Part 3

5.2K 235 1
                                    

Semenjak kejadian malam itu perasaanku mulai tak nyaman dengan Mas Kemal. Begitu juga Raja yang mulai menjaga jarak dengan Ayah sambungnya itu. Sebagai remaja yang mulai bergejolak jiwa mudanya aku memahami perangai Raja. Agar tak menjadi masalah, saat Nindi tertidur diayunan, aku bergegas mencari rumput, meringankan tugas yang harus dilakukan Raja sepulang sekolah. Aku tak mau Mas Kemal ribut lagi, aku capek bertengkar dan adu mulut, bagaimanapun Raja anakku dan Mas Kemal suamiku, aku pusing bagaimana menempatkan diri dihadapan mereka.

Mas Kemal mulai memperlihatkan sifat buruknya ditahun kedua pernikahan kami. Pulang dari menyadap getah disiang hari, dia membuka tudung nasi yang hanya tersedia goreng tempe dan rebus daun ubi. Dengan berdecak dia membanting tudung saji yang terletak dimeja. Membatalkan niatnya untuk makan siang dan memilih menghisap rokok didepan pondok. Aku hanya bisa mengurut dada melihat itu sembari menidurkan Nindi. 'Terserahmu lah Mas, kalau kenyang dengan menghisap rokok itu' rutukku dalam hati

Oh ya aku belum menceritakan bagaimana rupa Mas Kemal, walaupun dia suamiku, dia tak ada tampan atau gagahnya dimataku. Tubuhnya memang tinggi, sekitar 175cm, tapi mukanya pas-pasan, sungguh sangat pas-pasan sebanding dengan kantongnya yang juga sangat pas-pasan. Aku menjelek jelekkan dia?? Tidak, aku hanya ingin mengungkapkan realita dan fakta. Dia suka membelikan ku makanan, tapi dia sangat pelit dan perhitungan kalau soal uang. Aku hanya diberi jatah 200rb seminggu dan semua kebutuhan rumah termasuk belanja anak-anak harus cukup dengan uang segitu. Begitulah Mas Kemal, dengan rupa pas-pasan komplikasi dengan pelitnya soal uang. Kebanyakan kubeberkan nanti makin benci pembaca pada Mas Kemal. Ups.

Jika galau menyerangku, aku teringat pada Ayah Raja suami pertamaku. Aku mengenalnya saat usiaku masih 21tahun. Kala itu aku bekerja sebagai pelayan toko pakaian di Pasar Raya. Bang junet, begitu aku memanggilnya. Laki-laki gagah dan tampan, tinggi tegap, berambut keriting dan kalau tersenyum menambah tingkat ketampanannya. Aku bertemu dia karena setiap hari Bang Juned wara-wiri di Pasar menggunakan mobil pick up untuk mengantar tahu kepedagang-pedagang di Pasar. Entah bagaimana mulanya, Bang Junet mulai sering datang ke toko tempat kubekerja dengan alasan melihat-lihat pakaian yang dijual ditoko kami.

Bang Juned saat itu usianya sekitar 32 tahun. Terlihat sudah matang dan sangat menawan. Walaupun mengantarkan tahu setiap pagi setelah subuh, Bang Juned selalu bergaya dengan kemeja lengan panjang yang digulung sampai siku, kancing depan yang dibuka bagian atas kemejanya lengkap dengan celana jeans serta sepatu boat yang membuatnya makin terpesona.

Aku sebagai perempuan lugu yang berasal dari desa mulai terbuai dengan gombalannya setiap datang ketoko. Pernah suatu kali aku bertanya, "Memangnya Bang Juned belum menikah??? "
Dan dia malah balik bertanya
"Menurut adek gimana??" Walaupun ragu hatiku yang sedang terpanah asmara berusaha melawan ragu dengan menganggap dia bujangan yang belum bertemu jodoh, dan sekarang jodohnya mungkin saja aku. Ehem

Jadilah pendekatan yang gencar setiap hari yang dilakukan Bang Juned meluluhkanku. Jika awalnya hanya sekedar bertemu ditoko, Bang Juned mulai mengajakku jalan-jalan dengan mobil pick up nya yang masih baru. Katanya itu mobilnya yang digunakan untuk pengantaran Tahu dari pabrik milik kakaknya yang sudah meninggal. Jadi Pabrik Tahu tersebut kini diserahkan kepadanya untuk dikelola. Makin terpesonalah aku yang lugu ini, membayangkan Bang Juned yang kaya dan tampan akan menjadi milikku.

Cukup lama hubunganku berjalan baik dengan Bang Juned. Dengan kebodohan dan ketidakberdayaanku menghadapi segala bujuk rayu ditambah silauku dengan apa yang dimilikinya, aku pun menyerahkan mahkotaku tanpa paksaan pada Bang Juned. Dan kejadian terus berulang hingga akhirnya aku hamil. Yah, buah cinta kami mulai tumbuh dirahimku tanpa bisa dihalangi lagi. Aku mengabarkan pada Bang Juned malam itu, dan memintanya untuk segera menikahiku. Terlihat wajahnya pucat dan cemas.

"Kenapa Bang?? Kata Abang akan bertanggung jawab jika aku hamil dan kita akan segera menikah bukan???" Desakku pilu. Air mata tak bisa kutahan lagi, aku membayangkan bagaimana reaksi orangtua ku dikampung jika tau putri yang dibanggakannya kini malah terjerumus dilembah dosa yang memalukan.

"Maafkan Abang Dek, ada yang harus Abang sampaikan pada Adek" Bang juned menghela nafas berat. Dadaku bergemuruh, adakah yang disembunyikannya?

"Apa bang?? Ayo jelaskan..aku tidak mau seperri ini" tangisku mulai menjadi

"Sebenarnya Abang sudah mempunyai istri dan anak Abang sudah dua" kulihat wajah Bang Juned yang serba salah tak berani menatapku. Kata-katanya bagai petir menyambar telingaku. Aku terdiam, alangkah bodohnya aku, mengambil kesimpulan sendiri kalau Bang Juned masih lajang. Bagaimana mungkin pria serapi dia dan sewangi dia hidup membujang tanpa ada yang mengurus?? Lalu bagaimana nasibku?? Bukankah nasi sudah menjadi bubur??

"Lalu mengapa selama ini Abang menyembunyikannya?? Bukankah selama ini Abang bilang mencintaiku?? Lalu Istrimu letaknya dimana dihatimu Bang??" Bang Juned diam, memegang tanganku dan berusaha menenangkanku.

"Abang tidak mencintainya Dek, dulu Abang dijebak, entah jampi-jampi macam apa yang diberikannya sampai Abang menikah dengannya. Setelah beberapa tahun terakhir, Abang merasa seperti baru bangun dari tidur panjang, menjalani hidup dengan wanita yang tak Abang cintai, sampai akhirnya Abang bertemu denganmu, dan saat itulah Abang merasakan jatuh cinta yang sebenarnya"

'Hah, penjelasanmu tak masuk diakal Bang, bagaimana mungkin menjalani hidup seperti mimpi sekian lama dan menghasilkan dua anak, jangan-jangan menghamiliku juga serasa mimpi bagimu' seru ku dalam hati. Tapi lidahku kelu, air mata tak berhenti mengalir, aku cemas dengan kehamilanku.

"Tenang Dek, Abang akan segera menikahimu, Abang mencintaimu..." Bang Juned memelukku. Dingin nya angin malam dipantai yang kami kunjungi tak terasa oleh gejolak hati antara sedih, kecewa dan bahagia.

"Kita menikah dikampung saja, minggu depan ya Dek, Abang persiapkan dulu semuanya" Aku hanya diam dan mengangguk. Otakku terasa penuh, semoga saja orang tua dan keluargaku bisa menerima, aku yang dibanggakan mirip artis Cut Mini ini, akan menikah dengan suami orang. ( 20tahun lalu aku sudah jadi pelakor)

Bersambung...

Mohon krisannya ya 😊

Pernikahan Ketiga (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang