Desember 2016 - Perpustakaan Gedung B
Aku melirik jam yang detaknya semakin lama membuat telingaku sakit. Aku heran mengapa orang-orang sangat betah berlama-lama diruangan hening seperti ini. Jika bukan karena perpustakaanlah satu-satunya tempat dimana celingukan-celingukanku berhenti mencari 'punggung itu' mungkin aku tidak akan pernah mau berdiam di dalamnya. Pukul 13.27 WIB, rasanya jarum jam itu hanya berdetak tanpa bergerak. Lama sekali.
"Ini" seseorang menyodorkan sebotol kopi dingin.
"Di perpustakaan tidak boleh membawa makanan dan minuman, Asep"
"Sssttt, makanya jangan berisik"tuturnya
"Kamu the jangan bikin aku nyesel nyuksesi kamu jadi ketua BEM, aturan yang lumrah aja dilanggar" tuturku setengah berbisik
"Ya sudah kalau gak mau mah,buat aku wae teu nanaon"
"Ih, pamali ngambil lagi barang yang udah dikasih" aku mengambil sebotol kopi yang cukup membuat tenggorokanku tercekat, kering. Aku sadar belum makan atau minum apapun dari pagi.
"Eh, kamu serius gak mau ikut event sosial-kemanusiaan BEM bulan depan?"
"Gak minat" jawabku lugas
"Cepet amat jawabnya. Ada aku loh padahal"
"Justru karena itu, makanya aku gak minat". jawabku ngarang
"Si eta mah.Terus saha atuh yang ngeliput dari LPM?"Asep masih berjuang ternyata.
"Mungkin Alisha atau mbak Key langsung. Mereka akan sangat senang dengan kegiatan semacam itu". tuturku jujur.
"Baiklah, tapi kalau kamu berubah pikiran dan berkenan ikut aku sangat senang".
Aku hanya diam. Asep mengeluarkan alat tempurnya di meja sebelahku; laptop, headset, buku-buku tebal, tak ketinggalan beberapa proposal kegiatan yang sepertinya harus dicek sebelum dikembalikan ke staf-stafnya.
Asep adalah figure lelaki ideal bisa dibilang; Ketua BEM Fakultas terbesar di salah satu PT Negeri Kota Semarang ini sangat ramah, supel, ganteng lumayan ,kritis pasti, jago orasi bahkan ceramah islami, suara ngajinya bagus, berwawasan luas dan yang paling kugaris-bawahi adalah dia tahu bagaimana memperlakukan perempuan. Tidak ada alasan untuk tidak jatuh hati pada Asep kurasa, tetapi mungkin aku memang tidak bisa, atau seseorang telah lebih dulu memenangkan hatiku.
Sesaat aku menatap wajahnya yang serius menyapu lautan kata di monitor, Asep menyadarinya, aku biarkan saja, bukan apa-apa hanya saja dia begitu mirip dengan Rendra, adikku, jika tidak sedang bicara ngawur.
"Hati-hati Fe, kamu bisa naksir aku. Sainganmu banyak loh". tuturnya dengan nada yang membuatku terkekeh geli.
"Justru karena tahu sainganku hampir sekampus, aku gak berselera, buang tenaga". tuturku meninggalkan Asep yang lagi-lagi terlihat frustasi dengan sikapku.
***
Lobi Gedung B
"Oh, kenapa kamu bisa sekotor ini sih?" Raung seseorang. Langkahku terhenti. Seseorang dengan kemeja berlumur lumpur dan rambut kusut terduduk dipojok lobi dekat tangga. Aku mengabaikan loncatan riang yang terjadi di semesta hatiku, lalu mendekatinya.
"Lang? Si ucup kenapa?"
Langit menghentikan aktivitasnya dan terdiam cukup lama sebelum menoleh kearahku. Mata kami beradu, spontan kami membuang muka."Ucup?"
"Iya, Ucup". terangku menunjuk kucing putih yang kini berwarna coklat di pangkuannya.
"Kamu menamainya Ucup? Dia betina". sergahnya
KAMU SEDANG MEMBACA
FAITH
DragosteTentang aku dan masa laluku yang belum usai, atau bahkan tentang takdirku yang belum juga ku temukan, ini kisahku. [FAITH] ーーーーーーーーーーーーーーーー Aku bergeming menatap tumpukan kertas kerja dan mengeryutkan bibir mengingat bibir tipisnya dengan suara sedi...