[FAITH] - Seperti Bunda Khadijah, Katanya

35 5 0
                                    

Agustus 2019

Hari masih hujan sejak maghrib berkumandang, membuatku harus mendekam satu jam lebih lambat dari waktu seharusnya aku pulang. Setelah melewati meeting tak berkesudahan, tentang inovasi produk baru, tentang keamanan user, tentang user experience, dan teman-temannya; tubuhku seperti ingin rontok.

"Seharusnya sudah bisa mendarat dengan bijaksana di kamar nih". gumamku melihat jarum jam yang semakin ditunggu, semakin tidak bergerak.

Terhitung delapan belas bulan sejak aku memutuskan untuk bekerja di sebuah kantor startup di kota besar bernama Semarang. Dari sekian banyak peluang yang datang pasca lulus S1 2017 lalu, kantor startup inilah yang menarik perhatianku. Startup ini bergerak di bidang sosial, fundraising dana untuk orang-orang yang membutuhkan. "Bekerja sambil membantu orang", adalah argumen yang kuajukan pada Ummi saat aku memutuskan untuk benar-benar menjadi fulltime officer – yang berarti sepertiga waktuku dalam sehari akan kuhabiskan di sana.

***
"Psst.. psst..". Aku mencari sumber suara.

Ke kanan, ke kiri. Tak ada yang berbisik. Kulihat semua serius dengan laptopnya. Kucari lagi ke belakang, ternyata sumbernya dari pintu ruangan.

"Apasih, Kak".

"Jangan ngelamun, di sini suka ada yang seneng kalau lihat perempuan jomlo ngelamun".

"Nggak percaya".

"Hih ya udah. Hati-hati ya. Nanti kalo digodain, Fe... Fe..." Godanya sambil memainkan saklar lampu.

"Basi.." ucapku malas, karena nyaris setiap hari godaannya tak pernah naik kelas. Kak Alyo berlalu dengan tetap tertawa puas.

Kak Alyo adalah senior paling usil setelah Bang Tachi. Sejak aku pindah divisi, dia orang yang paling sering mengajakku tukar pikiran tentang banyak hal, terutama tentang dunia startup yang sangat-sangat dinamis untuk seorang Faith yang bahkan seluruh hidupnya sudah dirancang rigid sejak lahir. Tapi, ini kuanggap sebagai tantangan tersendiri. Sudah lima bulan berjalan, dan aku masih baik-baik saja, tanpa drama pecahan meja, atau apapun. Semuanya masih berjalan pada koridornya.

Hujan perlahan berhenti, satu per satu teman kantorku pamit pulang karena sudah dijemput oleh orang terkasihnya. Aku yang semula menunggu hujan reda untuk bersegera pulang, malah jadi malas untuk merapikan barang-barang dan enggan pulang. Aku masih memandangi tetes-tetes hujan yang masih ada di jendela.

"Woy, udah dibilangin jangan suka ngelamun. Tetangga gue ngelamun ayamnya mati tuh". Candanya sambil memegang dua gelas plastik yang berisi sesuatu.

"Wih, buat aku ya Kak satu lagi? Makasih bangeeeet. Alhamdulillah rejeki".

"Yeeee apaan orang gue bikin dua-duanya buat gue" sergahnya

"Ish.. Kirain baik." Aku kembali duduk di meja kerjaku.

"Iya, iya ini buat lo buset ngambekan amat jadi cewe."

"Hahaha. Yeay. Makasih kak."

Aku pun menyeruput isi gelas yang ternyata berisi cokelat hangat, sambil mengecek kembali file-file yang harus kusetorkan di meeting esok hari. Tiba-tiba ada notifikasi pesan masuk,

"Nak, lagi sibuk dikantor? Tumben belum b erkabar seharian?"

Aku mempercepat ritme beres-beres, melirik jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul 20.30.

Lalu kubalas pesan itu, "Lumayan, Mi. Ini Fe baru mau perjalanan pulang".

***

Pekan ini aku secara mendadak ditugaskan untuk dinas ke Bandung, guna membangun relasi dengan beberapa klien di sana. Aku pun segera mencari penerbangan terpagi hari itu, memaksimalkan ikhtiar untuk menikmati indahnya liburan singkat di tanah kelahiran. Persis pukul tujuh lebih dua puluh lima menit aku mendarat di bandara Husein Sastranegara. Ah, Bandung selalu membuatku jatuh cinta berkali-kali.

Sesampainya di rumah, aku mempersiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan, lalu bersegera untuk berangkat ke kantor klien diantar Abi.

"Mi, Fe berangkat ya miiii!" sembari memakai sepatu kets kesayanganku

"Fe, makan dulu sayang." Jawab Ummi yang masih di meja makan

"Enggak sempet Mi, nanti aja Fe makan di kantor" Ucapku buru-buru

"Susunya aja ini diminum, nanti Ummi bekalin roti. Duduk dulu, jangan buru-buru. Buru-buru kan temennya setan. Kamu nih sukanya buru-buru." Ummi menasehati

"Hehehe, maaf Mii,"

Aku menuruti permintaan Ummi, lalu bergegas masuk ke mobil Abi sambil menenteng bekal sarapanku.

"Bi, pake kekuatan bulan ya. Aku ada meeting hari ini sama pak bos". Ujarku sambil nyengir kuda

"Salah, pake kekuatan Allah yang bener." Jawab Abi.

Susah emang punya Abi ustadz komplek. Susah diajak bercanda. Sekian waktu hening, Abi tiba-tiba membuka obrolan.

"Fe, Fe udah ada yang disuka belum sih?" Tanya Abi, tangannya sambil mengetuk-ngetuk kemudi setir. Seperti ada sesuatu.

"Emang kenapa, Bi? Tanyaku. Pertanyaan kembali dijawab pertanyaan. Dasar Aku.

"Enggak apa, kalau ada abi bakal lamarin". Tegas Abi

"Yaaa jangan dong Bi, masa perempuan duluan sih". sergahku sambil cemberut

"Lho, kamu lupa sama Bunda Khadijah? Melamar terlebih dahulu itu tidak sama sekali menjatuhkan harga diri perempuan sayang".

Hmm. Yaudah kalo gitu boleh nggak Bi aku minta Abi lamarin Lang...

"Astaghfirullahaladzim. " Suara hati macam apa itu tadi? Ya Allah Fe. Istighfar Fe.

Tak terasa karena obrolan "berat" di mobil tadi, waktu tidak terasa bergulirnya. Mobil Abi pun sampai di parkiran kantor.

"Bi Fe ngantor dulu ya, Assalamu'alaikum." Ucapku seraya mencium tangan Abi

"Wa'alaikumussalam, hati-hati ya nak".

Seperti Bunda Khadijah, katanya. Tapi seorang Faith dengan Bunda Khadijah mana bisa disamakan, Bi. Adanya Langit menolak duluan. Eh apasih Fe!

"Pagi-pagi udah ngawur. Abi ini sekalinya bercanda kebangetan! Meeting Fe! Meeting!" gumamku pada diri sendiri. Aku berbegas.

[bersambung]

FAITHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang