--"

Kata-kata Jimin terhenti karena Jimin harus mengerang singkat dan meringis karena sensasi panas membakar di permukaan kulit jemarinya. Tidak terlalu lama sampai kulit putih jari Jimin menampakkan bekas luka bakar yang merah dan kelihatan perih.

"Ada apa?" Taehyung bertanya panik ketika Jimin meringis menahan sakit di permukaan jarinya. Taehyung cepat-cepat merebut tangan Jimin dan dengan hati-hati mengamati bagaimana luka tersebut merusak kulit permukaan jemari Jimin.

"Sudah dimulai, ya?" Taehyung menatap Jimin dengan tatapan sedih, menyaksikan perubahan ekspresi Jimin yang awalnya kesakitan berangsur tenang kemudian turut larut dalam kesedihan bersama Taehyung.

"Apakah sakit kalau kusentuh?" Taehyung meminta izin sebelun menyentuhkan jarinya pada jari Jimin.

Jimin menggeleng, "Tidak terlalu, sepertinya. Sangat sakitnya cuma terasa tadi--" Jimin berhenti sejenak. "--aku tidak bisa membayangkan kalau luka-luka yang lain kembali. Pasti menyakitkan dan aku akan terlihat mengerikan," Jimin menarik tangannya dari genggaman Taehyung, lalu melipat tangannya dekat dengan tubuhnya sendiri.

"Aku akan membantumu mencari keluargamu dan menceritakan semuanya pada mereka, hyung," ucap Taehyung kemudian. "Aku tidak bisa melihatmu kesakitan lebih parah lagi, aku akan membantumu."

Jimin menatap Taehyung, merasakan pula perdebatan batin Taehyung yang kelihatan belum rela melepaskannya.

"Aku harus melakukannya, kan?" monolog Taehyung, menanyakan pertanyaan retoris untuk dirinya sendiri. "Aku mencintaimu, hyung. Aku akan bersamamu sampai detik terakhir kita harus berpisah. Aku akan merelakanmu pergi ketika saat itu datang. Aku harus merelakanmu pergi."







Sampai ketemu di part berikutnya 💜

✔️| imaginary friend [kth x pjm]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang