"Gabriel Harris! Cepetan nanti kita telat!" teriak Papahnya, tangannya menekan-nekan klakson mobil APV Burgundi plat A yang sudah dipanaskan lima belas menit yang lalu.
"Iya iyaa bentar ini ngambil hape dulu pah!" Gee berlari ke kamarnya di atas, ia tekan tombol kunci ponselnya, masih berharap Rey membalas pesan darinya. Sudah satu minggu berlalu sejak Rey cerita soal kejadian di asrama bersama Nur.
Ia melamun sebentar, klakson mengagetkannya, ia melepas charger lalu berlari turun menuju mobil.
"Lama amat sih kamu nih, udah tau Minggu gini Jakarta macet," keluh Papahnya, pria lima puluh tahunan ini punya rambut panjang yang dikuncir poni, celana jeansnya hanya selutut, ia memakai baju koko putih. Orang-orang memanggilnya Pak Hendra, ya, Hendra Harris namanya.
Di samping Pak Hendra, ada Gee yang sedang memasang sabuk pengaman, ia memakai baju hitam polos dan celana jeans gombrong, rambut shaggynya disisir, pagi itu mereka akan ke salah satu pusat kesehatan di Jakarta untuk check up, proses terakhir sebelum berangkat ke UAE.
"Iya maap pah, memangnya nggak bisa apa ya kalau check upnya di Serang aja? Jauh amat di Jakarta." Tanya Gee.
"Ya yang memenuhi standar adanya di Jakarta."
"Berarti yang dari Kalimantan itu harus capek-capek ke Jakarta dulu yah?"
"Hmm.. Sepertinya begitu, nanti tanya saja kalau ketemu."
"Oiya pah, belum pamit ke nenek nih, lupa."
"Ya Allah kamu ini, lima menit doang jalan dari rumah padahal, dari tadi ngapain aja? Udah gausah ah nanti telat, udah jam delapan nih, kamu nih mau pergi jauh masih jarang aja ke rumah nenek."
"Ya maaf." Gee menyenderkan kepala ke kaca mobil, Papahnya menginjak gas, mobil melaju, melewati kampung Ciloang, ke arah Gerbang Tol Serang Timur, tulisan "SELAMAT JALAN." Juga mereka lewati.
Setelah hampir dua jam di jalan, mobil kesayangan keluarga Harris ini dibiarkan beristirahat di parkiran Rumah Sakit Cantika Restu Energi Alam Mentari atau yang biasa disingkat RS C.R.E.A.M. Sepanjang perjalanan, Gee tertidur, membiarkan Papahnya menyetir tanpa teman bicara, tapi sekarang moodnya sudah kembali normal, lupa akan kejadian dimarahi pagi itu.
"Masuk nih?" tanya Gee.
"Nggak lah, kita ke warung dulu." Kata Papahnya.
"Ngapain?"
"Haus hehe." Canda Papahnya, tapi mereka benar benar beli minum di warung samping RS C.R.E.A.M, setelah menghabiskan dua gelas Teh Puncak Wangi, Gee dan Ayahnya masuk ke dalam.
"Kalau mau check up di mana ya mas?" tanya Pak Hendra ke Satpam.
"Oh iya di sini mas, daftar saja dulu di situ." Jawab Satpam yang kumisnya sudah offside melewati bibir itu, ia menunjuk ke arah meja resepsionis.
"Tunggu sini ya A, papah ngurusin pendaftaran dulu."
"Siap pah." Gee duduk di kursi tunggu panjang yang bisa memuat empat orang, di pojok kursi itu duduk seorang remaja yang sepertinya lebih tinggi dari Gee, ia sibuk memainkan smartphonenya, Gee mengeluarkan headset dan Walkman pemberian ayahnya, lalu memutar kaset The Changcuters yang ia beli saat Sekolah Dasar dulu.
Setengah jam kemudian Papahnya kembali, duduk sebentar, lalu berdiri lagi dan mondar mandir keliling Ruangan, lalu kembali lagi.
Waktu terus berjalan, sudah satu setengah jam mereka di ruangan itu dan tidak dipanggil juga.
"Lama amat yah ini." Keluh Papah Gee yang duduk di samping kanan anaknya.
"Bapak mending dari jam sepuluh, saya lho dari jam sembilan masih belum dipanggil." Tiba tiba seorang pria di sebelah Pak Hendra berbicara, ia memakai kacamata dan rambutnya sudah banyak uban.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Mati Di Abu Dhabi
General FictionSeorang remaja bernama Gee berangkat ke Abu Dhabi meninggalkan keluarga dan kekasihnya tercinta, di sana ia bertemu berbagai macam persoalan hidup yang tak pernah selesai. Update setiap malam Minggu!