Selain aku yang menjadi malas olahraga sejak datang ke Vancouver, jam tidurku juga menjadi kacau balau. Aku yang biasanya dapat tidur tepat jam 10 malam, sekarang aku baru bisa terlelap jam 3 ke atas.
Dan aku tau betul bahwa ini sangat tidak baik untuk kesehatanku.
"Qingqing."
Aku menoleh dan mendapati Winwin yang baru saja berdiri tepat di sebelahku. Pemuda itu mengusap-usap wajahnya sebentar sebelum menatapku dan tersenyum.
"Kok kamu belom tidur?"
Namun bukannya menjawab, Winwin malah mendongakkan kepalanya, menatap langit malam yang bertabur bintang.
"Kamu tidur gih," ujarnya. "Udah malem loh. Udah mau jam 2."
"Aku gak bisa tidur," jawabku. "Aku udah pernah bilang kan kalo aku baru bisa tidur jam 3?"
"Tidur."
Dahiku mengkerut ketika aku mendengar nada bicara Winwin yang berubah seratus delapan puluh derajat. Dari yang semula terdengar begitu lembut, sekarang suaranya terdengar sedikit menyeramkan.
"Aku bilang tidur," ulangnya lagi, namun aku masih tetap diam diposisiku. "Kamu gak ngerti apa yang aku omongin? Aku minta kamu tidur, ini udah malem."
Nada bicaranya kali ini terdengar sedikit marah, tentu saja membuatku menatapnya bingung. Kenapa Winwin tiba-tiba menjadi seperti ini?
"Kamu gak ngerti juga apa yang aku omongin? Aku gak bisa tidur jam segini."
Pandangan Winwin kini teralih padaku. Aku dapat melihat raut wajahnya yang sangat tidak seperti biasanya.
"Aku minta kamu tidur!"
"Apaan sih?!" seruku. Aku benar-benar tidak mengerti dengan sikap Winwin yang tiba-tiba berubah. "Aku kan tadi udah bilang kalo aku gak bisa tidur jam segini. Kamu gak ngerti juga?!"
"Kamu usaha dong!" Nada bicara Winwin mulai meninggi. Tatapan matanya juga semakin menajam. "Kamu tau kamu gak bisa tidur jam segini, ya usaha! Coba baring-baring atau apalah, jangan ke balkon kayak gini."
Aku bukan seseorang yang mudah terpancing emosinya, tapi begitu mendengar ucapan Winwin, entah mengapa emosiku langsung naik sampai ke ubun-ubun.
Seenaknya saja Winwin berkata kalau aku tidak ada usaha untuk tidur lebih awal seperti dulu. Padahal aku sudah mencoba untuk tidur lebih awal dengan tidak memainkan ponsel, membaca novel yang sangat tebal, meminum obat tidur, bahkan sampai konsultasi ke dokter. Semua cara sudah aku lakukan, dan hasilnya tetap sama.
"AKU UDAH USAHA!"
Winwin menatapku dengan tatapan meremehkan. "Usaha? Usaha apa? Usaha buat tidur lebih awal dengan cara kamu ngabisin waktu di balkon kayak gini?"
Aku hendak membuka mulut, namun Winwin malah memotong ucapanku.
"Udahlah, percuma juga aku ngomong panjang lebar. Kamu juga gak peduli. Kamu juga gak mau dengerin omongan aku."
Winwin masih menatapku dengan tatapan tajam, aku juga menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam. Atmosfer yang semula dingin kini berubah menjadi panas.
"Percuma aku balik ke masa lalu kalo kamu aja susah dikasih tau."
"Siapa juga yang suruh kamu balik?"
Senyum tipis muncul di wajah Winwin. Tatapan tajamnya perlahan memudar dan kini berganti dengan tatapan nanar.
"Gak ada orang lain yang suruh aku balik. Ini semua murni kemauan aku. Susah payah aku ke sini buat kamu, buat aku, buat anak kita. Tapi respon kamu malah kayak gini. Kamu gak menghargai usaha aku."
"Hah?" Aku mengacak-acak rambutku frustasi. Sungguh, aku benar-benar tidak mengerti dengan situasi sekarang. "Apaan sih? Aku gak ngerhargai usaha apa?"
"Kamu punya otak dipake dong! Mikir!"
Mataku membelalak saat mendengar respon Winwin. Wow, ini sangat luar biasa. Bahkan semarah-marahnya Hendery padaku, dia tidak pernah mengucapkan kata-kata seperti itu terhadapku.
"Aku gak ngerti apa yang ada di pikiran aku dua tahun lagi. Masa aku nikah sama cowok kasar kayak kamu? Mending juga Hendery kemana-mana."
"Bagus deh kalo kamu ngomong kayak gitu." Winwin tersenyum tipis. "Setahun lagi kalo ada cowok ngajak kamu kenalan di airport kamu gak usah tanggepin. Biar kita gak usah saling kenal, gak usah nikah juga. Biar gak ada kata kita diantara aku sama kamu."
"Oh oke," jawabku, setuju dengan keputusan Winwin. "Aku nikah sama Dejun aja nanti."
Winwin memandangku selama beberapa saat, sebelum akhirnya laki-laki itu berjalan masuk ke dalam kamarku dan beberapa menit setelahnya, aku dapat melihatnya berjalan keluar dari rumahku.
—
hari ini aku triple update!
selamat membaca 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Dong Sicheng ✔️
FanfictionDia, Dong Sicheng, pemuda berusia 28 tahun yang memperkenalkan dirinya sebagai suamiku yang datang dari masa depan. Mana mungkin? ㅡ featuring: Winwin. cover by godnjm! © henderywongs, 2019.