Part 8

4.2K 188 3
                                    

Part 8

Pov Mira

Aku kenal Juned saat aku masih SMA dan dia nge kost di sebelah rumahku. Juned sekolahnya di STM ( kalau sekarang SMK ). Dia paling ganteng diantara banyak penghuni kost cowok lainnya. Tubuhnya tinggi, rambutnya tebal dan keriting, hidungnya mancung dan kalau tersenyum nampaklah lesung pipinya, saat tertawapun gigi putih dan rapinya menggoda mata.

Dan aku? Aku tergolong cewek biasa-biasa saja, malah banyak yang meledekku jelek. Juned selain ganteng dia juga humoris dan tak sombong. Beberapa kali aku ngobrol dengan dia saat pulang sekolah dan kami duduk di depan rumah. Setiap bertemu dia dadaku berdebar, perasaanku dipenuhi bunga-bunga. Tapi Juned cuek saja, dia baik kesemua orang.

Ibuku mencium aroma anak gadisnya yang tomboy ini mulai diserang virus cinta, tapi pada Juned? Rasanya mustahil perasaanku akan terbalas. Setiap ibuku memarahiku, ibu selalu menyebutku jelek dan tak punya sopan santun. Ya, aku dididik tanpa kasih sayang dan jauh dari norma adat dan agama. Tak sepadan rasanya diriku bersanding dengan Juned yang sempurna dengan dimataku.

Tapi ibuku mulai sering membuatkan makanan dan menyuruhku mengantarkannya ke Juned.

"Lihatlah, dia akan bertekuk lutut padamu Mira" bisik ibuku penuh rahasia. Aku tentu saja dengan suka cita setiap hari mengantarkan makanan untuk Juned. Juned pun tak menolak, anak kost macam Juned yang uang jajannya pas-pasan tentu akan senang mendapat makanan gratis.

Selang beberapa minggu usahaku meraih perhatian Juned membuahkan hasil, Juned mulai tergila-gila padaku, mencariku ke sekolah untuk sekedar pulang bareng. Kudengar teman-temannya mencemooh dan mendelik tak percaya. Bagaimana mungkin si upik buruk rupa bisa menaklukkan Juned yang tampan dan diidolakan gadis-gadis. Tapi aku tak peduli, muka ku boleh saja jauh dari kata menarik, tapi bodyku bohay dan semok, walaupun kulitku gelap tapi padat dan sehat.

Aku pun heran, entah apa yang diberikan ibu dalam makanan yang kuberikan pada Juned, yang pasti Juned dengan mudah sudah kutaklukkan. Kami resmi pacaran, beberapa tahun dan diakhir dengan hubungan yang kebablasan. Dan kami harus menikah. Ibu Juned berang sekali, begitu juga kakak-kakaknya, mereka tak sudi menerimaku jadi menantu dan ipar dari keluarga berantakan.

Kami menikah tanpa dihadiri keluarga Juned. Juned sudah bekerja di pabrik kakaknya sejak lulus STM jadi cukup mampu membiayai kehidupan kami kedepannya. Tanpa restu dan persetujuan sang ibu kami tetap melanjutkan pernikahan, untung Ayah Juned sudah tiada, kalau tidak entahlah, makin berat perjuangan kami. Juned pun tak peduli apapun pendapat keluarganya, dia sudah tergila-gila padaku. Dan aku telah jadi pemenang, apapun caranya.

💥💥💥

Bertahun-tahun menikah aku berusaha baik dan mengambil hati Ibu Juned, kalau keluarganya yang lain aku tak peduli, toh aku tidak minta makan pada mereka. Ibu Juned bersikap biasa saja jika kami berkunjung ke rumahnya dikampung, tidak mengakrabkan diri tak juga beramah tamah padaku. Aku cukup tau diri, aku masih belum diterima dikeluarga ini. Sampai mertuaku itu meninggal, saat itulah aku mulai bersikap tegas, aku takkan lagi mati-matian mengambil hati keluarga Juned. Tapi Juned disayangi kakak-kakaknya, mereka selalu menyambut Juned dengan sayang, begitu juga dengan anak kami yang sudah 2 orang. Tapi padaku? Mereka masih menjaga jarak.

Punya anak dua membuat tak merubah sifatku yang emosional dan tempramental. Beberapa kali Juned menegurku karena sering memukuli anak-anak dan bersikap kasar padanya, tapi aku tak peduli. Walaupun Juned suamiku, aku tak mau bersikap hormat padanya. Umurku kan lebih tua darinya setahun, makanya ku panggil dia Juned, kalau didepan anak-anak baru kupanggil dia Papa.

"Nanti Papa cari Mama baru lho..kalau Mama nggk mau berubah.." ujar Juned dengan nada bercanda.

"Cari aja sana, memangnya masih ada yang mau denganmu?" Cibirku menghina dan emosi

Pernikahan Ketiga (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang