[LANGIT] - Jawaban dari Hati

48 6 0
                                    


Agustus 2019

"Lang, gue pamit dulu ya!", ujar Bambang kepadaku, dia harus pulang segera ke Jakarta lantaran ada panggilan dari keluarganya di rumah. Aku hanya melambaikan tangan dari balik gerbang boarding stasiun. Ada hal yang seketika hilang dari ingatanku. Aku lupa kalau aku akan segera menikah, padahal bulan lalu aku dan kedua orang tua ku sedang mempersiapkan semuanya, cincin, mahar dan lainnya.

"Halo. Lang, kamu kemana aja Bunda telpon? Ayo dong, kamu tuh udah mau nikah loh", bunda menelponku ketika aku sedang berada di stasiun.

"ah iya Bund, Langit masih ada kerjaan disini. Besok in syaa Allah Langit pulang ke rumah, siap-siap untuk hari-H nanti", hanya itu yang bisa kukatakan pada Bunda.

Fikiranku entah melayang kemana. Aku tak sadar kalau ternyata aku benar-benar akan segera menikah. Bukan main rasanya, padahal aku merasa aku hanyalah laki laki yang masih penuh dengan kekonyolan-kekonyolan, masih penuh dosa dan kekurangan-kekurangan lainnya. Dan aku harus siap dengan amanah baru ini. Dalam waktu dekat aku akan menjadi suami seseorang! Gumamku dalam hati, dan begitu bergemuruh antara siap - tidak siap, khawatir, takut, dan berbagai macam ketidaksiapan lainnya. Semua itu membuatku gusar dan membuatku melamun di tengah perjalanan menuju rumah kontrakanku.

Udara mendung yang menyelimuti kota Semarang membuatku terburu-buru bangkit dari lamunan sementara soal pernikahanku. Rintik air hujan mulai membasahi tubuhku secara perlahan, tidak seperti tetesan kekhawatiran yang selalu muncul menjelang pernikahanku, begitu deras rasanya. Ah rasa apa ini, aku belom pernah merasakan seperti ini. Bisa gila ku dibuatnya.

"ah akhirnya sampe juga di kontrakan", ujarku ketika baru touchdown depan rumah kontrakan sederhanaku, dalam keadaan basah karena tidak bawa jas hujan , ditambah pikiran yang terus berlalu lalang, membuatku semakin tidak karuan dan selalu dilanda kekhawatiran

Semakin melangkah jauh kedepan, aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat. Jawaban-jawaban yang dahulu pernah singgah, kali ini mendarat dikepalaku dengan begitu dahsyat. Aku tidak tahu apakah ini benar-benar jawaban dari hati yang terdalam. Tapi jawaban dari hati itu benar-benar membuatku gila tak bertepi!

***

Maret 2017

Udara subuh yang dingin membangunkanku dari tidur yang lelap. Sisa-sisa rintikan air hujan masih terus membasahi bumi dengan nyaman dan konsisten.

"hoaaaam", rasa kantuk masih merasuki dan membuat wajahku seperti orang yang sedang kehilangan kesadaran. Bergegaslah aku pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahku dan mengambil wudhu. Sayup-sayup terdengar suara adzan subuh dari kejauhan dan bergegas ku berangkat ke masjid walaupun badan berayun-ayun akibat dari rasa kantuk yang luar biasa. Sholat subuh yang begitu khusyuk tanpa sadar memproduksi tetes air mata dan membasahi pipiku.

"Tak pernah kurasakan sholat sekhusyuk ini", usai sholat aku bergumam, "aku ga tau kenapa kok bisa keinget obrolan Fe sama Asep ya? Padahal aku kan gaada apa-apa sama mereka. Huh sungguh aneh tapi nyata", lanjut gumamanku.

Tiba di kampus, suasana yang begitu dingin masih menusuk hingga ke tulang. Maklum saja, hujan deras semalam disertai angin kencang menyisakan udara dingin yang menusuk tulang. Ditambah lagi jam pertama perkuliahan adalah salah satu mata kuliah yang paling tidak kusukai. Namun apa daya, aku harus tetap berkuliah dengan baik untuk mencapai cita-citaku. Sunyi, senyap. itulah yang kurasakan ketika memasuki kelas. Hanya satu sosok yang kulihat dengan seksama di dalam kelas, tidak ada orang lain lagi. Ah ternyata sosok yang menyebalkan. Fe!

"Kamu lagi Fe, gaada yang lain apa?", ucapanku kepada Fe.

"Dih, siapa juga yang seneng ketemu kamu. Pagi pagi dah nyebelin aja", balas Fe

"Lah ngambek hahaha", ledekku

"ciieee pagi-pagi dah asik aja nih berdua", tiba tiba muncul dari balik pintu sambil tertawa dan meledek kami berdua. Fe langsung berbalik badan dan aku terlihat sal-ting.

"Wah bisa aja nih pensiunan pejabat kampus", ujarku pada Asep, "tugas mu sudah selesai Sep?", tanyaku untuk mengalihkan pembicaraan.

"Hah? Tugas yang mana? Bukannya engga ada ya? Apa aku salah denger kemaren?", Asep kaget bukan kepalang, terlihat raut kepanikan dari wajah lucunya.

"Haha engga ada kok Sep, aku Cuma bercanda. Lucu liat wajah panikmu", kelakarku

"huh, dasar anak-anak cowok", tiba-tiba Fe menyambar dari depanku dan berbalik badan. Dan tanpa sengaja aku melihat simpul senyum dari bibirnya. Baru pertama kali rasanya aku melihat senyum itu. Dan aku langsung menunduk pura-pura tertidur tanpa menghiraukan Asep yang sedang asyik dengan handphonenya.

Pagi itu, aku merasa adalah hari terindahku. Dan mungkinkah aku menemukan jawabannya? Ah tapi aku rasa itu semua kesimpulan yang terlalu cepat.

[bersambung]

FAITHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang