Saat Gee keluar dari mobil, ia baru sadar bahwa di sekelilingnya banyak sekali bus dengan nomor dan tujuan yang berbeda. Bangunan di depan Gee adalah restoran berwarna hijau dan di sekelilingnya adalah stasiun bis yang gedungnya membentuk letter U hijau. Bangunan hijau ini ada semacam UFO silver bulat mendarat di atasnya.
"Ayo makan dulu, kalian pasti lapar," kata Pak Hilman ke anak-anak yang wajahnya masih tampak lelah. Gee dalam hati berkata: Waduh gue mana masih kenyang pula. Tapi Pak Hilman ternyata punya penawaran spesial:
"Cobain makanan Arab yuk!" katanya, semua langsung semangat sekaligus penasaran terhadap makanan Arab itu.
Pak Hilman melangkahkan sepatu kulit hitamnya ke dalam restoran, ia menggebah tirai plastik tebal itu, lalat yang menempel kabur berterbangan. Semuanya mengikuti Pak Hilman dengan hati-hati di belakang.
Ketika semuanya masuk, bau khas dapur langsung masuk ke hidung setiap orang. Bahkan bau dapur ini akan selalu menempel baju sampai nanti dicuci, konon katanya.
Restoran ini tidak begitu luas, tapi cukup untuk menampung empat puluh pelanggan. Di tengah ruangan ini difokuskan untuk meja-meja dan kursi-kursi biru panjang, di atas meja banyak tempat sendok dan tisu. Sementara tembok setengah keramiknya ditempeli kulkas berisikan berbagai macam minuman soda beraneka warna dan botol-botol hijau yang tampaknya seperti susu.
"Ya silahkan duduk," kata Pak Hilman mempersilahkan, ia tetap berdiri saat semuanya duduk. "Saya pesenin dulu ya, pak Bara mau mesen apa? Porata diyay atau lahm?"
"Diyay aja deh," kata Pak Bara yang lanjut sibuk mengganti kartu SIMnya, Rian yang duduk di sebelahnya memerhatikan ponsel Pak Bara penasaran.
"Pak emang di sini harus beli kartu lagi ya?" tanya Rian, wajahnya sudah kumal setelah perjalanan yang jauh –tentu saja semua kawannya juga begitu.
"Iya, di sini harus pakai kartu SIM sini," kata Pak Bara yang sudah selesai memasang, ia membuang kartu lamanya ke tempat sampah.
"Tak kira kartu saya bisa dipakai loh, soalnya tadi dapat SMS selamat datang di UAE gitu pak."
"Iya pak, saya juga," kata Rizky, banyak juga yang mengangguk setuju, tampaknya hampir semua dapat SMS selamat datang juga.
"Hmm, bisa sih bisa. Tapi kalau roaming kan akan lebih mahal, kamu isi satu juta juga bakal habis dalam satu minggu kalau dipakai internetan," kata Pak Bara. "Di sini kartu SIM itu cuma ada dua, kalau di Indo kan ada banyak ya. Kalau di sini cuma ada Etisalat sama Du."
"Bedanya apa Pak?" tanya Farhan.
"Apa ya... Kayaknya nggak jauh beda sih, cuma paling beda jenis paketnya aja, kalau kalau Etisalat enak di internetnya, sementara Du paket nelfon internasionalnya enak. Jadi kalau sering nelfon keluarga di Indonesia ya pake Du aja."
Saat Pak Bara menyebut tentang Indonesia, semuanya langsung terdiam, ternyata mereka lupa kalau belum mengabari keluarganya, Pak Bara langsung tersadar.
"Oiya, nanti tenang aja kalian pasti dikasih kesempatan untuk ngabarin ke keluarga lewat telfon di KBRI, tenang saja," kata Pak Bara sambil tersenyum, semua langsung lega. "Mending sekarang kita nikmatin dulu ini makanan favorit saya, Porata Diyay!" ia menyambut Pak Hilman yang datang bersama beberapa petugas yang membawa banyak piring merah.
Semua terkagum dengan yang tersedia di depan mereka, dari banyaknya piring yang ditaruh, hanya dua jenis makanan yang berbeda. Yang satu adalah Porata, roti bulat dengan sentuhan panggangan hitam di atasnya dan sobekan khas di beberapa bagian, yang satunya lagi adalah Diyay atau ayam dengan sedikit kuah kental --penampilannya mirip rendang tapi kuahnya sebenarnya kari.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Mati Di Abu Dhabi
General FictionSeorang remaja bernama Gee berangkat ke Abu Dhabi meninggalkan keluarga dan kekasihnya tercinta, di sana ia bertemu berbagai macam persoalan hidup yang tak pernah selesai. Update setiap malam Minggu!