11: Kabar Buruk

12.4K 2.8K 244
                                    

"Ada apa nih mendadak ngajak ketemu?" tanya Yeri begitu gadis itu duduk di hadapanku. "Untung gue lagi gabut."

"Lagi bosen aja," jawabku. "Di rumah sepi banget."

"Sepi?" Yeri mengambil buku menu lalu membukanya. "Emang ke mana si Winwin?Masih ribut lo berdua?"

"Udah damai, cuma—" Aku menggantung ucapanku sejenak, kemudian melanjutkan kembali setelah menghela nafas. "—Cuma dia ngilang."

"Hah?" Yeri mendongakkan kepalanya dan menatapku bingung. "Ngilang ke mana?"

Aku mengangkat bahu. "Gak tau deh. Tiba-tiba pas gue bangun tidur dia udah gak ada. Gue cari ke mana-mana tetep gak ketemu. Dia bener-bener ngilang gitu aja. Gak ada jejak peninggalannya juga."

Yeri menganggukkan-anggukkan kepalanya. "Dia kan bilang kalo dia dari masa depan, apa jangan-jangan dia udah balik ke masa depan?"

"Aduh, gak tau gue." Aku memijat-mijat pelipisku. Kepalaku tiba-tiba terasa pening. "Masa sebentar banget ke sini."

"Dia ada urusan kali di masa depan, jadi gak bisa lama-lama di sini," tebak Yeri. "Oh iya gue hampir lupa, gimana? Lo udah bisa tidur lebih awal belom? Kemaren gue bantu doa loh buat lo."

"Udah!" ujarku. "Terus tidur gue nyenyak banget semalem. Udah lama banget gue gak tidur senyenyak itu."

Yeri tersenyum senang. "Bagus lah. Semoga lo seterusnya bisa tidur pagi. Biar gak kayak anak fakultas sebelah yang mati muda gara-gara sering begadang."

Aku menatap Yeri yang kini tengah melihat-lihat buku menu dengan tatapan datar. Apa benar yang dikatakan Yeri dua hari yang lalu kalau aku akan meninggal dalam usia muda ada hubungannya dengan kembalinya Winwin ke masa lalu?

Tapi, bukankah Winwin pernah berkata kalau ia kembali ke masa laluku karena ada hubungannya dengan kematian Hendery?










Jujur saja, sejak kepergian Winwin, aku merasa seperti setengah jiwaku hilang. Aku kehilangan semangat untuk melakukan apapun. Rasanya, aku hanya ingin menyendiri.

Karena itulah, setelah mengobrol dengan Yeri di café, aku memutuskan untuk melihat matahari terbenam di pantai yang aku dan Winwin kunjungi beberapa hari lalu.

'Bentar lagi sunset.'

'Kamu lebih suka sunrise atau sunset?'

'Sunrise. Mau tau gak kenapa?'

'Kenapa?'

'Karena kamu juga suka sunrise. Aku sebenernya suka sunset, karena artinya matahari udah selesai ngerjain tugasnya hari ini dan arti lainnya aku bisa istirahat. Tapi karena kamu suka sunrise, aku jadi ikutan suka.'

'Emang kamu tau alesan aku suka sunrise?'

'Tau. Karena menurut kamu, sunrise artinya hari baru telah tiba. Hari baru, semangat baru.'

Aku menggelengkan kepala berkali-kali saat percakapan antara aku dengan Winwin beberapa hari lalu terputar dalam benak. Aku menoleh ke sekeliling, dan aku tidak mendapati siapapun di pantai ini selain diriku.

Drrt drrt.

Aku segera mengangkat panggilan saat aku melihat nama Xiao Dejun terpampang di layar ponselku. "Halo?"

"Halo?"

"Kenapa, Jun? Tumben telepon, biasanya nge-chat."

Aku tertawa pelan, tapi Dejun di seberang sana malah menghela nafas panjang. "Gua mau kasih tau lu satu hal yang penting."

"Apa?"

Dejun kembali menghela nafas panjang, sebelum akhirnya berkata, "Hendery kecelakaan dan langsung meninggal di tempat."

Seharusnya aku terkejut dan langsung bereaksi, tapi aku hanya terdiam dan tidak merasakan apa yang seharusnya aku rasakan.

"Tadi Hendery abis dari rumah lu, tapi lu gak ada di rumah jadi dia pulang aja. Dan taunya dia kecelakaan pas balik dari rumah lu. Sekarang gua lagi ada di RS deket kampus kita. Lu ke sini cepetan ya. Gua tunggu."

Aku masih tidak menjawab dan beberapa menit kemudian, panggilan antara aku dan Dejun terputus. Aku menyimpan ponselku ke dalam tas, lalu aku memejamkan mata sebelum akhirnya bangkit berdiri dan segera pergi menuju rumah sakit.

Dan ternyata, apa yang Winwin katakan soal kematian Hendery beberapa saat lalu memang benar-benar terjadi.

Dong Sicheng ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang