Nine

4.1K 585 114
                                    

Kedua tangan Ardi terkepal begitu erat melihat kepergian Fani, tak ada yang menyadari jika raut cowok itu perlahan menyendu. Rara yang melihat sahabatnya diperlakukan seperti itu langsung bertindak, dirinya merangsek maju menghampiri Ardi yang masih menatap kepergian Fani.

"Brengsek! Lo bener-bener brengsek, Ar!" amuk Rara dengan wajah merah menatap Ardi. Cowok yang menjadi sumber masalah di kehidupan Fani.

Ardi seketika mengalihkan tatapannya, hingga kini mata tajamnya itu memandang Rara.

"Eh dijaga yah kalau ngomong!" sentak Shela marah yang kini berdiri di samping Ardi dengan tangan yang bergelayut manja di lengan si cowok.

"Diem lo, plastik! Gue nggak ngomong sama lo." sentak Rara balik dengan mata yang melotot tajam, membuat Shela menganga kaget tidak percaya.

"Sumpah demi Tuhan. Gue bener-bener benci sama lo, Ar. Cowok brengsek, bajingan yang bisanya cuman nyakitin sahabat gue doang!" sembur Rara marah yang benar-benar terlihat murka.

Jelas saja dirinya marah, bisa-bisanya cowok di depannya memerlakukan Fani yang notabene sahabatnya seperti itu. Memainkan perasaan Fani dengan seenaknya, lebih baik sahabatnya itu tidak usah kembali pada Ardi kalau pada akhirnya selalu makan hati.

Setelah mengatakan kata-kata tersebut, Rara segera pergi meninggalkan kantin dengan kedua tangan yang setia memegang kedua mangkuk bakso. Dia tidak mungkin menaruh bakso yang telah dibelinya begitu saja, dia lebih memilih membawanya meskipun dengan susah payah harus naik-turun tangga. Tapi tidak masalah buatnya, karena dia tahu yang dibutuhkan Fani untuk saat ini adalah makanan.

Dan benar saja, Rara menemukan Fani di dalam kelas dengan wajah keruh.

"Si Fani kenapa, Ra? Gue sampe di bentak sama dia." tanya Bian begitu melihat Rara yang baru saja masuk ke dalam kelas. Dirinya pun langsung menghampiri teman sekelasnya.

"Ck elo sih, gak liat apa muka Fani gelap gitu. Pake di tanya lagi,"

Bian menggaruk belakang kepalanya.

"Yah kan gue nggak tahu, lagian gue cuman tanya dia abis dari mana, eh gue malah di semprot."

"Ckckck rasain lo, udah ah gue mau taruh ini dulu." sahut Rara kembali melangkah menuju bangkunya.

Rara menaruh dua mangkuk bakso di depan Fani. Ia lalu duduk di samping Fani sambil memandang wajah sahabatnya itu yang memang begitu gelap, gelap karena suasana hatinya yang begitu kacau. Dia maklum dengan kondisi Fani karena jika dirinya menjadi Fani pun, dia akan melakukan hal yang sama. Nasihat untuk membuka hati pada cowok lain baginya percuma saja. Moveon itu susah kalau dirinya benar-benar cinta, di sodorin cowok segimana sempurnanya jika bukan cowok yang kita cintai tetap saja tidak akan berhasil. Maka dari itu baik Maria maupun dirinya tidak pernah menyuruh Fani untuk moveon.

"Jadi... Langkah apa yang sekarang akan lo ambil?" tanya Rara begitu melihat Fani yang mulai melahap bakso pesanannya.

Fani diam saja sambil mengunyah makananya, malas membalas perkataan Rara.

"Gue nggak akan nyuruh lo buat moveon, semua keputusan ada di tangan lo. Yang pasti gue sama Maria akan selalu dukung lo." sahut Rara lagi dengan senyum tulusnya.

Fani yang sedari tadi hanya diam memakan bakso nya seketika terdiam mencerna ucapan Rara. Cewek itu menoleh ke kiri di dapatinya wajah sahabatnya yang sedang tersenyum tulus kepadanya, membuat perasaan Fani tersentuh dan ikut tersenyum juga.

"Thanks, Ra."

***

"Di... Tunggu dong!" seru Shela yang kini tengah berjalan setengah berlari mengejar Ardi.

One More TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang