Part 4

4.5K 200 2
                                    

Pernikahan pun digelar dengan sangat sederhana di kampung. Pernikahan yang tercatat secara resmi, lho kok bisa?? Ya bisa, karena Bang Juned mengaku bujangan di KUA, zaman itu belum online seperti sekarang, jadi data-data masih bisa dimanipulasi. Yang hadir hanya keluarga dan tetangga dekat rumah. Usai acara Bang Juned hanya menginap 2hari di kampung, ia buru-buru balik ke kota, alasannya tidak ada yang menggantikan tugasnya di pabrik. Seminggu lagi Bang Juned akan menjemputku kalau sudah dapat rumah kontrakan. Selain alasan pekerjaan di pabrik, Bang Juned kawatir istri pertamanya curiga, kemarin alasannya mau pulang kampung untuk menengok kakaknya yang sedang sakit. Ya begitulah, babak baru dimulai dengan dusta-dusta kecil.

Seminggu kemudian Bang Juned datang menjemputku, dan langsung memboyongku ke rumah kontrakan yang dicarinya beberapa hari lalu. Sebuah rumah petak kecil, benar-benar sederhana berukuran 4x10m. Kontrakan itu terdiri dari ruang tamu, kamar dan dapur sekaligus kamar mandi kecil dibagian belakang. Setidaknya lebih baik dari kost-kostan ku sebelumnya yang hanya kamar sempit dan pengap.

Bang Juned bilang tidak bisa tidur disini setiap malam, dia akan mengunjungiku siang setelah dari pasar. Kalau malam menginap di sini kawatir istri pertamanya curiga. Bang Juned mengeluhkan istrinya yang kasar, meremehkannya, rumah yang senantiasa berantakan, pokoknya istrinya itu membuatñya tidak nyaman. Lalu kenapa masih bertahan? Alasannya anak, dia kasian dengan dua anak perempuannya yang masih kecil dan sangat menyayanginya. Bang Juned memang penyayang, terlihat dari sikapnya yang sudah beberapa tahun sejak kenal denganku, tak pernah sekalipun berkata kasar padaku, jika aku merajuk, dia berhasil membujuk dengan candaannya. Ah..betapa mempesonanya Bang Juned.

Tak mudah menjalani hidup sebagai istri kedua, tak seindah bayanganku dulu saat masih menjadi kekasih Bang Juned. Berharap akan dikeloni setiap malam dalam menjalani kehamilan pertamaku, tapi itu hanya terjadi sekali dalam seminggu, saat Bang Juned beralasan lembur di pabrik pada istri pertamanya. O iya nama istrinya Mira. Aku pernah diperlihatkan fotonya oleh Bang Juned, benar kata Bang Juned, secara fisik sungguh tak sepadan dengan Bang Juned ku yang gagah. Memang akulah yang pantas mendampingi Bang Juned bisik hatiku jumawa.

Sejak menikah dengan Mira, almarhumah ibu Bang Juned semasa hidup tak pernah menyukainya, selain secara pisik tak sepadan, mb Mira juga tak pandai berlemah lembut meluluhkan hati sang mertua. Apalagi setelah memiliki anak, sifat kasar dan tempramennya mulai keluar. Jika marah pada Bang Juned dia tak segan-segan mengeluarkan kata-kata kotor dan menghina. Kadang Bang Juned heran, bagaimana bisa bertahun-tahun bagai kerbau dicucuk hidungnya diperlakukan tak layak oleh sang istri. Beberapa orang temannya mengatakan, Bang Juned dipengaruhi ilmu hitam, kalau disini disebut pintunduak ( sejenis pelet yang membuat orang yang kena ilmu ini akan mudah diatur). Tapi Bang Juned tak percaya. Akupun tak paham masalah seperti itu. Sebagai istri muda aku hanya patuh pada Bang Juned. Yang penting dia memberiku nafkah lahir bathin secara layak. Cukup sudah dari kecil aku hidup menderita hingga aku bertemu Bang Juned.

Dan hari melahirkan pun tiba, dibantu bidan ditemani ibuku yang sengaja datang dari kampung untuk membantuku melewati masa-masa persalinan. Bang Juned baru datang setelah Raja lahir. Untungnya persalinan pertamaku tak begitu berat, sehingga prosesnya tak perlu kujalani dengan penuh drama.

Bang Juned bahagia sekali akhirnya memiliki anak laki-laki yang belum dimilikinya dengan mb Mira. Dia makin banyak menghabiskan waktu dengan Raja, Bang Juned memang penyayang dengan anak-anaknya. Hatiku bahagia, sama sekali aku tak merasakan menjadi yang kedua. Aku beruntung memiliki Bang Juned dan Raja.

Sepandai-pandainya menyimpan bangkai, akhirnya akan tercium juga, ya Mira mengetahui pernikahan Bang Juned dengan ku. Berita itu dibawa oleh salah seorang ponakan Bang Juned yang sempat menginap di kontrakan kami, lalu melapor pada mb Mira. Sungguh keterlaluan! Selama menginap disini, aku melayaninya dengan sangat baik, tapi mulut ember nya menyampaikan berita yang membuat mb Mira murka.

Di pagi hari saat Raja baru mandi dan tertidur dalam ayunan, aku mendengar teriakan keras perempuan, aku yang sedang berada di dapur terkejut tak menyangka akan disambangi mb Mira. Pintu rumah yang terbuka membuat mb Mira leluasa masuk dan langsung mengambil Raja dalam ayunan.

"Hei kau perempuan jalang, seenaknya kau mengambil lakiku, apa tak ada laki-laki lain yang bisa kau rayu? Dasar anj**** betina bangs*t, ku bunuh anakmu, biar kau tau rasanya dikhianati" sumpah serapah tak terkendali keluar dari mulut mb Mira. Aku tak berani menjawab apapun, aku malu, takut dan cemas melihat Raja yang masih berumir 1 bulan itu di tangan mb Mira. Bang Junet bilang mb Mira orangnya nekad dan kasar, aku takut, badannya pun jauh lebih besar dan tinggi dibandingkan aku yang bertubuh mungil ini.

Sumpah serapah mb Mira terus berlanjut dengan suara yang memekakkan telinga. Tetangga pun berdatangan ingin tau, kontrakan yang kami tempati ini berbisik pun akan didengar oleh tetangga, apalagi kehebohan yang dibuat mb Mira. Aku hanya bisa menangis, posisiku lemah, dari sisi manapun aku tetap bersalah telah merebut suaminya, walaupun aku tak pernah menuntut Bang Juned untuk menceraikan mb Mira, aku cukup menjadi yang kedua.

"Mb Mira..tolong kembalikan anakku, kasihan..dia tidak tau apa-apa..." tangis ku memelas memohon pada mb Mira.

"Anak har*m ini akan kubunuh, biar kau tau rasa hei jalang!!! Jangan kau coba-coba merebut suamiku" mb Mira makin tersulut emosinya. Beberapa orang tetangga mencoba menenangkan dan membujuk mb Mira untuk mengembalikan Raja yang menangis keras digendongannya. Mb Mira terlihat gelap mata, dia mengancam akan membanting Raja jika aku berani mendekat. Aku menangis histeris, aku takut mb Mira membuktikan ancamannya.

Tiba-tiba salah seorang tetangga merebut Raja saat mb Mira lengah karena masih sibuk memaki-makiku tanpa ampun. Melihat Raja terlepas dari tangannya mb Mira kalap dan langsung menyerangku, menjambak rambutku disertai sumpah serapah khas dari mulutnya yang tajam. Beruntung tetangga segera melerai kami, mb Mira pun dibawa keluar oleh beberapa orang untuk ditenangkan. Aku menangis dan memeluk Raja.


Pernikahan Ketiga (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang