"Gua tunggu di sini ya."
Aku tersenyum pada Dejun lalu aku berjalan memasuki sebuah ruangan. Suhu ruangan ini cukup dingin, sama seperti tubuh lelaki yang terbaring kaku di atas tempat tidur itu.
"Der." Aku menatap tubuh Hendery dengan tatapan sedih. Dapat aku temukan sedikit bercak darah disekitar tubuhnya. "Aku minta maaf."
Tanganku terangkat untuk mengelus kulitnya. "Makasih udah nemenin aku dari awal kita masuk kuliah sampai sekarang kita udah lulus. Sampai udah mau nikah juga."
Aku menitikkan air mata saat kenangan-kenangan bersama Hendery terputar bagai sebuah film dalam kepalaku. Dari saat pertama kali aku melihatnya berjalan memasuki gerbang pada saat hari pertama kuliah, saat kami mulai dekat, saat kami berpacaran, bahkan saat kami mulai berkomitmen untuk ke jenjang yang lebih serius.
"Aku pergi ya." Aku memaksakan sebuah senyuman, lalu aku mencium kening Hendery untuk yang terakhir kalinya. "Bye-bye!"
Dengan langkah berat, aku berjalan menuju pintu keluar. Selama aku hidup, ini adalah kali pertama aku kehilangan seseorang yang sangat berharga dalam hidup.
Jangan tanyakan kondisi hatiku saat ini.
—
"Mama ke sana dulu ya."
Aku tersenyum tipis pada Mama Hendery. Karena kami sudah saling mengenal masing-masing dengan baik, jadi beliau memintaku untuk memanggilnya dengan panggilan Mama, sama seperti panggilan Hendery untuknya.
Jujur, aku sangat mengagumi Mama Hendery. Selain karena beliau yang masih terlihat cantik meski sudah memasuki kepala lima, aku juga mengagumi sifat beliau yang bijak dalam mengambil keputusan. Sosoknya mengingatkanku dengan Mama yang jauh di sana.
"Ternyata lo di sini ya! Gue cariin daritadi!"
Aku tersenyum tipis pada Yeri yang baru saja menghampiriku. Gadis itu mengeluarkan ponselnya dan terlihat membuka sesuatu, namun beberapa detik kemudian, Yeri memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas miliknya.
"Kenapa, Yer? Ada sesuatu?"
"Gimana ya?" Yeri terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Gue mau cerita, tapi gue ngerasa sekarang bukan waktu yang tepat. Apalagi cowok lo baru aja selesai di makamin."
Aku menatap Yeri penasaran. "Kenapa nih? Cerita aja sini gue dengerin."
Ada jeda waktu selama beberapa menit sebelum Yeri mengeluarkan ponselnya kembali dan menunjukkan sebuah chat dari seseorang.
Yeonjun
Hai, Yer?
Ini gw, Choi Yeonjun.
Gw baru ganti nomor lagi nih.
Inget engga?
Yang sering berantem sama lu pas SMA
7:58 AM"HAH?" Mulutku menganga lebar setelah membaca chat dari musuh abadi seorang Kim Yeri. "Ini sebelumnya lo ada chat sama dia gitu gak? Apa dia langsung tiba-tiba nge-chat lo?"
"Dia tiba-tiba nge-chat!" seru Yeri. "Gila kan? Gue lagi minum sampai nyembur loh. Untung gak kena orang."
Aku tertawa pelan. Sesaat kemudian, aku teringat dengan ucapan Winwin saat ia tiba-tiba menghampiriku yang sedang mengobrol dengan Yeri di café favorit kami.
Sebentar,
Jangan bilang ini adalah awal dari cerita Yeri yang menikah dengan musuh abadinya?
"Woy!" Yeri menggoyangkan tangannya tepat di depan wajahku. "Kok malah bengong sih? Awas kesambet."
"Gue gak bengong," elakku. "Lo inget gak sih omongan Winwin?"
"Yang ma—SUMPAH?!"
Kedua mata Yeri membelalak saat ia teringat dengan ucapan Winwin beberapa hari yang lalu. Sebuah ucapan yang membuat aku tertawa karena tidak percaya dan membuat Yeri sangat terkejut.
"Gak mungkin!" Yeri menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Gue kan sama dia gak bisa akur."
"Tapi kan di dunia ini gak ada yang gak mungkin," ujarku, membuat Yeri memasang ekspresi pasrah. Aku rasanya ingin tertawa terbahak-bahak, tapi aku sedang dalam situasi yang sangat tidak mendukung.
"Aduh!" Yeri menghela nafas panjang. "Eh by the way, gue tinggal bentar. Mau pinjem powerbank sama Arin."
Aku mengangguk dan Yeri berlari meninggalkanku. Sambil menunggu Yeri kembali, aku berjalan keliling area pemakaman yang sangat luas ini.
Dan aku menghentikan langkahku saat aku berdiri di sebuah tebing yang cukup curam.
'Pas kamu denger kabar kalo Hendery pergi, kamu jangan ngelakuin hal yang aneh-aneh ya. Please, aku mohon sama kamu.'
'Maksud kamu? Aku gak ngerti. Emang aku bakal ngelakuin apa?'
'Maaf, aku gak bisa bilang. Tapi, aku mohon, jangan ngelakuin hal-hal aneh ya. Kalo hal itu lewat dipikiran kamu, kamu harus inget, kalo setiap orang pasti akan pergi. Kematian itu hal yang gak bisa kita hindari.'
Aku seketika mundur beberapa langkah saat percakapan antara aku dengan Winwin tempo hari secara tiba-tiba terlintas di kepalaku.
Selama beberapa detik, aku terdiam sambil mencerna setiap ucapan Winwin. Pada akhirnya, aku mendapatkan satu kesimpulan. Tapi sayang, aku lagi-lagi merasa ragu.
—
hai! akhirnya aku update lagi
setelah sekian lama 😆
KAMU SEDANG MEMBACA
Dong Sicheng ✔️
FanfictionDia, Dong Sicheng, pemuda berusia 28 tahun yang memperkenalkan dirinya sebagai suamiku yang datang dari masa depan. Mana mungkin? ㅡ featuring: Winwin. cover by godnjm! © henderywongs, 2019.