Twenty Six

352 98 15
                                    

Ardi berjalan dengan langkah besar, dia benar-benar sudah muak dengan cewek menyebalkan itu. Ia tidak mengidahkan beberapa adik kelas menyapanya, jika kondisinya dalam keadaan normal Ardi tidak akan segan-segan untuk mengangguk, atau tersenyum tipis. Tapi lain halnya dengan sekarang, dia tidak bisa untuk diajak berbasa-basi.

"Ar, mau kemana lo?"

Radit berteriak dalam kelas begitu melihat Ardi yang melintasi kelasnya dengan langkah lebar. Dan Radit juga sepertinya tahu, jika Ardi sedang tidak bisa diajak bercanda. Radit yang penasaran, lantas beranjak dari duduknya dan segera pergi meninggalkan kelasnya untuk mengejar Ardi.

Langkah kaki Ardi yang lebar membuat Radit harus berlari mengejarnya. Matanya menyipit begitu melihat Ardi masuk ke kelas Shela. Namun tanpa berpikir panjang dia tetap mengikutinya.

"Ardi." Panggil Shela manis.

Kening yang dibenturkan Fani pada kening Shela membuat cewek itu menutupinya dengan rambut. Memang tidak terlihat sih, namun mereka semua sudah tahu dengan insiden kemarin jadi rasanya percuma saja untuk ditutupi.

"Ayo, aku sudah siap istirahat di kantin." Seru Shela lagi dengan pede.

Sekarang memang jam istirahat maka dari itu beberapa teman sekelasnya sebagian sudah pergi ke kantin. Di dalam kelasnya hanya ada beberapa anak saja, termasuk Shela sedangkan kedua teman Shela tengah ke kantin demi memenuhi keinginan Shela.

"Lo ngadu apa ke kepala sekolah?"

Mendengar pertanyaan Ardi membuat tubuh Shela menegang, namun sebisa mungkin dia bersikap biasa saja.

"Kok kamu ngomongnya gitu?"

Radit yang baru saja tiba di sana memberi jarak, dia mengeluarkan ponsel pintarnya untuk merekam. Dia hanya ingin melihat reaksi Shela ketika cewek itu dimarahi Ardi. Dia bisa menggunakan vidio itu jika dirinya sedang bosan, jadi dia sengaja merekamnya.

"Jawab aja, gue gak butuh basa-basi."

Wajah Shela berubah, dia mulai menunjukkan ketidak sukaannya.

"Aku aduin dia karena udah bully aku kemarin!" Tantangnya tanpa merasa takut. Sekalipun itu Ardi di depannya, jelas saja dia berani, karena dia yakin Ardi tidak akan macam-macam kepadanya.

Ardi mencoba untuk tidak menyeret cewek itu ketika mendengar jawaban Shela. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran cewek di depannya itu.

"Kenapa gak sekalian lo laporin kalau lo juga udah fitnah ibunya?"

Desis Ardi dengan wajah yang begitu dingin.

Shela gelagapan mendengarnya, mengapa Ardi menuduhnya seperti itu dan malah terkesan membela Fani. Shela berdiri dari duduknya, ia kini dapat leluasa memandang wajah Ardi tanpa perlu mendongak tinggi.

"Loh, Ar. Kok kamu jadi nuduh aku fitnah? Kan kemarin itu ibunya Fani. Perempuan yang udah bikin keluarga kamu hancur."

Mendengar ucapan Shela membuat Ardi memajukan wajahnya, bibirnya nyaris bersentuhan dengan bibir Shela sedangkan matanya menghunus tajam mata Shela. Shela rasanya ingin menjerit karena wajah mereka yang begitu dekat. Selama ini dirinya selalu menempeli Ardi dia tidak pernah sedekat ini. Ini benar-benar hari terbaiknya, dia tidak akan pernah melupakan kejadian ini. Wajahnya tidak bisa dikatakan baik-baik saja, begitu merah seperti tomat dan jangan lupakan degup jantungnya yang menggila.

"Lo jangan pura-pura amnesia, Shel! Selingkuhan bokap gue bukan perempuan yang ada di cafe kemarin!"

Tubuh Ardi mundur, ia melihat Shela yang kembali kaget seolah menyadari sesuatu.

"Lo tarik laporan di kepala sekolah, dan minta maaf sama Fani."

Belum selesai kekagetannya, Shela kembali kaget.

"Apa-apaan kamu, Ar. Meskipun yang kemarin bukan ibu Fani tapi tetep aja dia udah bully aku."

"Lo yakin nggak mau minta maaf?"

"Nggak!"

Shela menjawab lantang dengan dagu terangkat tinggi.

"Oke kalau lo nggak mau,"

Shela pikir setelah dia menolak Ardi akan membiarkannya, namun dugaanya salah. Cowok yang disukainya itu malah menarik lengannya, membuat ia kaget.

"Ikut lo sama gue, jelasin di ruangan kepala sekolah!" Tandas Ardi.

Ketua osis itu rupanya tidak mempedulikan Shela yang notabene seorang cewek. Dia menarik Shela dari tempatnya berdiri untuk mengikutinya, sekalipun cewek itu meronta-ronta minta dilepaskan namun Ardi tidak mendengar.

Radit yang memang sudah menghentikan rekamannya, langsung membuka pintu kelas Shela agar Ardi dengan mudah membawa cewek sinting itu. Teman sekelas Shela tidak ada yang berani menghentikan Ardi karena mereka tahu diri, dan juga tidak mau terbawa-bawa masalah yang rumit itu.

"Lepas, Ar. Tangan aku sakit tahu!" seru Shela yang terus berontak, mencoba melepaskan cekalan Ardi pada tangannya.

Radit yang berjalan dibelakang terus mengikuti langkah keduanya, dia dapat mendengar dengan jelas setiap perkataan Shela.

Dia gemas ingin sekali meremas mulut Shela. Dia yang sudah kesal lantas ikutan menarik tangan Shela, yang membuat kini kedua tangan Shela dicekal oleh Radit dan Ardi.

"Jangan manja deh lo, fisik doang kan lo sakitnya. Coba Fani, batinnya yang sakit. Jangan dikira gue gak tau yah Shel dalang dibalik broadcast itu. Itu elo kan yang kirim?!"

Seru Radit dengan sinis, Shela kembali kaget dengan perkataan Radit yang benar adanya.

"Ingat, Shel. Bokapnya Fani donatur kedua sekolah ini, lo bisa kapan aja ditendang dari sini!" Ancam Ardi yang kini melepaskan cekalannya pada tangan Shela.

Cowok itu lantas pergi mendahului Radit dan Shela. Radit tersenyum puas melihat wajah tawanannya yang kini memucat, Shela seharusnya sedari dulu tahu diri. Fani bukan lawannya, pertama karena Fani sudah memiliki hatinya Ardi dan kedua karena orangtua Fani donatur disekolahnya. Maka dari itu ia senang sekali melihat Shela yang terlihat ketakutan.

"Bego sih, lo. Fani lo lawan, untung aja dia kagak kayak elo doyan ngadu. Ngomong gak penting, coba aja waktu broadcast kemaren dia langsung lapor bokapnya. Abis lo, saat itu juga Shel. Gue mau sadarin lo aja sih, bokapnya Fani kagak maen-maen dia sayang banget sama Fani. Sekali aja Fani ngomong buat usir lo dari sekolah ini, ya saat itu juga lo bakalan di usir. Atau kalau mau nih, Fani minta lo gak usah diterima di sekolah manapun. Bokapnya pasti ngabulin, anak tunggal kaya raya apa sih yang nggak bisa buat Fani."

Shela semakin ketakutan mendengar penuturan Radit. Dulu dia memang mendengar rumor tersebut, namun dia selalu anggap angin lalu, tapi sekarang rupanya itu bukan rumor belaka.

Radit yang merasakan jika Shela tidak lagi memberontak pun tersenyum puas. Seharusnya dia sedari tadi seperti ini, membungkam Shela dengan fakta-fakta yang ada.

Langkah mereka semakin dekat pada ruangan kepala sekolah, membuat Shela semakin dilanda ketakutakan. Sumpah dia benar-benar takut, kemungkinan yang diucapkan Radit menimpa dirinya jelas mimpi buruk. Dia harus memikirkan rencana lain untuk membuat Fani memaafkannya. Dia tidak mau dikeluarkan dari sekolah ini, atau bahkan tidak diterima disekolah lain. Apalagi sebentar lagi dirinya akan lulus, dia tidak mau berhenti sekolah karena masalah ini menurutnya ini benar-benar konyol jika ia sampai putus sekolah.

Ardi sudah sampai di depan ruang kepala sekolah, cowok itu mengetuk sebentar kemudian masuk ke dalam.

"Ardi ..." lirih Fani sedikit kaget, namun masih di dengar oleh si pemilik nama.

⚘️
⚘️
⚘️

Tbc

Acieeee siapa yang kemaren nebak Ardi? Iyes beneran kok Ardi tapi sama pengikutnya wkwkwk. Gimana? Makin penasaran gak? Hahaha ...

One More TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang