Lisa sudah tiba di depan rumahnya. Ia mengeluarkan sebuah kunci dari dalam tas dan sempat kesulitan menggunakannya pada pintu besi itu. Setelah beberapa lama, barulah pintu itu akhirnya dapat terbuka. Lisa lalu melangkah masuk ke dalam rumah. Di dalamnya, terlihat banyak kotak berserakan di setiap sudut ruangan, menunggu sang pemilik menyesuaikan posisinya di rumah baru itu.
Lisa berjalan ke arah dapur dan menjumpai Luca yang tengah memakan apel disana. Langsung terlihat ekspresi senang di wajah adik kecil laki-lakinya itu saat melihat Lisa yang baru tiba. Ia melompat dari kursinya untuk menghampiri Lisa, memeluk pinggangnya erat. "Kak Lisa!" teriaknya.
Lisa tersenyum membalas pelukan adiknya lalu berlutut di depan Luca agar sejajar dengannya. "Hei Luca! Bagaimana sekolahmu hari ini?"
"Menyenangkan! Aku bertemu dua teman baru hari ini. Dan guru baruku, Mrs. Park, dia sangat baik kak. Dia menolongku saat aku terjatuh tadi."
"Wah, benarkah? Aku juga bertemu dua teman baru. Kau akan menyukai mereka Luca! Mereka sangat menyenangkan tapi juga agak sedikit gila." Lisa lalu khawatir saat mendengar cerita terakhir Luca. "Kau jatuh? Apa kau tidak apa-apa sekarang?" tanyanya.
"Aku tidak apa-apa." jawabnya. "Tapi, teman-teman barumu sepertinya terdengar sama gilanya denganmu... Aku jadi tidak sabar bertemu mereka!" katanya tersenyum menggemaskan.
"Mereka pasti akan berpikir kau keren nanti." Lisa tersenyum sambil berjalan mengambil apel di atas meja, mengambil satu gigitan saat ibunya memasuki dapur dengan membawa kotak besar di tangannya.
"Hai sayang. Bagaimana hari pertamamu?" Ibunya bertanya, menaruh kotak besar tadi di sudut ruangan.
Lisa mengangkat bahu. "Baik. Aku membuat teman baru." katanya tersenyum tipis. "Aku juga bergabung dengan kelas seni," Tambahnya, bersemangat.
"Oh!" Ibunya menepuk kedua tanganya bersamaan. "Itu sangat bagus, sayang. Aku senang mendengar kau bergabung di kelas yang aku yakin-kau akan hebat di dalamnya." Dia memeluk putrinya. "Aku tahu kau sangat keberatan saat kita pindah kesini. Tapi lihatlah, semuanya berakhir dengan baik kan?" katanya menatap Lisa.
"Kurasa... dan setelah kupikir-pikir, aku mungkin lebih menyukai di Seoul sekarang." Ia mengakui. "Aku punya firasat ini akan menjadi tahun yang menyenangkan." Ucap Lisa bersemangat.
Di mobil Jennie. Chaeyoung duduk sambil menyilangkan kedua lengannya. "Ini akan menjadi tahun yang memuakkan." Ujarnya memecah keheningan dalam perjalanan menuju rumahnya itu.
"Semuanya akan baik-baik saja." jawab Jennie.
Chaeyoung memainkan tongkatnya lalu menyela. "Tidak! Kau tidak paham. Aku benar-benar dikelilingi oleh orang-orang bodoh."
"Ooh, mengejutkan. Coba jelaskan padaku." Tanya Jennie agak sinis.
"Kau beruntung kau sedang menyetir, kalau tidak, aku pasti sudah mendorongmu sekarang. Aku tidak ingin jadi buta dan juga lumpuh kalau tiba-tiba kita kecelakaan. Itu akan sangat melelahkan." Chaeyoung memberi tahu, menunjukkan dark humor-nya.
"Kau jelas juga tidak bisa bersikap baik." Jennie membalas.
"Aku baik padamu!" Bela Chaeyoung.
"Aku bermanfaat untukmu, itulah sebabnya." Canda Jennie.
Chaeyoung mengangkat bahu. "Itu benar." Ia lalu melanjutkan. "Tidak. Tapi aku serius! Tahun ini akan jadi yang terburuk." Ia menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi. "Kelas-kelas dimana aku tidak bersamamu, semuanya adalah kelas istimewa. Kecuali kelas seni tentunya...Itu mungkin satu-satunya kelas yang aku nantikan." Chaeyoung memberi tahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Acluophilia
FanfictionMemulai kehidupan yang baru di kota Seoul, Lalisa Manoban, gadis riang berjiwa seni itu tak pernah menyangka bahwa ia akan menjadi cahaya dalam hidup seseorang. Terlebih lagi jika seseorang itu adalah gadis buta yang dikenal arogan, Park Chaeyoung...