16: Mau Gak?

12.2K 2.8K 359
                                    

Sewaktu aku kuliah dulu, salah seorang dosenku pernah berkata jika waktu akan terasa begitu cepat berlalu ketika kita sedang bersama dengan orang yang kita cintai.

Mungkin seperti itulah yang aku rasakan saat ini. Aku tidak menyangka jika aku sudah mengenal Winwin dan bersamanya selama lima belas bulan.

Sejujurnya, belum pernah ada kata pacaran diantara kami. Hubungan aku dan Winwin hanya seperti dua orang remaja yang tengah dekat.

Tapi, aku sama sekali tidak merasa bosan dengan keadaan seperti ini. Meski terkadang aku sering kesal sendiri karena Winwin yang terlalu sibuk bermain game sampai melupakan hal-hal yang penting. Apa mungkin karena aku tau kalau pada akhirnya aku dan Winwin akan menikah?

"Win? Kamu kenapa diem terus?"

Aku menatap Winwin yang terlihat tidak semangat pada acara makan malam ini. Sepiring spaghetti miliknya sejak tadi belum disentuh sama sekali.

"Ah itu..." Winwin menggaruk-garuk kepalanya. "Aku lagi bingung. Papa aku bentar lagi pensiun, dan aku bingung siapa yang gantiin posisi dia sebagai direktur utama."

'Kamu kerja apa?'

'Aku direktur utama di perusahaan Papa.'

Ucapan Winwin dan aku di bawah langit malam Vancouver tiba-tiba terlintas di kepalaku.

Aku segera menatap Winwin dan tersenyum lebar. "Kamu tenang aja, gak usah bingung. Yang bakal gantiin posisi Papa kamu itu kamu."

"Hah? Aku?" Winwin menunjuk dirinya. "Kok kamu bisa bilang aku orangnya? Kamu tau kan aku sama sekali gak bisa bisnis?"

"Iya, aku tau." Aku menganggukkan kepala. Winwin memang pernah bercerita kalau ia sama sekali tidak tertarik dengan bisnis dan ia juga tidak berniat melanjutkan perusahaan papanya. "Tapi emang kamu yang bakal gantiin Papa kamu. Kalo bukan kamu, siapa lagi?"

"Kan bisa—"

"—Udah." Aku memotong ucapan Winwin. "Percaya sama aku, kamu yang bakal gantiin posisi Papa kamu."

Winwin memandangku sejenak, lalu ia menghela nafas pasrah. Tangannya terangkat untuk meraih garpu dan ia mulai menyuap spaghetti-nya.

Aku tersenyum menatap Winwin yang sedang menikmati hidangan dengan lahap. Malam ini, Winwin terlihat sangat tampan dengan kemeja biru muda dan rambut yang ditata dengan sangat rapi. Wajahnya terlihat sedikit lelah, tapi tetap tidak membuat ketampanannya berkurang.

"Oh iya." Winwin meletakkan garpunya tiba-tiba, lalu ia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. "Aku ada hadiah buat kamu. Semoga kamu suka."

Mulutku menganga saat melihat Winwin meletakkan sebuah kotak dengan warna merah ke atas meja. Aku mulai bertanya-tanya dalam hati, apakah kotak merah itu berisi cincin seperti adegan dalam film yang aku tonton? Apakah Winwin akan memintaku menjadi pendamping hidupnya hari ini?

Winwin menyodorkan kotak itu padaku dan tersenyum. "Buka gih."

Aku mulai membuka kotak itu secara perlahan. Jantungku seketika berdetak dengan cepat, keringat mulai membasahi wajahku, dan tanganku mulai bergetar saat aku melihat isi dalam kotak tersebut.

Sebuah cincin. Persis dengan apa yang aku pikirkan tadi.

"Ini... Buat aku?"

Winwin tidak menjawab. Pemuda itu hanya tersenyum menatapku, lalu aku dapat melihatnya mengambil nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan.

"Aku mau ngomong." Lelaki itu menggaruk alisnya. Ada jeda selama kurang lebih sepuluh detik sebelum akhirnya Winwin mulai membuka mulutnya, "Hari ini tanggal 22 Oktober. Kamu tau hari ini hari apa?"

Aku menaikkan sebelah alisku bingung. Aku mengecek ponselku untuk melihat hari dan tanggal yang terpampang di layar.

"Jumat," jawabku. Aku dapat melihat Winwin yang tengah menatapku dengan tatapan yang tidak dapat aku artikan. Tunggu, apa ada yang salah dari jawabanku?

"Hmm gimana ya.." Winwin kembali menggaruk alisnya. "Bentar lagi kan ulang tahun aku, kamu mau gak ngasih hadiah yang spesial buat aku?"

Dahiku mengkerut. Entah, aku merasa pertanyaan Winwin adalah pertanyaan yang tidak perlu dijawab karena aku pasti akan memberikan hadiah pada Winwin. Dan tentunya hadiah itu adalah hadiah paling spesial dari yang spesial.

"Aku pasti ngasih yang spesial."

"Bukan yang kayak biasa kamu kasih," ujar Winwin, semakin membuatku bingung.

"Maksud kamu apa sih? Aku gak ngerti, Win. Emangnya hadiah yang selama ini aku kasih kurang spesial?"

Wajah Winwin langsung terlihat panik. "Bukan! Bukan gitu maksud aku. Hadiah yang kamu kasih ke aku itu spesial banget. Tapi aku pengen kamu kasih aku yang lebih spesial dari biasanya."

Aku menaikkan sebelah alisku. Hingga beberapa detik kemudian aku tersadar maksud dari ucapan Winwin. Tapi seperti biasanya, aku merasa tidak yakin.

"Terus maksud kamu?"

Winwin terlihat mengambil nafas lagi. "Aku tau ini kecepetan karena kita kenal belum terlalu lama. Tapi..."

"Tapi apa?" potongku. Sedetik kemudian aku merutuki diri sendiri karena telah membuat Winwin terlihat semakin gugup.

"Kamu mau gak jadi istri aku?"

hai semua! apa ada yang kangen
sama cerita ini? btw aku mau ngucapin
selamat lebaran buat teman-teman semua
yang merayakan 🙏

aku mau minta maaf karena aku baru bisa update sekarang 😭

soalnya kemaren tanggal 1-3, aku
ikut retreat dan selama retreat aku gada ide sama sekali buat ngetik. tanggal 4 kemaren juga aku ada acara jadi baru sempet ngelanjutin sekarang.

Dong Sicheng ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang