37: Informasi

886 208 46
                                    

"Taehyung-ah, ini sudah malam," Jimin menepuk bahu Taehyung yang masih sibuk berkutat dengan laptopnya.

"Aku belum selesai, hyung. Lima belas menit lagi?"

"Kau sudah mengatakan hal yang sama sejak satu setengah jam yang lalu. Bukannya tugasmu sudah selesai semuanya?"

"Belum. Aku masih punya hal yang harus aku selesaikan," jawab Taehyung singkat, matanya masih fokus sepenuhnya pada layar laptop yang menyala.

Jimin menghela napas, lelah berdebat. Taehyung memang belakangan tidur kelewat larut, karena harus membagi waktu antara belajar, mengerjakan tugas, dan menjelajah internet untuk mencari informasi apapun yang akan berguna untuk mendukungnya mencari Jihyun, atau anggota keluarga Jimin yang lain.

"Setidaknya nyalakan lampu," jemari Jimin bergerak untuk menyentuh saklar lampu yang menempel di dinding kamar Taehyung. Jimin sedikit meringis ketika perih luka bakar di jarinya kembali setelah menyentuh plastik keras bahan saklar tersebut.

Jimin terkejut ketika tiba-tiba di sebelah tangannya yang masih menyentuh saklar lampu, tangan lain yang lebih besar ditempatkan pula di sebelah tangannya.

"T-Tae?"

"Aku bisa nyalakan sendiri, jangan memaksakan diri kalau jarimu terasa sakit. Tidak ada plester yang bisa menutup lukamu, soalnya."

Napas Taehyung berhembus dekat sekali dengan tengkuk Jimin, rasa hangatnya membuat darah Jimin berdesir.

"Bercanda, hyung. Tidak usah tegang begitu. Aku tidak gigit," tangan besar Taehyung dipindahkan seraya Jimin membalikkan punggung, menyaksikan Taehyung menahan tawa.

"Aku suka hyung perhatian padaku. Tapi serius hyung, aku bisa jalan sendiri kalau cuma mau menyalakan lampu. Lagipula kalau suatu hari aku jadi harus pakai kacamata, hyung tidak salah sama sekali. Itu murni salahku karena aku malas menyalakan lampu," ujar Taehyung sambil memamerkan senyum kotak kebanggaannya.

Jimin mendengus sambil melengos pergi, lalu menjatuhkan tubuh ke kasur Taehyung. Hal yang semata-mata dilakukannya untuk menutupi fakta kalau Jimin merasa berdebar luar biasa di sekitar Taehyung.

"Jangan memanjakanku terus, hyung," ucap Taehyung lagi setelah remaja itu menarik kursi belajarnya, kembali duduk di posisi awalnya di depan laptop yang menyala.

Jimin melirik Taehyung sedih. Ada sebagian dari dirinya yang merasa sayang karena Taehyung sekarang sudah hampir seumur dengannya ketika Jimin meninggal, wajar saja Taehyung sudah enggan diperlakukan seperti anak kecil lagi. Yang sebagian lain merasa Taehyung mengatakan hal yang benar, karena cepat atau lambat, setelah Taehyung berhasil menemukan keluarganya, Jimin akan--

"Hyung, salah satu dari lima Park Jihyun yang kuhubungi membalas e-mail-ku."

.

.

.

"Kau kelihatan kelelahan, Tae," sapa Hoseok pada Taehyung ketika melihat sahabatnya itu berjalan ke kursinya yang berada di depan tempat duduknya di kelas. "Jangan bilang semalam kau begadang lagi sampai dini hari. Terlalu sering tidak bagus juga buatmu," lanjutnya.

"Mau bagaimana lagi, aku cuma punya waktu di sore sampai malam hari. Aku tidak bisa mengorbankan terlalu banyak waktu belajarku juga untuk mencari keluarga Jimin-hyung, yang aku bisa lakukan cuma segini, Seok," jawab Taehyung dengan nada lesu.

"Tapi kalau kau kurang tidur juga performa belajarmu akan turun, belakangan kau sering ketiduran juga kan, di kelas? Untung aku duduk di belakangmu, dan ketua kelas tidak keberatan untuk membangunkanmu sebelum ada guru yang sadar kau tertidur!"

✔️| imaginary friend [kth x pjm]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang