19: Ulang Tahun

11.3K 2.7K 609
                                    

Aku adalah tipe orang yang selalu menceritakan apa yang aku alami pada Yeri, begitu juga sebaliknya. Tapi mengingat Yeri saat ini tengah sibuk dengan persiapan pernikahannya, pada akhirnya aku memutuskan untuk memendam cerita tentang hubunganku yang kembali kandas.

"Halo?"

"Grace!" Terdengar sedikit suara berisik dari seberang sana. "Happy birthday ya buat laki lo! Panjang umur, sehat selalu, sukses terus kerjanya. Longlast juga sama lo sampai maut memisahkan."

Aku menjauhkan ponselku dari telinga, lalu aku melihat tanggal yang tertera dibagian homescreen.

Thursday, October 28.

Selama beberapa detik, aku tidak dapat melakukan apa-apa selain diam. Kalau Yeri tidak menelepon untuk mengucapkan selamat ulang tahun pada Winwin, aku mungkin tidak akan ingat dengan ulang tahun lelaki itu.

"Hoi, Grace? Kok diem?"

"Eh? Iya?" Suara Yeri membawaku kembali ke dunia nyata. "Makasih, Yer. Nanti gue sampein ke Winwin. Lo juga longlast sama Yeonjun."

"Eh iya, by the way, gue duluan ya. Mau nge-list temen-temen SMP buat gue undang ke nikahan gue. Bye-bye!"

"Oke-oke. Bye, Yer!"

Sesudah Yeri memutuskan panggilan denganku, aku meletakkan ponselku ke atas meja dan aku menghela nafas panjang.

Kalau aku jadi menikah dengan Winwin, mungkin aku juga akan sibuk mendata-data teman-teman yang akan aku undang ke acara resepsi pernikahanku beberapa saat menjelang hari pernikahanku.

Tapi sayang, itu semua hanya sebuah kemungkinan yang sudah tidak mungkin terjadi lagi saat ini.










Entah roh jenis apa yang merasukiku sehingga aku dengan berani datang ke apartemen Winwin setelah selesai mengerjakan beberapa design di café tadi.

Cklek.

Aku segera memasang senyum tipis saat Winwin membuka pintu apartemennya. Dan kini, Winwin telah berdiri di hadapanku dengan sheet mask yang menempel di wajahnya.

"Hai! Aku dateng disaat yang gak tepat ya?"

Tidak ada balasan yang aku dapat dari laki-laki dengan kaos putih dan celana basket hitam itu. Winwin malah menatapku dengan tatapan yang sulit aku deskripsikan.

"Oh iya, ini ada hadiah buat kamu." Aku menyodorkan sebuah paper bag berisi tas ransel dengan merek Balenciaga yang aku beli beberapa bulan sebelum hari ulang tahun Winwin tiba. "Maaf banget ya, aku cuma bisa ngasih ini. Semoga kamu suka."

Winwin melepas sheet mask-nya, lalu ia mengambil paper bag itu. "Makasih banyak."

"Sama-sama," jawabku. "Tadi Yeri juga ngucapin happy birthday buat kamu."

"Oke oke." Winwin menganggukkan kepalanya. "Tolong bilang ke dia, makasih banyak dari Winwin."

"Iya, nanti aku bilang ke Yeri." Aku tersenyum tipis. "Sekali lagi, happy birthday ya. Sehat terus, pekerjaan kamu selalu dilancarkan, semoga apa yang kamu inginkan tapi belum tercapai bisa tercapai tahun ini, dan—"

Aku menghela nafas panjang dan menatap Winwin, lalu aku melanjutkan, "—Kamu dipertemukan dengan wanita yang baik, yang selalu ada disisi kamu, yang bakal dukung kamu terus."

Winwin terdiam saat mendengar ucapanku. Aku dapat melihat raut wajahnya yang berubah. Winwin juga kini menatapku dengan tatapan nanar.

"Jangan lupa undang aku ke pernikahan kamu ya." Aku lagi-lagi tersenyum. Tapi bukan senyum bahagia, melainkan sebuah senyuman pahit. "Udah itu aja wish aku buat kamu. Aku pergi dulu. Have a nice day."

Aku membungkukkan badan kemudian mulai melangkah menjauh dari Winwin dengan langkah yang teramat sangat berat.

Kalau aku hitung, ini sudah kedua kalinya aku tidak jadi menikah. Yang pertama dengan Hendery, dan yang kedua dengan Winwin. Aku tidak tau kesalahan seperti apa yang pernah aku buat di masa lalu sehingga hubungan percintaanku tidak pernah memiliki akhir yang indah.

Untuk beberapa saat aku bertanya-tanya pada diri sendiri: Apa benar jika pada akhirnya aku akan tetap menikah dengan Winwin? Atau aku akan menghabiskan sisa hidupku bersama lelaki lain?

"GRACE!"

Langkahku terhenti saat aku mendengar seseorang memanggil namaku. Aku membalikkan badan dan mataku mendapati Winwin yang baru saja berlari menghampiriku.

"Win?" Sebelah alisku terangkat. "Ada apa ya?"

Winwin mengatur nafasnya yang sedikit tidak beraturan karena aktifitasnya barusan. Setelah itu, ia memandangku dengan tatapan teduh dan tersenyum lebar.

Saat melihat senyum manis Winwin, mulai muncul banyak pertanyaan dan kemungkinan dalam benakku. Mulai dari pertanyaan seputar kehadiran Winwin di sini, sampai kemungkinan ia mengajakku kembali.

"Qing.."

Aku menatap Winwin antusias. Jantungku mulai berdegup cepat karena Winwin kembali memanggilku dengan panggilan sewaktu aku masih tinggal di China dulu. "Kenapa, Win?"

Winwin lagi-lagi tetap diam, membuatku semakin menatapnya tidak mengerti. Dan beberapa menit kemudian, aku hanya dapat tersenyum pahit saat mendengar ucapannya.

"Jangan lupa undang aku juga ke pernikahan kamu ya."

ada yang kangen?

Dong Sicheng ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang