[FAITH] - Tentang Ujian Perasaan

77 5 0
                                        

"Yang ku tahu, jika memang belum saatnya, bisa jadi ini hanya ujian perasaan. Ujian, tentang melepaskan."


Oktober 2017 - Ruang Sidang C Gedung B


"FEEEE! Conggraduation sayaaang ! im so proud of you!" teriak Icha, berlari memelukkuyang baru saja keluar ruang sidang sore itu.

"Ciyeee ! Selamat Fee! Gue bangga sama elo!" kali ini gilian Siska, memelukku.

"Feee! Gila lo emang, kenceng bener larinya. Belum apa apa udah semhas aja. Saat gue bahkan proposal aja belum kelar !" Protes dan pelukan hangat kali ini datang dari Alya.

Satu demi satu ucapan selamat hari itu datang menghampiriku. Hari ini, hari ku tuntaskan pendidikanku di bangku kuliah ini. Empat tahun dua bulan, ku selesaikan semuanya. Hari bahagia ini, ku pandangi wajah kawan-kawan baikku satu persatu. Tersenyum berpose dari satu foto ke foto lainnya.

"Fe, Langit nitip salam. Katanya selamat buat sidangnya. Mohon maaf dia ga bisa dateng, ada bimbingan di bawah." Icha membuka percakapan, kini kami sedang makan di kantin favorit kami.

Mendengar namanya disebut, sempat ada desir aneh yang segera saja ku lanjut dengan istighfar dalam hati. "Oh, iya oke Cha. Makasih yaa. Waalaykumussalam." Jawabku, sebisa mungkin sedatar mungkin.

"Fe, lo ga lagi nunggu ucapan dari seseorang kan?" Tanya Siska

"Nggak. Kan udah ada kalian, siapa lagi deh yang aku tunggu?" tanyaku balik, membawa nasi geprek level 5 favorit ku ke meja kami.

"Geprek level 5 Fe?" tiba-tiba terdengar suara Asep menghampiri meja kami. Di tangannya ku lihat sebuket bunga dan sebuah bingkisan.

"Iya." Jawabku datar.

"Ciyee, disamperin. Uhuy." Goda Alya

"Apaan sih Al, jangan norak deh." Kata Icha pada Alya, membelaku. Kawanku satu ini memang paling paham hal beginian.

"Eh iya, Halo Icha, Alya, Siska, boleh aku ikut duduk di sini?" kata Asep.

"Duduk aja gih, mangga kang asep." Kata Siska menirukan logat sunda yang terdengar aneh dengan logat jakartanya.

"Hehe, hatur nuhun Neng Siska." Jawab Asep, keluarlah sudah logat sundanya.

Asep menarik kursi di sebelah ku, "Fe, selamat ya buat sidangnya! Semoga ilmunya always berkah buat hidup, jadi amal soleh juga. Btw, ini ada sedikit hadiah dari anak-anak BEM, kata anak-anak, terimakasih buat Fe yang udah mau direpotin terus sama kita meskipun bukan pengurus BEM." Kata Asep.

Ku terima buket bunga segar dan bingkisan cantik darinya. "Thankyou Asep, salam ya buat temen-temen BEM, semangat di akhir-akhir kepengurusan ini." Kataku.

"Siaap. Yaudah gitu ajah, aku pamit duluan yaa. Ditunggu rapat sama dekanat, hehe." pamitnya, pergi meninggalkan kami.

Canda-tawa kembali riuh di meja makan kami. Obrolan tentang bagaimana sidang siang tadi masih hangat dari pembicaraan kami.

"Fe, rencana nya lo habis ini mau ngapain?" Tanya Siska padaku, pertanyaan yang entah berapa ratus kali akan ku dengar beberapa hari ke depan.

"Hehe, mau balik ke rumah dulu Sis. Banyak yang butuh diurus di kampong sana."Jawabku. Memang begitu rencanaku. Aku ingin pulang, membaktikan waktuku padakeluarga, selagi masih sendiri.

"Btw Fe, gue bingung deh. Lo ngga ngerasa aneh sama Asep?" Tanya Alya, lagi-lagi membuka percakapan tentang laki-laki itu.

"Aneh kenapa Al?" Tanya Icha mewakiliku.

"Ya aneh. Nih, gue kan anak BEM ya, setahu gue, dia ga ada tuh ajak-ajak kita patungan buat ngasih hadiah sidang ke Fe. Kok tadi dia mengatasnamakan hadiah itu dari anak-anakBEM ya? Gue kok agak aneh. Rasa-rasanya Fe, dia ada rasa deh sama lo." Penjelasan Alya kali itu tidak terdengar aneh di telingaku. Jauh sebelum Alya berkata demikian, aku pun sudah merasakannya.

"Hehe, biasa aja Al. Mungkin dia sebenernya pengen apresiasi sidangku aja, kan kita temen sejak jaman maba dulu." Kataku, sengaja kututup obrolan ini, ingin ku akhiri.

"Lo apa ngga kerasa sih Fe? Si Asep kalo ngelihat elo tuh beda. Cara dia perhatiin elo tuh beda." Kali ini Siska justru mengompori obrolan ini berlanjut.

"Lhah emangnya kalo pun Fe ngerasa, Fe harus ngapain juga btw guys?" lagi-lagi Icha membelaku. Entah, aku banyak bersyukur dengan lingkaran ini.

"Ya, ngapain lagi selain mencoba membuka diri? Umur kita nih udah jalan 22 ke 23 tahun lho. Nih coba lihat, Gue udah ada calon, si Alya lagi proses sama si Mas, dan elu Cha? Udah lamaran bahkan. Fe sendiri nih yang belum terlihat hilalnya." Kali ini perkatan Siska membuatku tersenyum, obrolan ini sudah harus siap ku hadapi.

"Ah elu Sis, kaya ga kenal Fe aja. Nih ya, belum terlihat hilalnya itu belum tentu belum ada. Bisa aja sebenernya si Fe udah proses, tapi kitanya aja yang belum dia kasih tau." Kali ini kalimat bernada meminta keterangan padaku terlontar dari Alya.

Aku lagi-lagi hanya tersenyum, menyeruput kembali es jerukku.

"Not yet. Memang belum proses kok. Tenang, kalopun udah, kalian pasti akan aku kasih tahu. Doakan aja yaa."

"Jadi, Asep masih punya peluang dong Fe?" ledek Alya.

"Bisa jadi. Bahkan abang-abang di luar sana juga punya peluang. Kan, kita ga pernah tahukan siapa jodoh kita?" kataku, membawa obrolan ini jadi tidak terlalu serius.

"Ihh Fe! Yang bener dong." Kata Siska, masih menunggu jawaban dari ku.

"Oke, bismillah, gini ya Sis, Al, Cha, so far kawan kalian ini memang belum terlihat hilalnya. Dan belum berproses apapun. Doakan saja ya. Perihal jodoh, entah kenapa aku ingin berhati-hati. Tentang Asep pun, aku juga hanya akan berkata hingga saat ini kami hanya berteman. Perasaan yang ada sebelum waktunya tepat, bisa jadi hanya tentang ujianperasaan buat kita." Kataku, mencoba mengklarifikasi semuanya.

"Kalo disini Elo Sis, udah ada calon, lanjutkan, doaku semoga kalian bahagia dunia akhirat. Sama buat elo Al, semoga si Mas dan elo berjodoh dunia akhirat, doakupun sama, semoga kalian bahagia dunia akhirat. Dan buat Icha, semoga prosesnya lancar, jika berjodoh semoga dimudahkan, tetapi jika tidak, semoga ditemukan dengan jodoh terbaik, dan sama,doaku pun semoga Icha dan siapapun jodohnya bahagia dunia akhirat." Sambungku.

"Sedangkan buat diriku sendiri, doaku masih sama. Semoga Allah menjagaku dan menjaganya dengan sebaik-baik penjagaan." Jawabku.

Sore itu, tentang satu titik yang baru saja terselesaikan, akan bersusul urusan selanjutnya. Tentang kuliah yang baru saja dituntaskan, maka amanah di luar sana segera menanti.


[bersambung]

FAITHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang