Jisung mengerjapkan mata. Masih berusaha mengumpulkan kesadarannya sementara rasa pening di kepalanya senantiasa terasa. Samar-samar Jisung mendengar suara banyak orang yang tengah bercakap-cakap.
Felix yang pertama kali menangkap pergerakan dari Jisung yang telah tersadar dari pingsannya. Buru-buru ia menghampiri Jisung yang masih sama pucatnya sejak beberapa saat yang lalu. "Jisung, bisa dengar aku?"
Jisung mengangguk, ia berusaha bangkit untuk duduk. Tapi sebelum sempat, Felix sudah buru-buru menahannya. "Tiduran aja, Sung."
"Siapa yang bawa aku ke sini, Lix? Nggak mungkin kamu atau Seungmin 'kan," katanya sembari menatap siluet Seungmin bersama seorang pemuda tinggi yang lain.
Felix mengulas senyum, "Kak Minho yang bantu buat bawa kamu ke sini. Kamu harus bilang makasih ke dia, Sung. Dia baik banget."
"Kalo bukan karena Kak Minho, kita bakal kelimpungan mau angkat kamu pakai apa ke sini." Felix mengusap sudut matanya yang basah. "Sung, apa yang kamu rasain sekarang?"
"Pusing, tapi nggak terlalu parah." Jisung tersenyum lemah. Bibir serta wajahnya pucat, membuat Felix makin tidak tega melihatnya. "Mau makan nggak, Sung? Terus minum obat."
Jisung menggeleng, "Sekarang jam berapa, Lix? Bukannya kita harus balik ke kelas sekarang?"
Felix menggeleng, "Jangan maksain diri, Sung. Kondisimu masih terlalu lemah buat ikut jam pelajaran."
"Yaudah, kalo gitu kamu aja deh yang balik ke kelas. Biar kamu nggak ketinggalan banyak pelajaran. Aku bisa jaga diri di sini, kok!" Jisung berusaha sekuat tenaga meyakinkan Felix yang tengah menatapnya ragu.
"Jisung," panggil Seungmin yang entah datang darimana dengan semangkok bubur yang asapnya masih mengepul. Pemuda itu tak datang sendiri, melainkan bersama Minho yang membantunya membawa segelas teh hangat.
"Makan dulu, yuk. Terus minum obat," katanya sembari menarik kursi mendekat pada ranjang yang Jisung tempati. Ia membantu pemuda itu untuk duduk, bersama Felix tentunya.
Jisung mengangguk lemah, seakan tak punya pilihan lain. Matanya sesekali mencuri lihat pada Minho yang kini tengah asyik bercengkrama dengan Felix. Sepertinya membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan ekstrakulikuler yang sama-sama mereka geluti.
"Say Aaaa," ujar Seungmin sembari menyodorkan sesendok bubur yang tadinya sudah ditiup agar tidak terlalu panas.
Jisung menuruti, memakan suap demi suap yang Seungmin berikan dengan lahap. Saking bersemangatnya sampai-sampai pemuda itu tersedak. Minho yang mendapati jika Jisung tersedak, buru-buru memberikan segelas teh hangat yang entah bagaimana caranya masih ada dalam genggamannya.
"Pelan-pelan aja, Sung." Minho menatap datar Jisung yang terlihat begitu rakus dengan teh hangat. Setelahnya ia mengulurkan sebelah tangannya, memberikan obat pereda sakit kepala. "Gue mau minta maaf soal yang tadi. Harusnya gue lebih hati-hati."
Jisung mengangguk, "Nggak masalah. Lagipula Kak Minho 'kan nggak sengaja."
Minho mengangguk, mengacak surai Jisung yang sedikit berkeringat. Tanpa sadar membuat yang lebih muda memerah. "Oke deh, kalo gitu gue balik." Matanya memandang Seungmin, mengisyaratkan sesuatu. "Ayo balik, Min."
Begitu kedua sejoli itu menghilang dari pandangan. Felix menatap Jisung dengan mata membulat, sarat keterkejutan. "Itu tadi apa?"
"Yang mana?" tanya Jisung sama sekali tidak mengerti dengan maksud Felix. Dan seperti disadarkan akan sesuatu tiba-tiba matanya membulat, "Oh!"
"Kok bisa sih dia gitu di depan Seungmin? Nggak takut Seungmin marah apa?" Felix menggeleng tak habis pikir.
Jisung mengendikkan bahunya acuh. Toh, mereka berdua belum punya hubungan lebih. Batinnya berkata.
***
Minho menghentikan laju mobilnya setelah beberapa saat yang lalu Seungmin mengintruksikan untuk berhenti di depan rumah bercat biru berpagar hitam. Warna biru muda kelihatan mencolok di sekitar sana, mengingat sebagian besar rumah yang berdiri bercat abu-abu atau bahkan putih.
Keduanya bergerak melepas sabuk pengaman. Seungmin menatap Minho dengan senyum cerah, seperti tidak pernah melunturkan senyumannya barang sekalipun. Minho mau tak mau turut tersenyum, baginya senyuman milik pemuda di depannya ini adalah candu untuknya.
Keduanya melangkah keluar bersama-sama. Senja hari ini, baik rumah maupun perumahan tempat Seungmin tinggal tampak lenggang. Sunyi, namun damai.
"Makasih karena udah antar aku pulang, Kak." Seungmin berkata dengan semburat merah samar di pipinya.
Minho mengacak surai milik Seungmin dengan gemas. Tersenyum lebar menampilkan deretan giginya yang bersih, "Kamu kayak sama siapa aja sih, Min. Justru aku senang, bisa antar kamu pulang ke rumah. Seenggaknya aku juga bisa pastiin kamu pulang dengan selamat."
Seungmin mengangguk, "Kalo gitu aku masuk duluan ya, Kak." Mengecup pipi Minho sekilas, sebelum akhirnya berlari menjauh dengan telinga memerah.
Kondisi Minho tak jauh berbeda dengannya. Sama-sama memerah malu. Bahkan ia sampai tersedak ludahnya sendiri karena terkejut. Pemuda itu memutuskan untuk berbalik pulang saat punggung Seungmin hilang ditelan pintu cokelat raksasa rumahnya.
***
Jisung tertawa-tawa saat Felix lagi-lagi menghubunginya. Mengingatkan untuk makan malam tepat waktu supaya kejadian hari ini tak terulang kembali. Namun, Jisung tidak menanggapi apa yang Felix ucapkan dengan serius. Dan hal itu berhasil membuat pemuda itu mengomel lebih keras dari sebelumnya.
"Felix, tenang ajaaa! Aku bakal makan malam tepat waktu, kok. Minum vitamin dan ngelakuin semua hal nggak penting yang kamu bilang sejak sepulang sekolah sampai sekarang ini," katanya sembari tersenyum tipis.
'Kamu ini, ya! Dinasihatin baik-baik malah gitu. Awas aja kalo sampe pingsan sama mimisan lagi. Aku nggak bakalan mau nolongin kamu!'
Jisung mendadak panik, "Eh, jangan gitu juga dong! Masa kamu tega biarin aku pingsan tanpa pertolongan. Kamu nggak punya belas kasihan, Lix!"
'BIARIN!'
Jisung menjauhkan ponsel dari telinga.
'Lagian yang dipeduliin nggak ngerti kalo lagi dikhawatirin!'
"Maaf-maaf, janji deh bakal makan malam tepat waktu! Kamu juga, loh?" Balas Jisung sembari mengusap-usap daun telinganya.
Felix masih sibuk mengoceh hingga suara sebuah mobil melaju memasuki pekarangan rumahnya terdengar. Jisung buru-buru bangkit dari tempat duduknya, memutus telponnya sepihak. Tubuh mungilnya dibawa berlari mendekati balkon, mendapati ibunya turun dari dalam mobil hitam miliknya. Sepertinya wanita itu kelelahan selepas menjalankan perjalanan bisnis.
Jisung berlari ke bawah, menghampiri sang ibu. Wanita itu, meskipun kelelahan, namun masih menyempatkan diri untuk tersenyum pada Jisung yang kini menatapnya penuh kerinduan.
"Mama!" Panggil Jisung tidak bisa menyembunyikan nada-nada bahagia dalam suaranya. Sang ibupun sama, berhambur memeluk putra tunggalnya itu.
Mereka saling melepaskan pelukan. Ibu Jisung mengamati putranya lanat-lamat dan setelahnya satu sentilan keras dilayangkan pada dahinya. "Kamu kurus banget, Jisung! Lupa makan terus ya kamu? Ngaku!"
Ah, berapa kali Jisung mendapat omelan untuk makan tepat waktu hari ini? Jisung capek.
---
fufufu
ada yang kangen?😃
selain karena sibuk, akhir akhir ini juga suka lupa sama wattpad. balik ke sini cuma buat baca biar dapet inspirasi.maafin ano yaa teman teman😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Song For Jisung ㅡ minsung✔
FanficHanya keduanya yang tahu, lewat nada-nada musik perasaan mereka diungkapkan. Mungkin hanya Minho yang masih bingung dengan pemikirannya sendiri. Tentang siapa yang berhak untuk hati dan semua rasa cintanya. Tentang siapa yang berhak menjadi pemilik...