Chapter 9

1.6K 259 13
                                    

Sudah satu jam mereka saling melontarkan pertanyaan. Kini, keduanya telah mempelajari sedikit hal tentang satu sama lain. Dimulai dari obsesi Lisa pada susu coklat dan fastfood, hingga kecintaan Chaeyoung pada penyair terkenal Edgar Allen Poe. Lisa bercerita bahwa ia sangat membenci ular dan hantu, Chaeyoung pun bercerita bahwa ia tak akan menolak jika diberi makanan apapun–kecuali buah alpukat, satu-satunya hal yang paling dibencinya.

Lisa mengira akan sulit untuk memulai percakapan dengan Chaeyoung. Namun, ternyata hal itu berlangsung lebih mudah dari yang ia bayangkan. Mereka dapat dengan mudahnya menyeimbangi satu sama lain, bahkan Lisa sempat beberapa kali membuat Chaeyoung tertawa.

Chaeyoung yang berada di hadapannya saat ini sangat berbeda dengan yang ada di sekolah, Chaeyoung yang selalu berkata kasar dan sinis dan banyak lagi sebutan yang tersemat padanya. Tapi saat ini, Lisa merasa bahwa ia sedang berhadapan dengan diri Chaeyoung yang sebenarnya.

Memutuskan untuk menggali lebih dalam begitu mereka mencapai pertanyaan kedua puluh, Lisa membasahi bibirnya, bergeser dengan canggung. "Jadi, bagaimana kau...um...bagaimana kau kehilangan penglihatanmu?" tanyanya ragu-ragu.

Ekspresi Chaeyoung berubah saat ia mendengar pertanyaan itu. "Kenapa kau ingin tahu?" tanyanya pelan, hampir seperti membela diri.

"A-Aku hanya...penasaran. Jika ingin bisa mengenalmu lebih dalam, maka aku perlu tahu sesuatu yang sudah berdampak besar dalam hidupmu." Lisa menjawab. "Tapi kau tidak...kau tidak harus memberitahuku."

Chaeyoung mengangkat bahu, menyilangkan tangannya. "Terserahlah." Ia berhenti. "Aku didiagnosa dengan Retinoblastoma saat usiaku 5 tahun." Ia memberitahunya. "Itu, um, intinya adalah kanker pada mata, khususnya di retina yang merupakan lapisan sensitif di dalam matamu. Dan aku...punya tumor di kedua mataku saat itu." Jelasnya. "Karena perawatan intensif yang harus kujalani, penglihatanku pun mulai menurun. Lalu puncaknya, aku kehilangan penglihatan total saat umurku 10 tahun." Katanya tertunduk.

Chaeyoung memainkan jarinya, mulai melanjutkan. "Pada saat itu, keadaanku sudah membaik, aku dinyatakan terbebas sepenuhnya dari kanker. Mereka bahkan bilang aku sangat beruntung bahwa aku masih bisa memiliki mataku. Biasanya, mereka akan mengeluarkannya untuk mengangkat tumor jika perawatannya tidak berhasil–karena mata pada dasarnya tidak berguna setelah perawatan. Tapi yang terjadi padaku adalah kasus langka, mataku masih punya peluang 15% untuk dapat melihat kembali. Sangat kecil, tapi...setidaknya ada peluang." Ia mengangkat bahu. "Aku tidak memiliki tumor di mataku lagi, tapi aku masih harus bertemu dengan dokter setiap bulan untuk memeriksa mata dan juga tubuhku secara keseluruhan karena ada risiko kanker dapat tumbuh kembali di bagian tubuhku yang lain. Jadi...yay."

Lisa merasa hatinya tercabik saat mendengar cerita dari Chaeyoung. Pasti sangat sulit menanggung semua itu di usia yang begitu muda. Masuk akal juga mengapa Chaeyoung memiliki begitu banyak kemarahan dan kesedihan yang terpendam dalam dirinya. "Maafkan aku."

Chaeyoung mengangkat bahu. "Hidup bisa bersikap sangat memuakkan. Mereka melempar semua hal buruk padamu, berharap kau bisa menangkap semuanya saat kau hanya punya dua tangan. Dan ada begitu banyak yang harus kau pikul sebelum kau akhirnya menjatuhkan semuanya dan memutuskan untuk...tidak peduli lagi." Chaeyoung menghela nafas, mendorong kacamata hitamnya.

Lisa tidak tahu harus mengatakan apa padanya, ia memainkan jari-jarinya. "Sekarang giliranmu bertanya padaku." katanya mengalihkan pembicaraan.

Chaeyoung mengerutkan bibirnya dan berpikir sejenak. "Kenapa kau ada di sana? Waktu itu, saat kau mendengarkanku bermain piano?"

"Jujur, itu hanya kebetulan. Aku sedang berdiri di dekat lokerku saat tiba-tiba kudengar suara permainan piano. Lalu...itu menarik perhatianku. Aku pikir aku harus mendekatinya untuk melihatnya sendiri. Dan kemudian kau ada di sana...dan kau terlihat begitu bersemangat, seperti lagu itu adalah hal terakhir yang bisa kau mainkan. Aku sangat menyukai hal itu dari seseorang." Ia berhenti. "Dan juga...saat itu kau tampak begitu...bersinar." Lisa melanjutkan, rona merah merayapi pipinya.

Chaeyoung mengangkat alisnya. "Bersinar?"

Lisa semakin memerah. "Ya...bersinar." Ia tersenyum, menatap mata Chaeyoung. "Apa warna matamu?" Bisiknya.

Chaeyoung diam beberapa saat, tidak bergerak sedikit pun.

"Chaeyoung?"

Chaeyoung perlahan-lahan melepas kacamata itu, tangannya meraih dan menyentuh pipi Lisa hingga keduanya duduk berhadapan. Jantung Lisa berdetak sangat cepat ketika tangan Chaeyoung menyentuh kulit wajahnya dengan lembut, ia merasakan sengatan listrik ketika tangan pucat itu bersentuhan dengan wajahnya untuk pertama kali.

Lisa menatap Chaeyoung, terpesona pada keindahan matanya yang berwarna kecoklatan. Ia merasa seperti sedang memandangi hutan gugur yang sangat indah, dan Lisa yakin ia bisa tersesat di dalam hutan itu selama berabad-abad lamanya. Yang paling mengejutkannya adalah, mata Chaeyoung memiliki kilau kristal di dalamnya, selagi ia menatap Lisa dengan lembut. Meskipun Chaeyoung tidak benar-benar menatapnya dan hanya memberikan pandangan kosong- tapi Lisa tahu, saat itu ia sudah benar-benar tersesat di dalam tatapan gadis di hadapannya itu.

"Matamu sangat indah." Lisa berkata.

Chaeyoung merasakan pipinya memerah dan ia membuang muka, dengan cepat mengenakan kacamata hitamnya kembali. "Uh...Terima kasih." ia bergumam.

"Sayang sekali kau selalu menyembunyikannya di balik kacamata itu." Ucap Lisa, merasa kecewa ketika Chaeyoung menyembunyikan matanya lagi.

Chaeyoung membasahi bibirnya, mecoba mengalihkan pembicaraan. "Pertanyaan terakhir." Ia berhenti. "Kenapa aku punya firasat bahwa kau akan mengacaukan hidupku?"

Lisa tersenyum lembut. "Aku tidak akan melakukan itu."

"Lalu apa yang akan kau lakukan?"

"Memperbaikinya."

–––––––––––––––––––––––––––––––––––
Chapter 10 mungkin bakal di update besok.

AcluophiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang