10: Hilang

12.7K 2.8K 284
                                    

"Hmmm."

Aku menatap gadis cantik dengan rambut coklat panjang di hadapanku sambil mengaduk-aduk milkshake pesananku.

"Nih, kalo gue liat ya, laki lo tuh gak maksud buat ngatain lo kayak yang lo ceritain. Dia pasti emosi karena lo batu banget. Gak bisa dikasih tau."

"Dih gue kan—"

"—Lo emang udah terbukti batu," potong Yeri. "Gak cuma gue doang loh yang bilang, Dejun juga bilang gitu. Hendery juga pernah bilang, tapi lo gak tau aja."

Yeri merapikan poninya lalu kembali berkata, "Gue lanjut ya. Dan kalo gue liat juga, umur lo kayaknya gak panjang deh."

"HAH?" Aku sontak berteriak keras, hingga membuat beberapa pengunjung menatap ke arah kami. Yang benar saja, masa aku meninggal dalam usia muda?

"Santai santai," ujar Yeri. "Ini cuma menurut gue sih. Bener apa enggaknya kan kita gak ada yang tau. Hidup mati seseorang itu cuma Tuhan yang tau."

Aku menghela nafas panjang sambil menatap sepiring steak di hadapanku. Selera makanku seketika menghilang dan rasa laparku juga ikut lenyap.

"Dah tenang aja." Yeri tersenyum. "By the way, lo yakin sama omongan lo yang tadi?"

"Yang ma—Oh inget-inget! Kayaknya sih bisa ya."

Yeri hanya menganggukkan kepalanya lalu mulai menghabiskan steak miliknya secara perlahan.











"Qingqing."

Aku sontak menjatuhkan mangkuk berisi sereal di tanganku saat aku mendapati Winwin tengah berdiri di belakangku.

Tunggu, sejak kapan dia kembali ke rumahku?

"Ada yang mau aku omongin."

"Apa?" Aku menatapnya dengan tatapan tajam. Rasa kesal tiba-tiba muncul saat aku mengingat kata-kata yang Winwin lontarkan kemarin malam.

Winwin berjalan ke dalam kamarku kemudian duduk di atas tempat tidurku. Aku mengikutinya dari belakang dan ikut duduk di sebelahnya.

"Mau ngomong apa?"

"Maaf ya kemaren udah emosi," ucap Winwin. "Seharusnya aku bisa pake kata-kata yang lebih baik buat ngomong sama kamu."

Aku menatap Winwin yang tengah menunduk sambil memainkan jari-jari tangannya.

"Maaf." Winwin menoleh padaku. "Aku cuma mau kamu bisa ngubah gaya hidup kamu yang berantakan semenjak kamu kuliah di sini. Aku cuma mau kamu hidup sehat lagi kayak dulu pas kamu masih di Jakarta."

"Buat apa?"

Winwin menghela nafas panjang. Bisa aku lihat raut wajahnya yang sedikit berubah dan bola matanya yang sedikit berkaca-kaca.

"Aku punya satu keinginan dan aku bersyukur aku bisa memenuhi keinginan aku itu. Aku pengen sama kamu terus sampai tua, sampai kita punya cucu dan cicit. Jadi aku balik ke masa lalu dan mau ngubah semuanya."

Sebelah alisku terangkat, otakku terus berusaha mencerna setiap ucapan Winwin. Dan pada akhirnya, aku hanya dapat menghela nafas frustasi.

"Jadi please, ubah kebiasaan buruk kamu ya? Karena kamu juga yang rugi nanti." Laki-laki dengan kaos navy itu tersenyum tipis. "Aku tau pasti susah buat kamu, tapi aku yakin pasti bisa."

Aku terdiam sejenak. Kepalaku terasa pusing karena aku masih tidak mengerti maksud dari ucapan Winwin.

"Nurut sama aku ya?" Winwin mengacungkan jari kelingkingnya dan tersenyum. "Demi aku, demi anak kita, demi masa depan kita. Pinky promise?"

"Iya." Aku mengaitkan jari kelingkingku pada jarinya. "Aku janji."

"Gitu dong!" Ekspresi Winwin langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Senyumnya merekah dan muncul rona bahagia di wajahnya.

Laki-laki itu merentangkan kedua tangannya. "Sini peluk dulu."

Aku masih diam selama beberapa detik. Otakku sudah menemukan satu kesimpulan, tapi aku masih tidak yakin dengan itu.

"Qing?" Winwin menggoyangkan tangannya tepat di depan wajahku. "Kok bengong? Sini peluk."

Winwin langsung menarikku ke dalam pelukannya sebelum aku sempat menjawab, sedangkan aku masih terdiam saat Winwin mulai menepuk-nepuk puncak kepalaku.

"Dah sekarang tidur yuk?"

Aku mengangguk pelan lalu mulai berbaring dan menarik selimut. Tapi sebelum itu, aku memanjaatkan doa ucapan syukur atas hari ini sekaligus doa supaya aku dapat sembuh dari penyakit insomnia ini.

"Jauh-jauh banget sih? Sini dong deketan!"

"Hah? Maksud kamu?" Aku memasang wajah pura-pura bingung, padahal aku paham betul jika Winwin ingin aku berbaring lebih dekat dengannya.

"Kamu tidurnya jauh-jauh banget. Sini dong deketan! Gak usah malu-malu sama aku, nanti juga tidurnya sebelahan."

Entah hantu jenis apa yang merasuki diriku sekarang, aku segera menggeser posisi tidurku, hingga sekarang aku hanya berjarak beberapa senti dengan Winwin.

"Selamat tidur, Qingqing." Sebelum aku memejamkan mata, aku dapat melihat senyum di wajah Winwin. "Aku sayang kamu."

Dan, aku tidak menyangka jika kemarin malam adalah malam terakhirku bersama Winwin.

Karena besok paginya ketika aku terbangun dari tidurku, aku tidak mendapati sosok Winwin di sebelahku. Awalnya, aku berpikir jika Winwin sedang mencoba memasak atau berolahraga. Tapi ternyata, sosok Winwin benar-benar menghilang bagai ditelan bumi.

Dong Sicheng ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang