Aku bergegas meninggalkannya seorang diri tanpa harus izin terlebih dahulu. Rasanya sesak, aku tak bisa berfikir panjang tentang hal itu. Kenapa Asep tiba-tiba menyebut nama Langit ketika aku tak lagi ingin berhubungan dengannya. Aku semakin kesal mengingat wajah Langit seketika dengan perasaan tak karuan.
"Naya??!!" Aku memanggilnya dengan tergesa sambil mencari hadiah yang dikirimkan Asep untukku.
"Kamu kenapa Fe? Kamu nangis? Tak biasanya kamu seperti ini, harusnya kamu have fun dengan waktumu tadi, bersama tumpukan buku yang biasanya ampuh membuatmu bahagia". tanyanya dengan wajah heran.
"Nay? sekarang aku tahu siapa yang mengirimiku paket selama ini. ... Asep!" Aku lemas, tubuhku jatuh di sudut tempat tidurku.
"Asep? Siapa Asep? Kenapa tiba-tiba dia mengirimimu paket? Kamu tadi ketemu orangnya? Terus gimana? apa maksudnya"
Aku tidak bisa menjawab satu pun pertanyaan Naya, "Sebentar, aku ingin tahu apa isi paket-paket ini?" alihku.
Kubuka satu persatu, sampai Naya akhirnya turun tangan membantu. Kami terlewat penasaran, hingga lupa dengan pertanyaan yang masih menggantung sebelumnya. OH! Ternyata isinya buku.
"Fe? Ini ada suratnya, kamu baca dulu aja surat- suratnya, kayaknya penting. Aku coba rapikan buku-bukunya".
Untuk Fe, seseorang yang selalu ada dalam ingatanku
Assalamualaikum Fe, kamu apa kabar? Aku mengirimkan buku ini, agar kamu akan terus menjadi muslimah yang terbaik di sepanjang masa hidupmu dan hidupku.
Kalimat yang dituliskan di setiap suratnya hampir sama, meski buku-buku yang dia kirimkan untukku berbeda. Buku-buku yang dia kirimkan membuatku merasa tidak nyaman; suratnya lebih tepat.
"Maafkan aku, Sep!" pikirku dalam hati.
Aku sekarang tersadar, ada laki-laki yang ingin serius padaku tapi aku tak bisa menerimanya dan ternyata alasannya (masih) sama; dia, dia dan dia. Tiba-tiba pikiranku mulai me-review ingatan-ingatan tentangnya, hanya karena satu kata yang diucapkan Asep; Langit!
Kucoba menepis semuanya, entah itu Asep, maupun Langit. Aku harus fokus dengan pekerjaanku sekarang.
Maafkan aku Lang, pernah menginginkanmu sebegitunya, tapi aku sudah memutuskan untuk tidak lagi memikirkanmu. Maafkan aku juga Sep, aku memang mengagumimu, bahkan hingga sekarang, tapi perasaan kagumku tidak cukup untuk bisa menerimamu.
Ahhh,, rasanya aku ingin berhenti, kurebahkan tubuh di kasur, sambil menatap rangkaian lampu-lampu bintang di atap kamar.
Semua akan baik-baik saja, kan? Batinku. Mataku basah. Ah, benar-benar melelahkan.
***
Januari 2021
Aku sedikit melamun saat tiba-tiba ada pesan WA masuk ke handponeku. Ternyata Ummi.
"Fe, ada yang ingin ta'aruf denganmu" tutur Ummi setelah beberapa obrolan ringan yang membuat aku lemas tak bisa berkata apapun.
"Siapa, Mi?" sontakku langsung membalas WA Ummi.
"Abe namanya, Ummi udah baca CV-nya duluan hehe, Masya Allah lelaki yang baik dengan visi hidup luar biasa. Ummi rasa sepertinya cocok denganmu"
"Menurut Ummi begitu?"
"Insyaa Allah. Kapan kamu bisa pulang? Abe berencana ke rumah semisal kamu memang bersedia"
Secepat itu? pikirku dalam hati, "Fe usahakan pulang dalam waktu dekat"
"Ummi tunggu kabarnya yaa"
"Iya, Ummi-ku.."
Entahlah aku merasa sudah lelah dengan semua. Ya, sepertinya aku sedang mengambil sebuah pilihan yang entah benar atau salah. Aku pasrah, Ummi pasti akan memilihkan yang terbaik untukku. Walaupun aku belum pernah mengenal dan mendengar nama itu. Abe katanya.
Sebelum pulang, aku harus menyelesaikan urusan kantor dulu, satu bulan lagi ada acara dinas di Wakatobi, dan aku diamanahkan untuk menghandle acara tersebut. kebayang bukan? Sibuknya. Hari ini pun harus lembur. Banyak yang harus direvisi dan diatur ulang. Ini kali pertama aku menjadi koordinator acara sebesar itu. Pikiran pun semrawut, sepertinya kepulanganku tidak bisa secepat yang diharapkan, mungkin baru bisa setelah acara ini selesai.
"Fe, lembur ya?" Naya menghampiri mejaku
"Iya kayaknya, masih ada kerjaan nih, belum bisa ninggalin" jawabku dengan wajah lelah.
"Oh ya udah istirahat dulu sana"
"Makasih ya, Nay".
***
Maret 2021
Aku mengerjap menatap kalender di meja kerjaku, lupa kalau hari ini (24/3) ada reuni bersama teman-teman angkatan semasa kuliah. Ah, satu persatu orang yang tidak pernah kutemui pada akhirnya akan kutemui juga, dalam ruang dan waktu yang tidak mampu kuatur. Bagiku undangan ini memang cukup mendadak, tetapi aku tidak ingin berlari. Kuputuskan akan ikut reuni ini dan berhenti khawatir, apa pun yang terjadi.
Aku berangkat lebih awal supaya bisa menyambut teman-teman, sahabat, dan rekan-rekan organisasiku selama kuliah. Hmm, aku jadi rindu dengan masa-masa itu, terutama hari-hari yang kulalui setelah mengenalnya. Belum kering imaji nostalgiaku, tiba-tiba Langit melintas tepat di hadapanku sambil menganggukkan kepala, sebagai sapaannya padaku. Mau tak mau aku tersenyum tipis, diikuti keringat dingin dan entah rasanya tubuhku seperti melayang, pandanganku mulai buram, sekejap gelap lalu kembali terang. Kakiku benar-benar lemas.
"Ya Allah, jangan sekarang. Kuatkan aku, aku tak ingin terlihat lemah," lirihku penuh harap. Aku berjalan sedikit terseok menyapu sekitar, mencari tempat duduk. Sampai seseorang tiba-tiba memapahku karena hampir tumbang.
"Asep!" Pekikku kaget.
"Nanti saja protesnya, kamu sedikit kacau" tuturnya saat aku menepis papahannya.
"Lepas!" Tatapku tajam
Asep terdiam sejenak. Lalu menyerah, "...tunggu saja di sini kuambilkan kursi"
Dari sudut mataku, aku melihat Langit mematung menyaksikan setiap adegan yang terjadi. Entah apa yang dipikirkannya, hanya saja aku mulai mengutuk diri karena jauh dalam lubuk hatiku, aku berharap (lagi) pada Langit. Aku merogoh tas, mengambil ponsel.
Ummi, apa kabar? Ummi sehat kan? tulisku.
Mengirim pesan pada Ummi untuk menenangkan diri. Tingkat stress-ku cukup mengerikan belakangan, mungkin karena kecapekan dan banyak pikiran.Kamu jadinya pulang kapan? Balasnya dengan cepat, aku tak perlu menunggu balasan Ummi yang biasanya sedikit terlambat.
Emmmm......iya Ummi, aku segera pulang. Jawabku agar Ummi tidak resah.
Entah, aku terus menunda kepulanganku. Rasanya masih ada keraguan yang hinggap sesekali di dalam pikiran dan hati tentang keputusan yang terakhir kali kuambil dan kupercayakan pada Ummi.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
FAITH
RomanceTentang aku dan masa laluku yang belum usai, atau bahkan tentang takdirku yang belum juga ku temukan, ini kisahku. [FAITH] ーーーーーーーーーーーーーーーー Aku bergeming menatap tumpukan kertas kerja dan mengeryutkan bibir mengingat bibir tipisnya dengan suara sedi...