Young and Reckless

9 1 0
                                    

September yang penuh dengan penantian itu akhirnya datang, beberapa waktu yang lalu Hassan sempat mengirim pesan kepada Gee, menanyakan tentang kabar keberangkatan anak-anak beasiswa, karena sampai saat itu, belum datang kabarnya dari KBRI.

Rian yang sudah check up satu minggu yang lalu sedang berada di rumah Gee pada Sabtu itu, sama seperti Gee, Rian juga sudah memutuskan untuk berhenti sekolah. Hari-hari mereka hanya dihabiskan dengan santai, hari itu juga Gee dan Rian hanya menghabiskan waktu dengan bermain game online Adventure Quest sejak pagi.

"Gee, bosan gue nih," kata Rian. "Main yuk ke sekolah."

"Ngapain?" tanya Gee. "Lagian ada siapa coba di sana?"

"Ya ngapain kek, oiya gue pengen ngambil barang-barang gue ah," katanya sambil menggerakkan mouse komputer, berusaha membunuh monster di dalam game.

"Eh iya ya, lemari sama barang-barang gue masih di sana," kata Gee. "Yaudah yuk lah, gausah lama lama ya di sana, nanti dimarahi orang tua gue."

"Nggak izin dulu nih?" tanya Rian.

"Nggak usah, bentar gini," kata Gee, mereka lalu berangkat menuju Sekolah Naba Darp dengan motor Gee.

Sesampainya di sana, mereka langsung masuk ke asrama, hanya ada Hardi di sana, murid kelas delapan A, sekelas dengan Muadz, Hardi tidak pulang ke rumahnya saat liburan seperti teman-temannya yang lain, rumahnya yang berlokasikan di Tangerang membuatnya harus tinggal di asrama kecuali jika libur panjang, murid berambut lurus keras ini sedang tengkurap di kasur sibuk menonton film di laptopnya, ia menoleh begitu Gee dan Rian membuka pintu.

"Eh Hardi, sendirian aja lo?" tanya Rian.

"Keliatannya?" jawab Hardi.

"Menurut gue sih ya lo nggak sendirian, pasti banyak setan di sini," kata Gee menakuti Hardi yang langsung bangkit duduk.

"Sialan lo!"

"Hahaha canda aja Di, takut tah?" tawa Gee. "Gue tinggal ya ke atas," Gee keluar kamar, Rian mengikuti dari belakang, begitu mereka menaiki tangga, Hardi berlari dari belakang.

"Woy ikuut!" teriaknya.

Di lantai atas tak ada siapa siapa, kipas angin yang tidak dinyalakan membuat kamarnya pengap, Gee dan Rian membuka lemarinya masing-masing dan mulai memasukkan barang-barang ke tas mereka, Hardi menyalakan kipas angin dan duduk di kasur memerhatikan mereka.

"Eh Gee," kata Hardi.

"Apa?" jawab Gee tanpa menoleh.

"Fatimah ulang tahun ya kemarin-kemarin tanggal dua delapan?"

"Fatimah? Fatimah siapa?" Gee balik bertanya.

"Siapa lagi kalau bukan Rey."

"Oh.. Iya, entahlah, nggak ngucapin gue," katanya pelan, ia menatap lemari yang kosong bagaikan hatinya.

"Lah kenapa emang? Putus tah? Baru juga berapa bulan jadian," kata Rian.

"Eh siapa yang jadian!" bentaknya. "Lagian gue sih nggak mau pacaran ya.."

"Selama lo sama Rian nggak masuk, denger-denger Rey deket sama cowok loh," kata Hardi.

"Siapa?" tanya Gee, ia menoleh penasaran, Rian juga ikut menengok.

"Anak baru itu tuh, yang masuk kelas gue."

"Si Rasyid itu?"

"Nah iya."

"Hahahaha," tawa Gee.

"Lah kenapa ketawa lo?" tanya Rian.

"Nyerah gue kalo sama Rasyid, alim gitu anaknya," jawab Gee. "Apalah gue yang cuma anak hip-hop."

"Udah sabar-sabar," kata Hardi. "Oiya ngomong-ngomong kalian berdua kenapa nggak masuk sekolah beberapa hari ini?"

"Lah lo nggak tau?" tanya Gee.

"Apa?"

"Gue sama Rian mau pindah."

"Serius? Pindah ke mana?"

"Ada deh nanti juga tau haha."

"Dasar, lanjutin tuh ngambil barang-barangnya."

"Oiya ya," Gee lanjut memasukkan barang-barangnya ke dalam tas, setelah semua selesai, ia dan Rian pamit pulang ke Hardi. "Pulang dulu ya Di, oiya itu lemari sama kasur buat anak asrama aja takutnya ada yang mau pakai."

"Oke siap, hati-hati ya," kata Hardi. Gee dan Rian jalan ke tempat parkir motor dan pergi meninggalkan Naba Darp.

Sesampainya di rumah, ekspresi Pak Hendra tidak terlihat menyenangkan tak memedulikan adanya Rian di sana, begitu dua remaja itu selesai menyalami Pak Hendra, pria itu membuka mulut.

"Kalian ini ya! Keluar nggak bilang-bilang!" bentaknya. "Bukannya udah Papah bilang kalau jangan keluar-keluar lagi!? Kalau kenapa-kenapa gimana coba!? Udah tau mau berangkat ke luar negeri!"

Gee dan Rian hanya terdiam menunduk.

"Habis dari mana coba?" tanyanya.

"D-dari sekolah, Pah.." kata Gee pelan.

"Ngapain?"

"Ngambil barang-barang..."

"Lain kali kalau mau keluar, bilang dulu ke Papah, ok?" katanya. "Papah itu marah karena peduli, takut kalian kenapa-kenapa, kalau kecelakaan beneran mau?"

"Nggak pah.."

"Yaudah sana dicari Mamah, ada berita dari KBRI katanya."

"Serius?" tanya Gee, ia dan Rian masuk ke dalam rumah, Mamahnya sedang duduk di depan komputer mengenakan jilbab biru, mereka berdua menyalami Mamah Gee.

"Lain kali jangan diulang lagi ya," kata Mamahnya. "Oiya, Mamah baru aja dapat e-mail dari KBRI Abu Dhabi, katanya keberangkatan diundur lagi sampai Oktober."

"Hee? Sebulan lagi.." kata Gee kecewa, Rian yang sudah lemas setelah dimarahi Papah Gee jadi semakin loyo.

"Itu juga belum pasti, A," kata Mamahnya. "Bisa jadi diundur lagi, yang jelas kalian hati-hati ya, jangan ceroboh."

"Iya mah," katanya. "Terus sekarang kita ngapain nih, Yan?"

"Ya... Menunggu."

Aku Mati Di Abu DhabiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang