Twelve

4K 517 102
                                    

"Persetan!" umpatnya yang langsung saja melumat bibir tipis Fani dengan kasar, membuat Fani hanya bisa membelalakan matanya lebar, kaget akan tindakan spontan Ardi.

Fani yang memang merindukan cowok yang tengah menciumnya, membalas perlakuan serupa Ardi. Ia mencium balik mantannya itu membuat Ardi mengerang disela ciumannya. Bukan hanya Fani saja yang merindukan Ardi tapi cowok itu juga merindukannya, tanpa orang lain tahu. Tapi kemudian Fani secara tiba-tiba melepaskan ciumannya, yang tentu saja tidak diperbolehkan oleh Ardi. Mantannya itu justru memeluk pinggang Fani dengan erat, menciumnya kembali dengan lebih kasar dan terburu-buru membuat bibir Fani terasa perih. Sekuat tenaga ia mencoba melepaskan pelukan Ardi pada tubuhnya, mendorong dada bidang cowok itu meskipun rasanya mustahil karena tubuh Ardi begitu keras, namun dia tidak menyerah dengan amarah yang ditahannya ia mendorong kembali Ardi dan bersyukur tubuh Ardi terdorong kebelakang.

Ciuman mereka otomatis terlepas, onyx hitam Ardi menyorot Fani dengan tatapan tajam. Tidak suka karena telah berhasil melepaskan ciumannya, setelah pelukannya terlepas. Fani menampar Ardi hingga membuat sudut bibirnya sedikit sobek, membuat Ardi melotot tak peracaya akan tindakan Fani kepadanya.

Mata indah Fani menatap Ardi dengan pandangan, kecewa, marah dan juga sedih sehingga membuatnya berkaca-kaca.

"Brengsek! Apa yang lo lakuin, hah?!" seru Fani berang dengan mata yang perlahan meneteskan air mata.

Ardi yang melihat mantan yang masih dicintainya itu menangis karenanya seketika membuat tubuhnya membeku. Rasa penyesalan itu perlahan merayap menyentuh hatinya, tatapan terluka Fani membuatnya kesulitan bernapas. Dia melupakan jika Fani mungkin tersakiti olehnya, secara sikapnya yang seperti Bunglon membuat Fani wajar bersikap seperti ini--- menolaknya.

"Gue nggak ngerti sama jalan pikiran lo, Ar. Apa sih salah gue sama lo? Jangan bikin gue benci sama lo, Ar!" seru Fani berang kali ini dengan tatapan marahnya.

Ardi diam saja tidak membalas pertanyaan Fani. Ia hanya menatap wajah cantik Fani dengan sorot mata yang sulit di jelaskan. Ingin sekali ia menjelaskan semuanya, alasan mengapa selama ini dirinya berlaku bajingan kepadanya. Namun ia tidak bisa, jika dirinya mengatakan yang sejujurnya dirinya takut melihat Fani hancur dan juga terluka. Tapi mau sampai kapan ia bisa memendam semua ini sendiri? Dirinya pun sudah lelah selama berbulan-bulan ini menyakiti Fani. Dengan status tidak jelasnya, menurut dia status dirinya dan Fani selama ini sedang break tidak putus. Tapi mungkin berbeda dengan orang-orang yang melihatnya, atau mungkin Fani sendiri.

Fani yang melihat Ardi hanya diam tidak merespon pertanyaannya, membuat dirinya muak. Menghela napasnya dengan berat, Fani mulai melangkah pergi meninggalkan Ardi yang diam mematung. Namun begitu melihat Fani yang akan berbelok, ia segera mengejar ceweknya dipeluknya Fani dari belakang dengan erat. Menyembunyikan wajah tampannya pada leher jenjang Fani yang terekspos.

Tubuh Fani seketik menegang, kaget akan Ardi yang tiba-tiba memeluknya dari belakang dengan erat. Kekagetan Fani membuatnya tidak bisa bergerak bahkan berpikir jernih, sebab wajah Ardi begitu menepel pada lehernya jangan lupakan bibir mantannya itu yang berada pada lehernya juga. Membuat dirinya merinding oleh perasaan lain, oke stop hentikan pemikiran gilanya.

"Maaf, maafin gue, Fan..." ujarnya begitu lirih ditelinga Fani. Dan ucapan lirih Ardi hanya membuat Fani terdiam, perasaannya berkecamuk. Dia benar-benar bingung dan kesal dengan tingkah Ardi yang seperti ini. Melihat Ardi yang meminta maaf kepadanya, membuat ia nelangsa dan ingin memaafkan Ardi. Tapi tidak semudah itu, dia ingin kejelasan. Kenapa selama beberapa bulan ini Ardi bersikap brengsek kepadanya? Bukan tanpa alasan jika Ardi bersikap seperti itu kepadanya, ada sesuatu hal yang dia sembunyikan.

"Jelasin, Ar. Apa yang kamu sembunyikan dari aku?" tanya Fani yang sukses membuat tubuh cowok yang memeluknya dari belakang itu menegang dengan sempurna. Bahkan wajah Ardi mulai meninggalkan leher Fani, hanya kedua tangannya saja yang masih mendekap Fani namun tidak seerat tadi.

One More TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang