15: Gak Takut?

12.2K 2.7K 328
                                    

"Boleh."

Aku dapat melihat senyum lebar di wajah pemuda itu. Dengan cepat, ia mengulurkan tangan padaku.

"Dong Sicheng. Kamu bisa panggil aku Winwin."

"Grace Lee." Aku menjabat tangannya. Untuk beberapa detik aku terkejut saat merasakan tangannya yang begitu dingin. "Salam kenal ya."

"Salam kenal juga, Grace."

Aku tersenyum lebar lalu melepaskan jabatan tangan kami. Aku diam-diam menatap Winwin dari atas sampai bawah. Dan Winwin terlihat lebih kurus jika dibandingkan dengan Winwin yang beberapa waktu lalu mengunjungiku.

"Sebenernya, aku mau ngajak kamu kenalan pas di pesawat," ujar Winwin sambil menggaruk alisnya. "Tapi aku gak berani. Baru sekarang beraninya."

"Kita satu pesawat?!"

Winwin mengangguk. "Iya. Kita satu pesawat dari Taipei ke sini. Emang kamu gak liat aku?"

Aku menggeleng pelan. Sejak dulu, aku selalu memperhatikan orang-orang di sekitarku. Tapi, mengapa aku tidak melihat sosok Winwin yang berada dalam penerbangan yang sama denganku?

Winwin terkekeh pelan, kemudian mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya. Dan aku sudah dapat menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Oh iya, kalo kamu gak keberatan, boleh aku minta contact kamu?"









Winwin
Test
Hai
Ini aku Winwin
Hehehe
8:30 AM

"Lu dari kemaren senyum-senyum terus. Kesambet jin toilet?"

Aku melempar tatapan tajam pada Dejun. "Gue senyum-senyum, salah. Gue marah-marah, salah. Gue salah terus di mata lo ya."

"Gak gitu," kata Dejun sambil melepas topinya. "Lu tiba-tiba senyum-senyum sendiri. Terakhir gua liat lu kayak gini pas lu lagi deket sama Hendery. Lagi deket sama cowok lu?"

"Hah? Enggak," elakku. "Maksud gue, belom deket. Lagi proses."

Dejun langsung mengubah posisi duduknya dan menatapku lurus. "Serius lagi deket sama cowok? Siapa?"

"Ada deh. Rahasia," kataku. "Kenapa emangnya?"

"Keduluan lagi gua."

Begitu jawaban yang keluar dari mulut Dejun, sebuah jawaban yang sukses membuat dahiku mengkerut bingung dan pikiranku mulai berkelana jauh.

Apa iya Dejun menyu—

Ah tidak-tidak. Aku pasti terlalu senang bertemu dan mengobrol dengan Winwin sehingga aku salah mengartikan ucapan Dejun.

"Cerita dong soal gebetan baru lu."

"Mau cerita apa?" Aku menoleh sekilas pada Dejun lalu kembali mengetik pesan balasan untuk Winwin. "Lo tanya aja nanti gue jawab."

"Orang mana?"

Aku menggelengkan kepala. "Gak tau. Belom sempet nanya."

"Kenal di?"

"Di airport kemaren malem. Pas gue lagi liat-liat boneka, terus gue diajak kenalan. Yaudah deh."

Kini, Dejun memandangku dengan tatapan yang tak dapat aku mengerti. Tapi, aku dapat melihat alisnya yang sedikit turun ke bawah.

"Lu gak takut?"

"Takut kenapa? Biasa aja kali," jawabku dengan santai.

"Grace, di sekitar kita banyak orang jahat. Kita gak tau siapa dan kapan mereka bakal jahatin kita. Dan sekarang lu dengan gampangnya diajak kenalan sampai ngasih contact lu ke cowok yang asal usulnya aja lu gak tau?"

Aku tersenyum sinis. Aku sudah menduga kalau Dejun akan berkata seperti ini. Dan karena itulah, aku tidak menceritakan soal Winwin dari masa depan yang datang setahun lalu. Karena aku yakin, Dejun akan memberikanku ceramah dan ujung-ujungnya, aku yang akan menjadi pihak yang disalahkan secara tidak langsung.

"Udah selesai ceramahnya, Jun?"

"Gua gak ceramah, gua cuma mau buka mata lu aja." Dejun merubah posisi duduknya kembali. "Jangan jadi orang yang terlalu naif, Grace."

"Apaan sih?" Aku mendecak kesal. "Gue tau kok dia orang baik."

"Hahahahaha."

Dejun tertawa sinis dan aku menatapnya tajam. Dari tawanya sudah jelas, ia pasti menertawakan jawabanku yang terdengar bodoh di telinganya.

"Gini ya, Grace. Zaman sekarang, orang jahat itu pinter. Gak mungkin mereka berpakaian kayak orang jahat. Orang-orang bakal takut sama mereka. Dan karena itulah mereka berpenampilan menarik."

Ucapan Dejun sukses membuat emosiku naik ke ubun-ubun. Aku langsung menyimpan ponselku dan aku menunjuknya tepat di wajahnya.

"Gue kasih tau sama lo ya, Winwin bukan orang jahat. Niat dia ngajak gue kenalan itu baik, gue tau itu."

"Ada bukti gak kalo dia emang berniat baik sama lo?" Dejun menatapku remeh. "Satu lagi, jangan bilang Winwin itu orang yang kemaren lu tunggu?"

"Gue gak ada bukti, tapi gue yakin kalo dia emang bener baik," jawabku. "Dan kalo gue nunggu dia, kenapa? Lo keberatan?"

"Gak ada bukti sama aja gak valid." Dejun bangkit berdiri, dan masih memandangku dengan tatapan remeh. "Udah gua gak mau debat. Semoga aja lu gak diapa-apain sama Winwin itu. Kalo sampai lu dijahatin, gua gak sudi nolongin lu."

Pemuda itu berjalan keluar ruangan, membuatku menatapnya bingung.

Dasar aneh.

Dong Sicheng ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang